Sabtu, 13 Oktober 2012

HADIS IBADAH



BAB I
PENDAHULUAN

A.1. LATAR BELAKANG
     
Dalam kehidupan sosial kita tidak akan lepas dari dari ketiga unsur ini, yaitu tentang tamu, tetangga dan mengasihi para dhuafa. Maka dengan tiga masalah ini, kami sedikit menguraikan bagaimana cara kita untuk mengabdikan diri kepada sang Khalik dengan cara, menghormati, mengasihi, menyayangi, mengutamakan mereka, agar supaya pengabdian ini benar-benar diterima di sisiNya. Karena dalam suatu hadist di sebutkan  “Barang siapa yang tidak memenuhi undangan maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari), “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaknya tidak menyakiti tetangganya”  Dalam hadist lagi diterangkan, Seorang bertanya kepada Nabi Saw, “Islam yang bagaimana yang baik?” Nabi Saw menjawab, “Membagi makanan (kepada fakir-miskin) dan memberi salam kepada yang dia kenal dan yang tidak dikenalnya.” (HR. Bukhari), dan lagi Perumpamaan orang-orang yang beriman di dalam saling cinta kasih dan belas kasih seperti satu tubuh. Apabila kepala mengeluh (pusing) maka seluruh tubuh tidak bisa tidur dan demam. (HR. Muslim). Dengan latar belakang tersebut kami disini menyuguhkan tentang bagaimana cara menggapai ketiga masalah tersebut, sehingga atas dorongan Dosen terwujudlah apa yang ada di tangan anda ini, semoga ada manfaat dan gunanya.


A.2. RUMUSAN MASALAH
         
Rumusan masalah materi dalam makalah ini diarahkan pada Pembahasan Cara menghormati dan memuliakan tamu, tetangga dan dhu’afa dan pengertian secara tekstual maupun kontekstual, sehingga pemahaman nanti tidak monoton. Dan juga kami uraikan istimbat hukum dalam setiap pembahasan dan di sertai pendapat para ulama yang mana semua nanti insya allah akan kami bahas.


A.3. TUJUAN DAN MANFAAT
     
Tujuan makalah ini untuk memahami pentingnya menghormati dan memuliakan tamu, tetangga dan dhu’afa sera kewajiban kita sebagai pemeluk Agama islam. Sehingga pembahasan ini nanti bisa bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi masyarakat. Karena perbuatan yang baik atau terpuji atau tercela terhadap Allah SWT dinamakan hubungan vertical, sedangkan perbuatan yang berhubungan dengan perkara yang terpuji atau tercela terhadap sesama manusia atau alam sekitar dinamakan hubungan horizontal. Yang mana tujuan utama nanti untuk membentuk manusia seutuhnya.semoga makalah ini adamanfaat dan barakahnya.

