Ketokohan
KH Abdul Wahid Hasyim tentu sulit diingkari. Dalam usia 21 tahun, Wahid muda sudah membuat terobosan-terobosan
cemerlang di dunia pendidikan, utamanya pesantren.
Ketika
bergabung di Majelis Islam A’la Indonesia
(MIAI), usianya baru genap 25 tahun. Namun setahun kemudian, Wahid justru
mengetuai federasi organisasi massa
dan partai Islam ini.
Karir
perjuangannya menanjak cepat. Wahid turut memimpin PBNU, menjadi anggota BPUPKI,
dan akhirnya ditunjuk sebagai menteri agama. Artinya, selain berjihad menumpas
kaum penjajah, Wahid terlibat aktif dalam segenap tahapan paling menentukan
dalam proses pendirian negara.
Masa-masa
hidup Wahid hampir dihabiskan seluruhnya dengan penuh manfaat. Ulama dan tokoh
nasional ini tutup usia pada 19 April 1953, sebelum ulang tahunnya yang ke-38
diperingati. Berikut ini adalah sejumlah syair inspiratif pegangannya, yang
sarat pesan perjuangan, kerja keras, penghargaan atas waktu, cita-cita, serta
keinsafan tentang dinamika hidup.
وَلَمْ أَجِدِ
الْإِنْسَانَ إِلاَّ ابْنَ سَعْيِهِ # فَمَنْ كَانَ أَسْعَى كَانَ بِالْمَجْدِ
أَجْدَرَا
وَبِاْلهِمَّةِ
العُلْيَا تَرَقَّى إِلَى العُلىَ # فَمَنْ كَانَ أَعْلَى هِمَّةً كَانَ أَظْهَرَا
وَلَمْ
يَتَأَخَّرْ مَنْ أَرَادَ تَقَدُّماً # وَلَمْ يَتَقَدَّمْ مَنْ أَرَادَ
تَأَخُّرَا
Setiap
manusia adalah anak dari jerih payahnya. Semakin keras berusaha, semakin pantas
ia jaya. Cita-cita yang tinggi dapat mengangkatnya ke derajat yang tinggi. Semakin
keras berkemauan, semakin terang derajat itu. Tak ada langkah mundur bagi orang
yang ingin maju. Tak ada kemajuan bagi orang yang menghendaki mundur.
وَلَا تَحْتَقِرْ كَيْدَ الضَّعِيْفِ وَرُبَّمَا # تَمُوْتُ
الأَفَاعِي مِنْ سُمُومِ العَقَارِبِ
وَقَدْ هَدَّ قِدْماً عَرْشَ بُلْقِيْسَ هُدْهُدٌ # وَخَرَّبَ
حَفْرُ الفَأْرِ سَدَّ الْمَأرِبِ
Jangan
remehkan siasat sesuatu yang (tampak) lemah. Terkadang, ular ganas mati oleh
racun kalajengking. Ternyata, burung Hudhud sanggup menumbangkan singgasana
ratu Bulqis, dan liang tikus mampu meruntuhkan bangunan kokoh.
وَمِنْ عَادَةِ اْلأَيَّامِ أَنَّ خُطُوْبَهَا # إِذَا
سُرَّ مِنْهَا جَانِبٌ سَاءَ جَانِبُ
Sudah
menjadi tabiat waktu, membahagiakan satu pihak akan menyedihkan pihak lainnya.
بِذَا قَضَتِ الْأَيَّامُ مَا بَيْنَ أَهْلِهَا # مَصَائِبُ
قَوْمٍ عِنْدَ قَوْمٍ فَوَائِدُ
عَرَفْتُ سَجَايَا الدَّهْرِ أَمَّا شُرَوْرُهُ # فَنَقْدٌ
وَأَمَّا خَيْرُهُ فَوعُوْدُ
Begitulah
waktu menentukan takdir untuk penghuninya (manusia). Musibah bagi sekelompok
orang adalah keberuntungan bagi kelompok lain. Aku sudah mafhum dengan kelakuan
zaman yang sekilas ini: keburukannya merupakan kritik, sedangkan kebaikannya
hanyalah janji.
فَإِنَّ غُبَارَ الصَّافِنَاتِ إِذَا عَلاَ # نَشَقْتُ لَهُ
رِيْحاً ألَذُّ مِنَ النَّدِّ
وَرَيْحَانَتِي سَيْفِيْ وَكَأْسَاتُ مَجْلِسِيْ # جَماَجِمُ
سَادَاتٍ حِرَاصٍ عَلَى الْمَجْدِ
Ketika
debu kavaleri berhamburan, aku justru menghirup keharuman yang melampaui wangi
kemenyan. Semir mata pedang dan gelas-gelas di meja rapatku pun menjelma tengkorak
para pembesar (musuh) yang rakus kejayaan.
جَزَى اللهُ خَيْراً كُلَّ مَنْ لَيْسَ بَيْنَنَا # وَلَا
بَيْنَهُ وُدٌّ وَلَا مُتَعَرِّفُ
فَمَا نَالَنِي ضَيْمٌ وَلَا مَسَّنِي أَذَى # مِنَ
النَّاسِ إِلاَّ مِنْ فَتَى كُنْتُ أَعْرِفُ
Semoga
Allah melimpahkan kebaikan pada setiap manusia yang belum saling sayang dan
saling kenal. Tak pernah aku mengeluh dan diterpa kesulitan kecuali dari orang
yang sudah aku kenal.
وَلَدَتْكَ أُمُّكَ يَابْنَ آدَمَ بَاكِياً # وَالنَّاسُ
حَوْلَكَ يَضْحَكُوْنَ سُرُوْرًا
فَاجْهَدْ لِنَفْسِكَ أَنْ تَكُوْنَ إِذَا بَكَواْ # فِيْ
يَوْمِ مَوْتِكَ ضَاحِكاً مَسْرُوْراً
Saat bunda melahirkanmu, engkau menangis, sementara orang-orang
sekeliling menyambutmu dengan tawa gembira. Berjuanglah, hingga saat mautmu
tiba, mereka manangis, sementara engkau tertawa ria.
Dikutip
dan diterjemah ulang dari
KH A
Wahid Hasjim, Mengapa Saya Memilih Nahdlatul Ulama, Bandung : Mizan, 2011
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar