Sabtu, 15 Maret 2014

TOKOH-TOKOH SUFI DAN AJARAN - AJARANNYA

Banyak  orang sufi yang ternama dalam Islam, disamping berkembangnya tasawuf dari abad kea bad juga muncul dari berbagai Negara yang dominasi masyarakatnya Islam. Dalam diktat ini hanya diambil beberapa tokoh saja, diantaranya :
A. Ibnu ‘Araby
            Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Abu Bakar Muhyiddin ibnu ‘Araby Al-Hatimi At-tahi. Lahir di Mercia (Andalusia) 17 Ramadhan 560 H. (28 Juli 1165 M) dan meninggal di Damaskus tahun 1240 M.[1]
            Bila orang membicarakan filsafat, nama Ibnu ‘Araby termasuk, dan didalam daftar sufispun beliau populasir. Dalam teorinya di bidang tasawuf, yaitu:
1. Wihdatul Wujud
            Dia telah menegakkan fahamnya dengan berdasarkan renungan filsafat dan dzauq tasawuf. Baginya wujud itu hanya satu, wujud makhluk adalah ‘ain wujudnya khaliq, dan wujud alam adalah ‘ain wujudnya Allah, Allah adalah hakikat alam. Tak ada perbedaan antara makhlukdankhaliq, perbedaqan itu hanya rupa dan ragam dari hakikat yang Esa. Oleh karena Tuhan dan lam merupakandua sisi atau wajah dari satu hakikat, yakni dari segi lahir disebut alat dan dari segi batin atau hakikat disebut Tuhan.
2. Al – Haqiqatul Muhammadiyah
            Allah adalah wujud yang mutlak, maka Nur (Allah) itu sebagian hakikat Muhammadiyah, dan itulah sebagai kenyataan yang pertama dalam Uluhiyah. Dari situ terjadilah segala alam, seperti alam Jabarut, alam Malakut, alam Ajsam, alam Arwah. Haqiqatul Muhammadiyah merupakan sumber yang qadim, melimpahkan Nurnya secara komplit dengan ilmu dan amal kepada para Nabi dan Auliya’ dan semua insane yang kamil. Nur Muhammad itu qadim, sebab ia sebagian dari yang satu, yang tunggal. Nur Muhammad tetap ada biarpun tubuhnya telah wafat, sebab ia adalah sebagian dari Tuhan.
3. Kesatuan Agama
            Akibat dari kedua teori di atas, timbullah teori kasatuan agama, bahwa yang disembah oleh semua penganut adalah Dia (Allah) yang maha Esa. Adapun berhala, ka’bah dan sebagainya hanyalah sekedar lambang. Biarpun tak ada lambang yang berbentuk, apabila Allah yang disembah, maka ibadah itu adalah sah.[2]
B. Ibnu Taimiyah
            Taqiuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah. Lahir di Harran pada senin tanggal 10 Rabiul Awal 661 H (22 Januari 1263 M), dan meninggal di Damaskus pada tahun 726 H (1328 M).
            Adapun ajaran Ibnu Taimiyah lain dengan ajaran Ibnu ‘Araby. Beliau penentangberat dari ajaran Ibnu ‘Araby dalam paham Ahli Wihdah, Ahli Hulul dan Ahli Ittihat.
            Ajaran – ajarannya, antara lain :
  1. Hubungan makhluk dengan khaliq adalah langsung tanpa perantara, tidak boleh memakai perantara atau wasilah.
  2. Perhubungan langsung itu berpedoman pada petunjuk Rasulullah saw. Dengan lengkap, tak boleh berlebih atau berkurang, karena akan meninggalkan derajat iman.
  3. Muhammad adalah hamba Allah dan pesuruh Allah dan barang siapa yang memakai cara hidup seperti yang digariskan beliau, dapat menjadi waliyullah.
Disini bahwa Ibnu Taimiyah berusaha mengembalikan umat kepada keaslihan ajaran Nabi Muhammad saw. Mengenblikan tasawuf ke pangkal tauhid.[3]
C. Hasan Basri
            Beliau adalah seorang zahid yang amat masyhur dalam kalangan tabi’in. lahir pada tahun 21-110 H. beliau juga yang pertama kali membicarkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha mensucikan jiwa di masjid Bashrah. Segala ajarannya tentang kerohanian yang senantiasa diukur dengan sunnah-sunnah Nabi.[4]
            Pandangan tasawufnya senantiasa bersedih hati dan takut, sehingga membawa kepada pendirian beliau untuk zuhud, menolak akan kemegahan, semata menuju kepada Allah, tawakkal, antara takut dan mengharap tidak pernah terpisah. Dan rupanya pendirian hidup Hasan Basri itu dijadikan pedoman oleh seluruh ahli tasawuf.
            Terkutip ajaran-ajaran beliau sebagai berikut :
  1. Perasaan takutmu sehingga bertemu demgam hati yang tenteram, lebih baik dari pada perasaan tenterammu yang kemudian menimbulkan takut.
  2. Dunia adalah negeritempat beramal. Barang siapa yang bertemu dunia dalam rasa benci kepadanya dan zuhud, maka akan berbahagialah dia dan beroleh faedah.
  3. Tentang tafakkur. Tafakkur membawa kita kapada kebaikan dan berusaha mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat, kenudian meninggalkannya.
  4. Orang yang beriman adalah orang yang telah berduka cita pagi dan sore, karena dia hidup di antara dua ketakutan (akan dosa yang lampau dan balasan yang akan menimpanya).[5]
D. Al – Ghazali
            Nama besarnay Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al- Imam Al-Jahl, Abu AHmid Ath Thusi Al-Ghazali. Populair dengan gelar Hujjatul Islam, karena banyak pembelaannya kepada keislaman. Beliau lahir di Thusia pada tahun 450-505 H (1058-1111 M.).[6]
            Al-Ghazali berhasil membela kemurnian Islam dari dua serangan :
-          Pertama, serangan dari dunia filsafat yang menjadikan ilmu tentang ketuhanan berupa pengetahuan ahli semta-mata yang membingungkan umat Islam.
-          Kedua, mengembalikan tasawuf sesuai dengan syari’at Islam yang sebelumnya telah keterlaluan dan membahayakan amal syari’at Islam.
Perhatian Al-Ghazali banyak dicurahkan di bidang akhlak sopan santun yang tercakup dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, yang isinya terbagi menjadi 4 jilid:
  1. Bagian Ibadah             : Tentang rahasia beribadah
  2. Bagian Adab               : Tentang sopan santun
  3. Bagian Kejahatan        : Tentang penyakit-penyakit dan keburukan dunia serta cara  membersihkan hati.
  4. Bagian Pujaan             : Tentang Syukur dan cinta.
Al-Ghazali mencapai kesufiannya berawal dari perasaan syak yang timbul dari ilmu kalam (teologi), mengapa terjadi perbedaan atau pertentangan pendapat ? Beliau harus berfikir mana yang benar, sehingga kemudian masuklah sebagai filosof islam (mempelajari ilmu filsafat) sebagai halnya dalam ilmu kalam, dalam filsafat Al-Ghazali juga menjumpai argumen-argumen yang tidak kuat. Akhirnya dalam tasawuflah ia memperoleh raga syak yang lama mengganggu dirinya.[7]
Dengan demikian satu-satunya pengetahuan yang menimbulkan kenyakinan akan kebenarannya bagi Al-Ghazali adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari Tuhan dengan Tasawuf. Beliau menolak ajaran-ajarannya Ibnu ‘Araby juga Al Hallaj tentang (Hulul atau Wihdatul Wujud). Kemudian memurnikan kembali pada tauhid yang benar, yang berpangkal pada sunnah Rasul saw.
Tasawuf Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah terdapat sedikit perbedaan, yang mana Ibnu TAimiyah dalam zuhudnya masih mau ikut dalam berperang demi keberadaan masyarakat Islam. Akan tetapi sebaliknya, beliau hanya mementingkan dirinya sendiri, mencari keselamatan sendiri, tanpa memperdulikan keadaan dunia masyarakat.