MENGHORMATI TAMU DAN TETANGGA
SERTA MENYANTUNI KAUM DHU’AFA

A.     Pembahasan
1.      MEMULIAKAN TAMU DAN MENGUTAMAKANNYA.
a.      Hadist yang menerangkan
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ اِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ فَقَالَ إِنِّى مَجْهُوْدٌ، فَاَرْسَلَ اِلَى بَعْضِ نِسَائِهِ فَقَالَتْ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا عِنْدِى اِلاَّ مَاءٌ ثُمَّ اَرْسَلَ اِلىَ اُخْرَى فَقَالَتَ مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى قُلْنَ كُلُّهُنَّ مِثْلَ ذَلِكَ لاَ وَالَّذِى بَعَثَكَ بِالْحَقِّ مَا عِنْدِى اِلاَّ مَاءٌ فَقَالَ مَنْ يُضِيْفُ هَذَا اللَّيْلَةَ رَحِمَهُ اللهُ ؟ فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلاَنْصَارِ فَقَالَ : اَنَا يَا رَسُوْلَ اللهِ فَانْطَلَقَ بِهِ اِلىَ رَحْلِهِ فَقَالَ ِلإِ مْرَأَتِهِ هَلْ عِنْدَكِ شَىْءٌ قَالَتْ : لاَ اِلاَّ قُوْتَ صِبْيَانىِ قَالَ فَعَلِّلِيْهِمْ بِشَىْءٍ فَاِذَا دَخَلَ ضَيْفُنَا فَأَطْفِئِ السِّرَاجَ وَاَرِيْهِ اَنَا نَأْكُلُ فَأِذَا اَهْوَى لِيَأْكُلَ فَقُوْمِىْ اِلَى السِّرَاجِ حَتَّى تُطْفِئِيْهِ قَالَ فَقَعَدُوا وَاَكَلَ الضَّيْفُ فَلَمَّا اَصْبَحَ غَذًا عَلَى الَّنبِيِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : قَدْ عَجِبَ اللهُ مِنْ صَنِيْعِكُمَا بِضَيْفِكُمَا اللَّيْلَةَ.
Dari abu Hurairah ra katanya:  seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. Lalu dia berkata. “aku dalam kesulitan (susah hidup dan lapar).” Maka beliau bawa orang itu kerumah istri beliau satu persatu, menanyakan kalau-kalau mereka ada sedia makanan. Para istri beliau menjawab “demi Allah yang mengutus Anda dengan yang haq, aku tidak sedia apa-apa selain air.”begitulah jawaban mereka masing-masing. Lalu bersabda beliau kepada para sahabat. “siapa besedia menerima tamu malam ini niscaya dia diberi rahmat oleh Allah ta’ala. Maka berdirilah seorang laki-laki Anshor seraya berkata: Aku ya Rasulullah!” maka dibawalah orang itu kerumahnya.diabertanya kepada istrinya, “adakah engkau sedia makanan? “jawab istrinya, tidak ada kecuali makanan anak-anak.” Katanya “bujuklah mereka dengan apa saja. Bila tamu kita telah masuk. Tunjukkan kepadanya bahwa kita makan bersamanya, bila dia telah mulai makan, berdirilah kedekat lampu lalu padamkan. Maka duduklah mereka, dan sang tamupun makanlah. Setelah subuh. Sahabat tersebut bertemu nabi saw. Lalu kata beliau. “Allah kagum dengan cara kamu berdua melayani tamu kalian tadi malam. HR. Bukhori 1966.
مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُجِلُّ كَبِيْرَنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Barang siapa yang tidak mengasihi yang lebih kecil dari kami serta tidak menghormati yang lebih tua dari kami bukanlah golongan kami.” (HR Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad).
b.      Pemahaman secara Tekstual
Dalam hadis dijelaskan bahwa Nabi memerintahkan menghormati dan menjamu tamu, serta mengasihi golongan yang lebih kecil.
c.       Pemahaman secara Kontekstual
Apa saja yang kamu miliki maka berikanlah untuk menghormati tamu, walaupun itu sangat merugikan kamu sendiri. Dan hormatilah orang-orang yang ada di sekeliling kamu baik yang sudah tua maupun yang masih muda.
d.      Istimbat Hukum
Bagi seorang yang tamu atau yang ditamui, hendaknya memenuhinya sesuai waktunya kecuali ada udzur, seperti takut ada sesuatu yang menimpa dirinya atau agamanya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang diundang maka datangilah!” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Untuk menghadiri undangan maka hendaknya memperhatikan syarat-syarat berikut:
a.       Orang yang mengundang bukan orang yang harus dihindari dan dijauhi.
b.      Tidak ada kemungkaran pada tempat undangan tersebut.
c.       Orang yang mengundang adalah muslim.
d.      Penghasilan orang yang mengundang bukan dari penghasilan yang diharamkan. Namun, ada sebagian ulama menyatakan boleh menghadiri undangan yang pengundangnya berpenghasikan haram. Dosanya bagi orang yang mengundang, tidak bagi yang diundang.
e.       Tidak menggugurkan suatu kewajiban tertentu ketika menghadiri undangan tersebut.
f.        Tidak ada mudharat bagi orang yang menghadiri undangan.
g.       Tamu adalah anugerah karena tamu membawa berkah tersendiri, sehingga dalam islam ditegaskan melalui Al-Quran maupun Al-Hadist secara panjang lebar, entah tamu tersebut bertujuan baik maupun jelek, maka menurut hemat kami hormatilah semua tamu yang datang kerumahmu, karena itu, kita harus selalu Menghormati tamu dan menyediakan hidangan untuk tamu tersebut untuk memberikan makanan semampunya saja. Akan tetapi, tetap berusaha sebaik mungkin untuk menyediakan makanan yang terbaik. Allah ta’ala berfirman yang mengisahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam bersama tamu-tamunya yang diterangkan dalam Al-Quran: “Dan Ibrahim datang pada keluarganya dengan membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan makanan tersebut pada mereka (tamu-tamu Ibrahim-pen) sambil berkata: ‘Tidakkah kalian makan?’” (Qs. Adz-Dzariyat: 26-27), maka posisi tamu disini sangat penting untuk diperhatikan, di hormati dan di layani sebaik-baik mungkin.
h.       Disunahkan mengucapkan selamat datang kepada para tamu sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya tatkala utusan Abi Qais datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,“Selamat datang kepada para utusan yang datang tanpa merasa terhina dan menyesal.” (HR. Bukhari-Muslim)
i.         Mendahulukan tamu yang sebelah kanan daripada yang sebelah kiri. Hal ini dilakukan apabila para tamu duduk dengan tertib.

Adapun tatacara bertamu dan menerima tamu sebagai berikut:
1.      Adab bertamu
a.       Berniatlah bahwa kehadiran kita sebagai tanda hormat kepada sesama muslim.
b.      Ucapkanlah salam kepada orang yang ditamui
c.       Tersenyumlah, karena tersenyum adalah ibadah
d.      Jagalah tingkah laku dan gunakan akhlak yang terpuji
e.       Berbuatlah yang tidak bertentangan dengan syariat
f.        Masuk dengan seizin tuan rumah, begitu juga segera pulang setelah selesai memakan hidangan, kecuali tuan rumah menghendaki tinggal bersama mereka.
2.      Adab menerima tamu 
a.       Berniatlah menerima tamu Allah
b.      Jawablah salam orang yang bertamu tersebut
c.       Hormatilah semampunya dan jangan berlebih-lebihan
d.      Ajaklah bicara dengan sopan dan santun
e.       Persilahkan pulang atau menginap
f.        Mengantarkan pulang sampai pintu pagar
Dari pemaparan diatas bahwa Tamu adalah raja maka hormatilah tamu tersebut dengan sekuat tenagamu, dan menghormati tamu itu hukumnya wajib.
e.      Pendapat Para Ulama
a.    Bertamu itu merupakan ajaran Islam, kebiasaan para nabi dan orang-orang shalih. Sebagian ulama mewajibkan menghormati tamu tetapi sebagian besar dari mereka berpendapat hanya merupakan bagian dari akhlaq yang terpuji.
b.    Pengarang kitab Al Ifshah mengatakan : “Hadits ini mengandung hukum, hendaklah kita berkeyakinan bahwa menghormati tamu itu suatu ibadah yang tidak boleh dikurangi nilai ibadahnya, apakah tamunya itu orang kaya atau yang lain. Juga anjuran untuk menjamu tamunya dengan apa saja yang ada pada dirinya walaupun sedikit. Menghormati tamu itu dilakukan dengan cara segera menyambutnya dengan wajah senang, perkataan yang baik, dan menghidangkan makanan. Hendaklah ia segera memberi pelayanan yang mudah dilakukannya tanpa memaksakan diri”.
c.    Berkata Imam Qutaibah, bila Imam Malik keluar menyambut tamunya beliau berpakaian indah, memakai sifat mata, wewangian dan membagi bagikan kipas kepada masing masing tamunya, ia adalah Imam yang sangat berwibawa, majelis dirumahnya selalu hening dan tak ada suara keras dan tak pula ada yang berani mengeraskan suaranya, ruangan beliau dipenuhi kesejukan dan ketenangan, dan beliau dimakamkan di kuburan Baqi’
2.      BERBUAT BAIK KEPADA TETANGGA.
a.      Hadist yang menerangkan
عَنْ عَائِشَةَ تَقُولُ : سَمِعْتُ رَسُول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ يَقُوْلُ : مَازَالَ جِبْرِيْلُ يُوْصِيْنِى بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ اَنَّهُ لَيُوَرِّثَنَّهُ.
Dari ‘Aisah ra. Katanya dia mendengar Rasulullah saw. Bersabda: " Jibril senantiasa berwasiat kepadaku supaya selalu baik kepada tetangga. Sehingga aku menduga bahwa jibril akan menjadikannya pewaris. HR. Bukhori 2252.
عن أَبِي ذَرٍّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ : يَا اَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَحْتَ مَرَقَةً فَاَكْثِرْ مَاءَ هَاوَ تَعَاهَدُ جِيْرَانَكَ.
Dari Abu Dzar, katanya Rasulullah saw bersabda: bila engkau memasak gulai, perbanyaklah kuahnya dan sisihkan untuk tetanggamu. HR. Bukhori 2253.
b.      Pemahaman secara Tekstual
Dalam hadis diatas menerangkan bahwa Rasulullah saw. Memerintahkan kepada kita agar berbuat baik kepada tetangga serta memperbanyak kuah apabila kita memasak.
c.       Pemahaman secara Kontekstual
Dalam masyarakat, kita diperintahkan berbuat baik kepada tetangga baik yang islam maupun non islam, serta kita di suruh untuk memberikan sesuatu apabila ada kelebihan pada kita.
d.      Istimbat Hukum
