Kondisi seseorang yang telah dirasuki bisikan setan ada tiga
macam. Pertama, ada yang langsung terpengaruh dan mengikuti apa-apa yang
dibisikkan setan, terlebih apa yang dilakukannya sesuatu yang baik. Orang yang
seperti ini adalah orang yang sama sekali tidak memiliki sifat-sifat di atas. Kedua,
ada yang mampu melawannya sehingga bisikan itu tidak melekat pada hatinya, melakukan
suatu kebaikan kosong dari bisikan setan. Inilah orang yang sudah mencapai pada
maqam sifat-sifat di atas. Ketiga, ada yang tak mampu melawannya, sehingga
setiap melakukan kebaikan selalu saja terselip bisikan setan. Karena dia tak
bisa menghilangkan bisikan setan tersebut, akhirnya dia menghindar dengan tidak
melakukan kebaikan itu, karena khawatir kebaikannya terdorong oleh bisikan
setan.
Orang yang termasuk macam ketiga tersebut, yang sering kali
tidak mau melakukan kebaikan. Semisal, ketika ditawarkan menjadi penceramah, imam
shalat, berkerya, dan seterusnya, dia akan enggan karena dia takut tidak bisa menjaga
hatinya sesuai sifat-sifat di atas. Akibatnya, banyak kebaikan yang sebenarnya
bisa dia lakukan dan dibagikan kepada banyak orang, akhirnya hanya menjadi menu
santapan yang ditelan oleh bisikan setan, yang dianggap itulah pilihan yang
tepat.
Jangan-jangan bisikan setan yang terdengar itu merupakan
ujian untuk melakukan kebaikan. Bisa saja bisikan itu untuk mengukur keyakinan
hati pada kebaikan, atau sengaja setan membisikkan rayuannya untuk membuat
kebimbangan antara melakukan atau tidak. Jika hatinya tidak memiliki keyakinan
yang kuat, dia akan bimbang dan pada akhirnya setan yang menang, dia pun tidak
mau melakukannya, karena merasa apa yang akan dilakukan dipenuhi oleh bisikan
setan.
Begitulah jika seorang hamba yang belum sampai pada maqam
sifat-sifat di atas. Dia belum pantas bersikap seperti orang-orang yang sudah
meraih maqam tersebut, tapi dia memaksakan diri. Akibatnya, dia selalu kalah
dengan bisikan setan dan ujung-ujuangnya dia hanya memiliki angan-angan tentang
kebaikan, tidak pernah mewujudkannya.
Dalam melakukan kebaikan sebanarnya ada tahapan-tahapan yang
harus ditempuh. Tahapan-tahapan ini sebagai proses untuk menuju kemurnian hati
dari bisikan setan. Tahapan yang paling rendah adalah melakukan sesuatu
kebaikan masih secara penuh didorong oleh bisikan setan dan sering kali lebih
cenderung melakukan keburukan. Tahapan yang standart adalah melakukan kebaikan
masih sering kali terselip bisikan setan. Tahapan yang paling tinggi adalah
melakukan kebaikan lepas dari bisikan setan.
Dari tahapan-tahapan di atas menunjukkan bahwa merupakan
kewajaran jika ada hamba melakukan kebaikan masih terdorong oleh bisikan setan.
Jadi, lakukan dan lanjutkanlah segala seuatu kebaikan. Tidak perlu
mempertimbangkan bisikan setan yang membuat perasaan bimbang antara bertindak
atau tidak. Jangan sampai kebaikan hanya menjadi bayangan karena dirasuki oleh
bisikan setan.
Semuanya butuh proses, tak terkecuali dalam melakukan
kebaikan. Sekarang mungkin apa-apa yang dilakukan masih terdorong oleh bisikan
setan, suatu saat pasti bisikan itu akan hilang seiring usaha yang dilakukan, serta
upaya keistigamahan yang maksimal. Jika
bisikan setan tetap lantang, akal-akali saja. Artinya, ikuti bisikan setan
tersebut dengan cara seolah melakukan kebaikan karena setan.
Contoh, ketika hendak menjadi imam shalat, kadang ingin
dipuji karena bacaannya bagus. Ketika sadar ini adalah bisikan setan, spontan
tidak mau atau enggan menjadi imam karena takut riya’ dan takabbur. Jika ini
terjadi, biarkan saja bisikan setan lantang di hati. Jika mau, tanggapi
bisisikan itu dengan mengatakan, “Ya, aku melakukan ini karenamu. Terus, kamu
mau apa?”. Jika seumpama tidak begini caranya maka seterusnya akan terpenjera
oleh bisikan setan. Jadi, wajar pada awalnya bisikan setan merasuk kuat di dalam
hati. Inilah proses
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar