Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Muhammad Syafi’I
Antonio, Hal. 55:
Alasan Pembenaran Pengambilan Riba
Sekalipun
ayat-ayat dan hadis riba sudah sangat jelas dan sharih, masih saja ada
beberapa cendekiawan yang mencoba untuk memberikan pembenaran atas pengambilan
bunga uang. Diantaranya karena alasan berikut:
1. Dalam keadaan darurat, bunga halal hukumnya.
2. Hanya bunga yang berlipat ganda saja dilarang, sedangkan
suku bunga yang “wajar” dan tidak menzalimi, diperkenankan.
3. Bank, sebagai lembaga, tidak masuk dalam kategori mukallaf.
Dengan demikian, tidak terkena khitab ayat-ayat dan hadits riba.
1.
Darurat:
Untuk memahami Pengertian darurat, kita
seharusnya melakukan pembahasan yang komprehensif tentang pengertian darurat
seperti yang dinyatakan oleh syara’ (Allah dan Rasul-Nya) bukan pengertian
sehari-hari terhadap istilah ini.
·
Imam Suyuti dalam bukunya, al-Asybah
wan-Nadzair (الأشباه والنظائر), menegaskan bahwa “darurat adalah suatu keadaan emergency
di mana jika seseorang tidak segera melakukan sesuatu tindakan dengan cepat,
akan membawanya ke jurang kehancuran atau kematian.
·
Dalam literatur klasik, keadaan emergency
ini sering dicontohkan dengan seorang yang tersesat di hutan dan tidak ada
makanan lain kecuali daging babi yang diharamkan. Dalam keadaan darurat
demikian Allah menghalalkan dua batasan.
·
...فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا
إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (173)
“…Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya), sedang dia
(1) tidak menginginkan dan (2) tidak (pula) melampaui batasm maka tidak ada
dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Baqarah:
173)
Pembatasan yang pasti terhadap pengambilan dispensasi
darurat ini harus sesuai dengan metodologi ushul fiqh, terutama
penerapan al-qawaid al-fiqhiyah seputar kadar darurat.
Sesuai
dengan ayat di atas, para ulama merumuskan kaidah, “الضرورات
تقدر بقدرها” “Darurat
itu harus dibatasi sesuai kadarnya.”
Artinya,
darurat itu ada masa berlakunya serta ada batasan ukuran dan kadarnya. Contohnya,
seandainya di hutan ada sapi atau ayam, dispensasi untuk memakan daging babi
menjadi hilang. Demikian juga seandainya untuk mempertahankan hidup cukup
dengan tiga suap, tidak boleh melampaui batas hingga tujuh atau sepuluh suap,
apalagi jika dibawa pulang dan dibagi-bagikan kepada tetangga.
8. Ahkam al-Fuqaha’ (Keputusan
Mu’tamar Nahdlatul Ulama) dalam Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Soal
no. 28, 204, 316 dan 395; Hal. 28, 197, 338, dan 473:
Soal 28: Menerima Gadai dengan
Mengambil Manfaatnya: - Sampai pada kata –
Jawaban: Dalam Masalah ini
terdapat tiga pendapat dari para ahli hukum (ulama):
a. Haram: sebab termasuk hutang yang dipungut manfaatnya (rente)
b. Halal: sebab tidak ada syarat pada waktu akad, sebab menurut
ahli hukum yang terkenal, bahwa adat yang berlaku itu tidak termasuk syarat.
c. Syubhat: (tidak tentu jelas halal haramnya) sebab para ahli
hukum berselisih pendapat.
Adapun Muktamar memutuskan,
bahwa yang lebih berhati-hati ialah pendapat yang pertama (haram).
Soal 204: Menitipkan Uang dalam
Bank: - Sampai pada kata –
Jawaban: Adapun hukumnya bank dan
bunganya, itu sama dengan hukumnya gadai yang telah ditetapkan hukumnya dalam
putusan Muktamar ke 2 nomor 28.
Soal 316: Mendepositokan Uang
dalam Bank: - Sampai pada kata –
Jawaban: Berdasarkan keputusan
Konggres NU ke 12 tahun 1937 soal nomor 204, keputusan Konggres NU ke 2 tahun
1927 soal nomor 28, maka hukum mendepositokan uang kepada bank tersebut ada
tiga pendapat: a. Haram, b. Halal, c. Syubhat. Dan Konggres berpendapat
bahwa yang ahwath (lebih hati-hati/baik adalah pendapat yang pertama (haram)).
Soal 395: Masalah Bank Islam:
1. Para
musyawirin masih berbeda pendapatnya tentang hukum bunga bank konvensional
sebagai berikut:
a. Ada
pendapat yang mempersamakan antara bunga bank dengan riba secara mutlak,
sehingga hukumnya haram.
b. Ada pendapat
yang tidak mempersamakan antara bunga bank dengan riba, sehingga hukumnya
boleh.
c. Ada
pendapat yang mengatakan hukumnya syubhat (tidak identik dengan haram).