Alangkah sepinya jika kita hidup sendiri, tiada kawan tiada saudara maka beruntunglah kita sebagai manusia, di anugerahi semua itu. Di dalam rumah kita memiliki keluarga, ada ayah-ibu, adik-kakak, bahkan juga anak. Tak hanya itu saja, kita juga hidup bersama-sama orang-orang yang hidup disekeliling kita, dengan mereka kita saling ulur tangan, saling menjaga, memberikan rasa aman, dan juga saling melindungi dari bahaya orang-orang jahat yang tidak bisa diprediksikan. Mereka yang hidup disekeliling kita yang bernama tetangga.
Tetangga adalah saudara kita yang paling dekat entah saudara seiman ataupun tidak, oleh karena itu dalam islam ditegaskan dan disoroti begitu pentingnya tetangga itu, dan dianjurkan bahwa, hormatilah tetanggamu, karena tetangga itu adalah benteng kita, pagar kita, yang tak kenal menyerah, baik dalam segi social maupun sepiritual, itulah tetangga. Pada suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak berhaji, tertidur di Masjidil Haram. Dia telah bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit lalu yang satu berkata kepada yang lain, "Berapa banyak orang-orang yang berhaji pada tahun ini?" Jawab yang lain, "Enam ratus ribu."Lalu ia bertanya lagi, "Berapa banyak yang diterima ?"  Jawabnya, "Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq, dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima dengan berkat hajinya Muwaffaq."  Ketika Abdullah bin Mubarak mendengar percakapannya itu, maka terbangunlah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat ke Damsyik mencari orang yang bernama Muwaffaq itu sehingga ia sampailah ke rumahnya. Dan ketika diketuknya pintunya, keluarlah seorang lelaki dan segera ia bertanya namanya. Jawab orang itu, "Muwaffaq." Lalu abdullah bin Mubarak bertanya padanya, "Kebaikan apakah yang telah engkau lakukan sehingga mencapai darjat yang sedemikian itu?" Jawab Muwaffaq, "Tadinya aku ingin berhaji tetapi tidak dapat kerana keadaanku, tetapi mendadak aku mendapat wang tiga ratus diirham dari pekerjaanku membuat dan menampal sepatu, lalau aku berniat haji pada tahun ini sedang isteriku pula hamil, maka suatu hari dia tercium bau makanan dari rumah jiranku dan ingin makanan itu, maka aku pergi ke rumah jiranku dan menyampaikan tujuan sebenarku kepada wanita jiranku itu. Jawab jiranku, "Aku terpaksa membuka rahsiaku, sebenarnya anak-anak yatimku sudah tiga hari tanpa makanan, kerana itu aku keluar mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba bertemulah aku dengan bangkai himar di suatu tempat, lalu aku potong sebahagiannya dan bawa pulang untuk masak, maka makanan ini halal bagi kami dan haram untuk makanan kamu." Ketika aku mendegar jawaban itu, aku segera kembali ke rumah dan mengambil wang tiga ratus dirham dan keserahkan kepada jiranku tadi seraya menyuruhnya membelanjakan uang itu untuk keperluan anak-anak yatim yang ada dalam jagaannya itu. "Sebenarnya hajiku adalah di depan pintu rumahku." Kata Muwaffaq lagi. Demikianlah cerita yang sangat berkesan bahawa membantu jiran tetangga yang dalam kelaparan amat besar pahalanya apalagi di dalamnya terdapat anak-anak yatim. Rasulullah ada ditanya, "Ya Rasullah tunjukkan padaku amal perbuatan yang bila kuamalkan akan masuk syurga." Jawab Rasulullah, "Jadilah kamu orang yang baik." Orang itu bertanya lagi, "Ya Rasulullah, bagaimanakah akan aku ketahui bahawa aku telah berbuat baik?" Jawab Rasulullah, "Tanyakan pada tetanggamu, maka bila mereka berkata engkau baik maka engkau benar-benar baik dan bila mereka berkata engkau jahat, maka engkau sebenarnya jahat."
Hak-hak bertetangga
a.     Saling menengok jika ada yang sakit
b.    Melayat jika ada yang meniggal
c.     Saling menyimpan rahasia
d.    Ikut bergembira jika tetangga kita gembira
e.     Jika kena musibah maka harus saling membantu
f.      Tidak meninggikan bangunan, jika mengganggu
g.    Ketika memasak hendaklah diperbanyak kuahnya
Dalam kata lain bahwa betetangga itu itu wajib hukumnya, saling mengasihi, menyayangi, dan saling ulur tangan.


e.      Pendapat Para Ulama

a.       Menurut Imam Syafi’i, yang dimaksud dengan tetangga adalah 40 rumah di samping kiri, kanan, depan dan belakang. Mau tidak mau, setiap hari kita bertemu dengan mereka, baik hanya sekedar melempar semyuman, lambaian tangan, salam atau ngobrol di antara pagar rumah dan sebagaimya
b.      Dr Yusuf Qafdhawi menyebutkan, “seorang tetangga memitikt peran sentral dalam memetihara harta dan kehormatan warga sekitarnya” Dengan demikian seorang mukmin pada hakikatnya merupakan penjaga yang harus bertanggung jawab terhadap keselamatan seluruh milik tetangganya Bahkan, seorang tidak dikatakan beriman jika dia tidak bisa memberi rasa aman pada tetangganya.
c.       Kalimat “hendaklah ia memuliakan tetangganya…….., maka hendaklah ia memuliakan tamunya” , menyatakan adanya hak tetangga dan tamu, keharusan berlaku baik kepada mereka dan menjauhi perilaku yang tidak baik terhadap mereka. Allah telah menetapkan di dalam Al Qur’an keharusan berbuat baik kepada tetangga.
3.      MENYANTUNI  KAUM DHU’AFA.
a.      Hadist yang menerangkan
عَنْ أَبىِ مُوسَى قَالَ: كاَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ إِذَا اَتَاهُ طَالِبٌ حَاجَةٍ اَقْبَلَ عَلَى جُلَسَائِهِ فَقَالَ: إِشْفَعُوْا فَلْتُؤْ جَرُوا ، وَلْيَقْضِ اللهُ عَلىَ لِسَانِهِ نَبِيِّهِ مَااَحَبَّ.
Dari abu musa ra katanya: apabila orang minta-minta datang kepada Nabi saw. beliau menghadap kepada orang-orang yang duduk beserta beliau. Lalu beliau bersabda : tolonglah mereka, niscaya  tuan-tuan akan mendapatkan pahala, dan semoga melalui ucapan Nabi-Nya terkabullah apa yang diinginkannya. HR. Bukhori 2254.
b.      Pemahaman secara Tekstual
Hadist diatas memang terasa sedikit menerangkan, tapi sangat luas sekali pemahamannya karena Nabi Muhammad menyuruh kita untuk menolong orang tidak punya.
c.       Pemahaman secara Kontekstual
Tolong menolonglah antar sesama manusia karena dalam tolong menolong itu ada pahalanya, dan nabinyapun bisa menjadi lantaran atau wasilah untuk mendapatkan pahala tersebut.
d.      Istimbat Hukum 
Telah kita lihat dalam kehidupan sehari-hari kita, ketimpangan-ketimpangan yang menggugah hati mulai dari ketimpangan spiritual, moral, kehidupan social, perekonomian, kebudayaan dan masih banyk lagi. Tapi disini kami hanya akan membahas tentang pentingnya peran kita untuk para du’afa, yang mana kehidupan socialnya kurang diperhatikan, karena para du’afa adalah asset yang paling besar jika kita mau untuk berfikir, mengapa karena didasarkan pada kenyataan, seorang duafa itu lebih cepat masuk syurga, karena harta yang dihisab tidak ada, dan doanya pun cepat terkabulkan. Maka dengan menyantuni para du’afa kita akan menunai derajat yang mulia disisi Allah swt.
Posisi du’afalah yang cocok menjadi ladang kita untuk mencari keridlaan Allah, tanpa du’afa dunia ini akan kiamat, kenapa? Karena kalau semua orang itu kaya, siapa yang akan saling kasih mengkasihi.Sudah dijelaskan tadi, bahwa du’afa adalah aset yang paling bagus untuk mencari keridlaanNya. Terhadap orang-orang yang lebih tinggi daripada kita baik dhohir maupun batin harus kita hormati, begitulah seharusnya sebagai umat yang beradab, hidup rukun saling harga-menghargai;
Terhadap sesama yang sederajat dengan kita dalam segala-galanya, jangan sampai terjadi persengketaan, sebaliknya harus bersikap rendah hati, bergotong royong dalam melaksanakan perintah Agama maupun Negara, jangan sampai terjadi perselisihan dan persengketaan, kalau-kalau kita terkena firman-Nya: "'Adzabun Alim", yang berarti duka nestapa untuk selama-lamanya dari Dunia sampai Akhirat (badan payah, hati susah);
Terhadap orang-orang yang keadaannya dibawah kita, janganlah hendak menghinakannya atau berbuat tidak senonoh, bersifat angkuh. Sebaliknya harus belas kasihan dengan kesadaran, agar mereka merasa senang dan gembira hatinya, jangan sampai merasa takut dan liar, bagaikan tersayat hatinya, sebaliknya harus dituntun dibimbing dengan nasehat yang lemah lembut yang akan memberi keinsyafan dalam menginjak jalan kebajikan;
Terhadap fakir-miskin, harus kasih sayang, ramah-tamah serta bermanis budi, bersikap murah tangan, mencerminkan bahwa hati kita sadar. Coba rasakan diri kita pribadi, betapa pedihnya jika dalam keadaan kekurangan, oleh karena itu janganlah acuh tak acuh, hanya diri sendirilah yang senang, karena mereka jadi fakir miskin itu bukannya kehendak sendiri, namun itulah kodrat Tuhan.


