Jumat, 09 Mei 2014

Fenomena Mengaji Agama di Internet

Berjuta maaf saya sampaikan kalau tulisan ini jauh panggang dari api, jauh pena dari ilmu. Sebab, tulisan ini hanya kontemplasi diri atas fenomena di abad googleliyah ini. Refleksi diri yang awam dan jahil alias bodoh. Dulu (menurut cerita para orangtua), kenyamanan beribadah dan mencari ilmu (khususnya agama) agak sedikit terganggu. Terlebih kalau sudah masuk senja, hanya mengandalkan lampu tempel (yang minyaknya sangat dihemat-hemat), tapi semangat anak-anak kecil untuk mencari ilmu kepada seorang yang dianggap mumpuni keilmuannya sangatlah besar. Bahkan semangat yang besar itu seakan menjadi kobaran api yang mengalahkan kobaran obor yang dibawa mereka saat mencari ilmu. Karena buat mereka, menghilangkan kebodohan adalah awal dari kesuksesan.

Mereka amat semangat untuk mengaji agama kepada pak kiai, pak ustadz, guru, ajengan dan seterusnya, demi ilmu dan demi kesuksesan dunia akhirat. Tapi ternyata, bukan hanya ilmu yang mereka cari, bukan cuma impian sukses yang mereka harapkan, mereka pun belajar berakhlak yang baik, akhlak al karimah. Betapa mereka amat bergembira bila mencium telapak tangan ibu dan bapaknya ketika berangkat mengaji, lalu mencium telapak tangan gurunya ketika tiba di pengajian. Tidak berani membantah perkataan orangtua, perintah guru dan seterusnya.

Sekarang di zaman twitteriyah dan facebookiyah ini, entah fenomena apa yang sedang ku saksikan sebenarnya. Ba'da maghrib mereka kaum muda lebih senang buka facebook, google, yahoo messenger, twitter dan seterusnya hanya untuk post status, demi mengeluh dan mengadukan masalah-masalahnya ke semua teman mayanya. Dan yang lebih ironis serta kronis, yaitu mereka me-repost catatan-catatan keilmuan/keagamaan tanpa pernah memiliki guru yang membimbing. Mereka sudah merasa sangat pandai dan ‘alim bila me-repost/share link-link keagamaan tersebut atau tulisan keagamaan dari buku yang dia baca.

Bahwa mencari ilmu itu sebuah kewajiban bagi muslim adalah benar, tapi belajar kepada guru untuk mencari ilmu adalah keharusan dalam agama. Belajar tanpa guru, maka syaithan yang menjadi gurunya, begitu para ulama mengatakan.

Dan celakanya, mereka anggap internet itu adalah guru yang kompeten dan pakar dalam agama, akhirnya mereka melupakan dan mengacuhkan kitab-kitab yang dibawakan oleh para guru dalam sebuah majlis ta'lim. Sehingga pantas jika mereka hanya memiliki kemampuan knowledge saja tapi tidak memiliki keunggulan dalam akhlak. Mereka senang menyalahkan perilaku orang lain, gemar menganggap orang lain itu salah, bahkan mereka berani mengatakan orang lain itu melakukan perbuatan syirik dan kafir, karena mereka menganggap orang lain itu melakukan sesuatu yang tidak diajarkan oleh agama. Padahal yang menurut mereka ajaran agama itu sebenarnya adalah ajaran internet. Mereka faham agama sebatas lisan dan mata, bukan kandungan dari agama itu sendiri.

Tidak terlarang mencari pengetahuan dari apapun termasuk dari eyang google dan sebangsanya, tapi yakinkan apa yang kita lihat dan pelajari itu adalah sesuatu yang haq dengan bimbingan seorang guru.

Lihatlah salah satu syarat dalam mencari ilmu, yaitu irsyadul ustadz atau bimbingan seorang guru. Dan perhatikanlah tujuan dari bi'tsaturrasul,yaitu li utammima makarimal akhlaq atau menyempurnakan akhlak yang baik.

Sujatmiko Huda, Santri Majelis al Musnid Bekasi
Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top