Adapun ajaran-ajaran Al-Ghazali antara lain :
  1. Dengan ilmu klam saya dapat mengatakan bahwa Allah itu ada, tetapi adanya Allah itu tiada saya rasa.
  2. Allah itu hendaknya terasa bukan terpikir.
  3. Dalami dahulu benar-benar rasa tauhid atas dasar LAA ILAA HA ILLALLAH menurut  Al-Qur’an dan hadits, bilamana tidak, engkau akan sesat dalam Whdatul Wujud.
  4. Dengan tauhid menimbulkan iman, dengan taat menjalankan syari’at terlihatlah cinta Allah dan Rasul. Maka siapa yang tidak bertauhid, dia tidak beriman.
  5. Jangan perdulikan keadaan dunia, terimalah takdir Allah dengan sabar dan tahankanlah penderitaan, kedhaliman raja-raja, karena itu adalah cobaan.
E. Al-Hallaj
Nama besarnya adalah Abu Wusith Al-Husain bin Manshur Al-Hallaj Muhammad Al-baidhowi. Lahir di Thur, salah satu desa dekat Baida di Persia, pada tahun 244H dan meninggal tahun 309 H. dan merupakan salah seorang murid dari Sahl bin Abdullah At Tusturi dan berguru pula pada Amar Al-Makki dan Al-Juanaid.[8]
Al-Hallaj hidup di zaman pemerintahan khalifah Al-Maktadirbillah. Dan ia kawin dengana nak Abu Ya’kub Al-Aqtha’. Pernah dua kali ia ditahan polisi kerjaan Abbasiyah dan atas perintah perdana menteri Ibnu Isa dalam tahun 913 H. Al-Hallaj dipenjara selam 8 tahun.
Ajaran-ajarannya banyak dilukiskan berupa puisi atau terkandung prosa. Adapun sari teorinya adalah tentang: Hulul, An Nurul Muhammad dan perdamaian seluruh Agama. Dan isinya tidak berbeda denagn teori Ibnu ‘Araby yaitu :
1. Al-Hulul
            Yaitu bersatunya Al-Khaliq dengan makhluk, menjelmalah Tuhan kepada dirinya apabila seseorang bersih batinnya dan senantiasa hidup dalam kehidupan batiniyah maka pada mulanya ia muslim, lalu mukmin, lalu shaleh dan yang terakhir muqarrab pada Allah setelah ia sampai pada Hulul.
2. An-Nurul Muhammadiyah
            Cinta kepada Allah adalah sebagai cinta yang pertama dan cinta kepada Muhammad sebagai cinta kedua, sebab Muhammad adalah penjelmaan yang Esa, Dialah yang batin dalam hakikat dan lahir dalam ma’rifat. Jadi Muhammad sendiri sebagai Abdullah dan Aminah serta sebagai Nur yang terlimpah, Allah memancarkan diri-Nya kepada sesuatu yang dinamai Muhammad.
3. Perdamaian Seluruh Agama
            Agama islam menuju pada Allah. Jadi antara agama yang satu dengan yang lain tak ada bedanya, hanya perbedaan jalan saja dan itu merupakan taqdir Allah tak perlu diperselisihkan, maksud dan tujuannyapun sama, yeitu kembali pada Allah.
           
            Akibat dari ajaran-ajaran tersebut, beliau dihukum pancung oleh pemerintah, karena dianggap membahayakan dan merupakan ajaran yang sesat.[9]
 
  Oleh : KH. Kharisudin Aqib, M. Ag
[1] Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemikirannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hlm. 138.
[2] Ibid, hlm. 142.
[3] Ibid, hlm. 215.
[4] Ibid, hlm. 70.
[5] Ibid, hlm. 71.
[6] Hussein  Bahreisy, Ajaran-Ajaran Akhlak Imam Al-Ghazali, Al-Ikhlas, Surabaya, 1981, hlm. 11.
[7] Ibid, hlm. 12
[8] Hamka, op. cit. hlm.108.
[9] Ibid, hlm. 109.
sumber: Metafisika
Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top