PENUTUP

1.      Kesimpulan.
Demikianlah, sesungguhnya dalam islam itu tertata dengan rapi, dan sangat lembut untuk menuju kehidupan yang lebih harmonis kepada semua insan tanpa ada pilih kasih, dan sesungguhnya sikap manusia yang penuh kesadaran meskipun kepada orang asing karena mereka itu masih keturunan Nabi Adam As. Mengingat ayat 70 Surat al-Isra yang artinya: "Sangat Kami muliakan keturunan Nabi Adam dan Kami sebarkan segala yang berada didarat dan lautan, juga Kami mengutamakan mereka lebih utama dari mahluk lainnya". Kesimpulan dari ayat ini bahwa kita sekalian seharusnya saling harga menghargai, jangan timbul kekecewaan, mengingat surat al Maidah yang artinya: "Hendaklah tolong menolong dengan sesama dan dalam melaksanakan kebajikan dan ketakwaan dengan sungguh-sungguh terhadap Agama maupun Negara, sebaliknya jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan terhadap perintah Agama maupun Negara".
      Jadi semakin jelas bahwa kita sebagaimana model interaksi yang ideal antar kita dengan orang yang lebih tinggi dari kita, dengan sesama dalam arti yang sederajat dalam segalanya, dengan orang yang ada dibawah kita dan dengan fakir miskin. Dan islam juga menjelaskan bahwa kedamaian lahir bathin akan terwujud ditengah-tengah masyarakat manakala masing-masing individu berpegang teguh terhadap etika sosial. karena ada dalil “ sesungguhnya sesuatu itu tergantung pada niatnya” dan “ perintah kepada sesuatu, berarti melarang pada sesuatu”. Jadi kami menyimpulkan bahwa hukum untuk Menghormati tamu dan tetangga Serta menyantuni kaum dhu’afa itu tergantung pada individu masing-masing.
Adapun menurut hemat kami ada beberapa hukum sebagai berikut:
1.      Wajib, jika perbuatan tersebut tidak membawa kemudharatan kepada kita, tapi sebaliknya akan membawa tatanan hidup yang harmonis dalam khasanah masyarakat yang madani.
2.      Sunah, jika perbuatan tersebut tersebut akan membawa dampak yang sangat positif bagi kelangsungan bermasyarakat.
3.      Mubah, jika perbuatan tersebut tidak berlebih-lebihan, atau dalam kata lain tidak membawa efek yang membahayakan dan kelangsungan bermasyarakat.
4.      Makruh, dalam devinisinya adalah suatu larangan jika ditinggalkan mendapat pahala, dan jika dilakukan tidak mendapatkan siksa. Maka menurut kami, jika perbuatan tersebut tidak membawa akibat yang buruk dan juga tidak membawa mambawa manfaat, maka lakukanlah untuk masalah ini.
5.      Haram, jika Menghormati tamu dan tetangga Serta menyantuni kaum dhu’afa akan membawa kerusakan tatanan kehidupan bermasyarakat serta social, maka hindarilah untuk Menghormati tamu dan tetangga Serta menyantuni kaum dhu’afa tersebut. Waallahu a’lam.
2.      SARAN
Dalam sebuah hadist dijelaskan: "Bukanlah dari golonganku orang yang tidak sayang kepada yang ada dibawahnya dan tidak menaruh hormat kepada orang yang ada diatasnya". Lebih dari itu, kami juga membuat patokan bagaimana seharusnya sikap kita dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dengan orang asing, baik yang seagama dengan kita maupun yang tidak seagama. Kita harus tetap saling hormat menghormati, harga menghargai Tepo Seliro.
Menyangkut Hubungan dengan Non Muslim lebih jelas lagi, kami menegaskan seperti berikut: "Adapun soal keagamaan, itu terserah agamanya masing-masing, mengingat surat Al Kafirun ayat 6: 'Agamamu untuk kamu, Agamaku untuk ku', maksudnya jangan terjadi perselisihan, wajiblah kita hidup rukun dan damai, saling harga menghargai, tapi janganlah ikut campur". Jadi kami menggaris bawahi adanya toleransi beragama, sejauh tidak melanggar etika teologis. Jangan karena alasan toleransi, keyakinan di korbankan.
Oleh karena itu, dalam urusan agama janganlah kita ikut-ikutan, tetapi dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, ekonomi maupun politik, kita menyatu secara damai dan toleran. Selanjutnya tambahan lain menjelaskan, "Cobalah renungkan pepatah leluhur kita: hendaklah kita bersikap budiman, tertib dan damai, andaikan tidak demikian, pasti sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna, karena yang menyebabkan penderitaan diri pribadi itu adalah akibat dari perbuatan diri sendiri". Pernyataan diatas, disamping mengandung ajaran moral dan akhlak, mengandung pula ajaran teologi. Ketika seseorang dituntut untuk bersikap dan berprilaku terhadap fakir miskin, maka ia harus bersikap jabbariyah. Akan tetapi, ketika melihat kenyataan kehancuran sekelompok manusia yang tidak bersyukur, ada tuntutan untuk bersikap khodariyah. Kehancuran dan kehinaan manusia karena ulahnya sendiri, bukan kehendak Allah.
Terahir kami menyatakan: "Oleh karena demikian, hendaklah segenap Mahasiswa bertindak teliti dalam segala jalan yang ditempuh, guna kebaikan lahir dan batin dunia maupun akhirat, supaya hati tentram. jasad aman, jangan sekali-kali timbul persengketaan, tidak lain tujuannya: Budi utama jasmani sempurna. Tidak lain amalan kita, yaitu saling mengasihi diantara sesama makhluk Allah, jadi amalkan sebaik-baiknya guna mencapai kebajikan, menjauhi segala kejahatan lahir batin yang bertalian dengan jasmani maupun rohani, yang selalu diselimuti bujukan nafsu, digoda oleh perdaya syetan".
Demikianlah apa yang bisa kami sampaikan semoga saran dan kritik teman-teman Mahasiswa dapat menjadi penopang hidup kita menjadi yang lebih baik, dan selalu mendapatkan ridlo dari Allah swt. Aamiin aamiin.

Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top