Rabu, 11 Desember 2013

PROFIL SINGKAT KH. SYAIROZI PENDIRI PP. RAUDLATUL ULUM KENCONG

MASJID SIROJUDDIN
SIMBAH KH. SYAIROZI
 Simbah KH. Syairozi adalah putra dari mBah H. Syukur dan menantu dari mBah Rajuddin, kedua-duanya, baik orang tua maupun mertua berdomisili di Desa Jombangan Tertek Pare, menurut cerita yang diyakini kebenarannya bahwa ” mBah H. Syukur itu berasal dari Termas Pacitan saudara kandung dari KH. Abdulloh, orang tua dari Syaikh Mahfudh at-Tarmasiy yang selanjutnya mukim di tanah Makkah al-Mukarromah, melihat sejarah tersebut berarti simbah KH. Syairozi itu saudara sepupu dengan Syaikh Mahfudh at-Tarmasiy.


Pada masa remajanya simbah KH. Syairozi mondok di Kajen Malang, pada saat mengaji di Kajen beliau pernah melakukan tirakatan dengan cara ; selama enam bulan beliau tidak makan apa-apa kecuali makan buah pace yang sudah matang. Dan pernah melakukan ibadah I’tikaf dan beliau bisa mendapatkan Lailatul Qodar.
Sehari-hari mBah KH. Syairozi hanya disibukkan dengan membaca dan mengajarkan al-Qur’an serta mengajarkan kitab-kitab, beliau membaca al-Qur’an mulai jam delapan pagi sampai masuk waktu dhuhur.
Setelah mBah KH. Syairozi menikah, beliau punya keinginan membangun sebuah rumah seperti layaknya pasangan suami istri yang lain, namun karena keterbatasan kemampuan, keinginan tersebut belum bisa diwujudkan, dan kebetulan beliau punya seorang kenalan bernama Syuhada’ yang rumahnya di Kencong, dia menawarkan tanah sawah dan tanah pekarangan miliknya seluas 4 bahu untuk dibeli oleh mBah KH. Syairozi,         
Sakjane aku kepingin tuku sawah utowo pekarangan, nanging ora duwe opo-opo ”,
Kemudian Pak Syuhada’ menimpali : ”Sawahku rong bahu sewakno menyang pabrik!, kapan wis oleh duwik, wehno nang aku kanggo bayar sawah lan pekarangan kuwi !”.
Setelah mBah KH. Syairozi menerima pembayaran sewa sawah dari pabrik, kemudian beliau bayarkan uang tersebut kepada Pak Syuhada’ dan selang beberapa waktu mBah KH. Syairozi amat terpukul jiwanya, karena mBah H. Syukur pulang ke haribaan Alloh Ta’ala. Setelah wafatnya orang tua, mBah KH. Syairozi mengajak musyawarah keluarga segenap ahli waris dari mBah H. Syukur ” Dulur-dulur kabeh !, iki aku ora njaluk warisan, mung yen sedulur kabeh setuju, aku kate nyilih sawahe sedulur kabeh tak sewakno,  perlune kanggo bayar sawah lan pekarangan ning Kencong ”, “kapan mung ngono wae hiyo oleh”, jawab para ahli waris.
Setelah pembayaran sawah dan pekarangan di Kencong lunas, kemudian mBah KH. Syairozi mengajak kepada istrinya untuk boyongan pindah ke Desa Kencong, sang istri tercinta pada awalnya tidak mau pindah, karena khawatir di Kencong tidak ada aliran sungai, setelah diberi penjelasan bahwa disebelah timur tanah pekarangan tersebut ada sebuah sungai, dan di pekarangan tersebut sudah ada rumah kecil dan sebuah Musholla, maka sang istri pun mau diajak pindah ke sana.
Tidak lama mBah KH. Syairozi dan istrinya menempati rumah di Desa Kencong, beliau punya keinginan membangun sebuah masjid sebagai ganti langgar tua yang sudah ada sejak sebelum beliau beli dari Pak Syuhada’ Kencong. Disamping mendirikan sebuah masjid beliau juga punya keinginan membangun sebuah pondok, keinginan beliau tersebut sempat didengar oleh saudara-saudaranya, oleh karena itu mereka sepakat untuk memindah rumah mBah H. Syukur Jombangan untuk dijadikan pondok di Kencong.
Rumah peninggalan mBah H. Syakur akhirnya dipindah ke Kencong dan didirikan di sebelah timur jalan, tepatnya sebelah timur pohon Sawo, kemudian pada waktu yang lain bangunan itu dipindah ke arah barat, di dekatnya masjid, tepatnya di sebelah selatan masjid, yang dikenal dengan pondok Umum. Yang akhirnya karena perkembangan pembangunan, maka pada bulan Robi’ul Awwal tahun 1411 H, dipindah lagi di lokasi yang saat ini menjadi kamar Masakini  sebelah barat sungai.
 
Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top