Pendapat pertama dengan beberapa
variasi antara lain sebagai berikut:
a. Bunga itu dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga hukumnya
haram.
b. Bunga itu sama dengan riba dan hukumnya haram. Akan tetapi boleh
dipungut sementara sebelum beroperasinya sistem perbankan yang Islami (tanpa
bunga).
c. Bunga itu sama dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi boleh dipungut
sebab adanya kebutuhan yang kuat (hajah rajihah).
Pendapat kedua juga dengan
beberapa variasi antara lain sebagai berikut:
a. Bunga konsumtif sama dengan riba, hukumnya haram, dan bunga produktif
tidak sama dengan riba, hukumnya halal.
b. Bunga yang diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama dengan riba,
hukumnya halal.
c. Bunga yang diterima dari deposito yang dipertaruhkan ke bank hukumnya
boleh.
d. Bunga bank tidak haram, kalau bank itu menetapkan tarif bunganya
terlebih dahulu secara umum.
2. Mengigat warga NU merupakan
potensi terbesar dalam pembangunan nasional dan dalam kehidupan sosial ekonomi,
diperlukan adanya suatu lembaga keuangan sebagai peminjam dan pembina yang
memenuhi persyaratan-persyaratan sesuai dengan keyakinan kehidupan warga NU, maka
dipandang perlu mencari jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai
dengan hukum Islam, yakni bank tanpa bunga dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Sebelum tercapainya cita-cita di atas, hendaknya sistem perbankan yang
dijalankan sekarang ini harus segera diperbaiki.
b. Perlu diatur:
1)
Dalam penghimpunan dana masyarakat dengan
prinsip:
a) Al-Wadi’ah (simpanan) bersyarat atau dhaman, yang
digunakan untuk menerima giro (current account) dan tabungan (saving
account) serta pinjaman dari lembaga keuangan lain yang manganut sistem
yang sama.
b) Al-Mudharabah, Dalam prakteknya, bentuk ini disebut investment
account (deposito berjangka), misalnya 3 bulan, 6 bulan dan sebagainya,
yang pada garis besarnya dapat dinyatakan dalam: 1. General investment
account (GIA). 2. Special investment account (SIA).
2)
Penanaman dana dan kegiatan usaha:
a)
Pada garis besarnya ada 3 kegiatan,
yaitu:
- Pembiayaan proyek.
- Pembiayaan perdagangan perkongsian.
- Pemberian jasa atau dasar upaya melalui usaha patungan, profit
sharing dan sebagainya.
b)
Untuk proyek financing system yang
dapat digunakan antara lain:
1.
Mudharabah muqaradhah
2.
Musyarakah syirkah
3.
Murabahah
4.
Pemberian kredit dengan service change
(bukan bunga)
5.
Ijarah
6.
Bai’uddain, termasuk di dalamnya
bai’ussalam
7.
Al-Qardhul hasan (pinjaman kredit tanpa
bunga, tanpa service change)
8.
Bai’u bitsumanin aajil
c)
Untuk aqriten participation, bank
dapat membuka LC (Letter of Credit) dan pengeluaran surat jaminan. Untuk ini dapat ditempuh
kegiatan atas dasar:
1.
Wakalh
2.
Musyarakah
3.
Murabahah
4.
Ijarah
5.
Sewa-beli
6.
Bai’ussalam
7.
Al-Bai’ul aajil
8.
Kafalah (garansi bank)
9.
Warking capital financing
(pembiayaan modal kerja) melalui purchase order dengan menggunakan
prinsip murabahah.
d)
Untuk jasa-jasa perbankan (banking
service) lainnya, seperti pengiriman dan transfer uang, jual beli valuta
dan penukarannya dan lain-lain, tetap dapat dilaksanakan dengan prinsip tanpa
bunga.
3)
Munas mengamanatkan kepada PBNU agar
membentuk suatu tim pengawas dalam bidang syariah, sehingga dapat menjamin
keseluruhan operasional bank NU tersebut sesuai dengan kaidah-kaidah muamalah
Islam.[1]
4)
Para musyawirin mendukung dan menyetujui
berdirinya bank Islam NU dengan sistem tanpa bunga.
9. Sidang OrganisasiKonferensi Islam (OKI); diambil dari: Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
Muhammad Syafi’I Antonio, Hal. 65.
Semua
peserta Sidang OKI kedua yang berlangsung di
Karachi , Pakistan ,
Desember 1970, telah menyepakati dua hal utama, yaitu sebagai berikut:
a. Praktik bank dengan sistem bunga adalah tidak sesuai dengan syariah
Islam.
b. Perlu segera didirikan bank-bank alternatif yang menjalankan operasinya
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Hasil Kesepakatan inilah yang
melatarbelakangi didirikannya Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development
Bank (IDB).
[1] Ketentuan nomor 3 dan 4 tidak ditemukan di dalam buku Ahkam
al-Fuqaha’. Akan tetapi, ia ada di dalam buku Bank Syariah; M. Syafi’I
Antonio.
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar