jika kita renungi judul makalah
ini maka memang terdengar ringan diucapkan akan tetapi jika memang kita
terapkan maka akan semakin mendalamkan keyakinan kita bahwa al-Qur’an sangat
penting dibaca, dipelajari, digali, dipahami, di jiwai, dan diaktualisasikan
dalam kehidupan nyata. Bagaimana upaya kita membangun generasi pengamal al-Qur’an,
yang menjunjung tinggi al-Qur’an, berpegang teguh kepada al-Qur’an,
cinta
terhadap al-Qur’an dan bangga dengan al-Qur’an. Inilah yang akan menjadi topik
pembahasan kami pada hari ini, yaitu “Membangun Generasi Qurani”. Berlandaskan surat Al Qashas Ayat 26, yakni
:
وَقَالَتْ
إِحْدهُمَا يَأَبَتِ اسْتَئجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَئْجَرْتَ الْقَوِيُّ
اْلأَمِينُ (القصص : 26
“Salah seorang dari kedua orang
wanita itu berkata : Ya bapakku ambillah dia sebagai orang yang bekerja pada
kita, karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
pada kita ialah orang yang kuat lagi dipercaya”
Dipenghujung ayat yang kita simak tadi
terdapat kalimat Alqawiyyul amiin yang artinya kuat nan dipercaya. Dua sifat
ini menyifati sesosok pemuda bernama Musa.Yang pertama Al qawwi, Dalam surat Albaqarah ayat 247
menggambarkan sosok yang kuat dengan yakni memiliki ilmu yang luas dan tubuh
yang perkasa. Kita membutuhkan generasi-generasi seperti ini. Berotak cerdas, berwawasan
luas, dan mau bekerja keras. Maka
pribadi yang berilmu dan memiliki etos kerja akan sanggup membangun dan
menjalankan Syariat Islam tersebut sebagaimana mestinya.
Maka Jika kita jadi pedagang
jauhi penyelewengan dalam pekerjaan. Jika kita jadi wartawan, jauhi mengada-ngada
dalam berita. Jika kita jadi suami atau istri, jauhi berselingkuh diluar rumah,
jika kita jadi pejabat, jauhi korupsi kolusi dan nepotisme. Sikap dan pribadi
inilah yang kita butuhkan untuk membangun generasi qur’ani yang dapat menjadi
pemimpin yang Qawiyyul amiin bagi Indonesia. Aaamiiin.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas
beberapa masalah diantaranya:
1. Pentingnya penerapan alqu’an dalam
kehidupan.
2. Berbagai macam upaya membangun generasi
qur’ani
3. Cara mendidik anak yang tepat supaya
menjadi generasi qur’ani
C. Tujuan
Setelah membaca makalah ini
diharapkan pembaca dapat:
1. Mengetahui Pentingnya penerapan alqu’an
dalam kehidupan.
2. Mentahui Berbagai macam upaya membangun
generasi qur’ani
3. Mengetahui Cara mendidik anak yang tepat
supaya menjadi generasi qur’ani
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Mengenal Generasi Qur’ani
Dakwah Rasulullah SAW, pernah
menghasilkan generasi yang tidak pernah dikenal sebelumnya, yaitu generasi para
Sahabat. Generasi yang memiliki ciri atau karakter tersendiri, dan mempunyai
pengaruh yang luar biasa dalam sejarah Islam. Nampaknya dakwah ini tidak pernah
lagi menghasilan sebuah generasi seperti yang pernah dihasilkan generasi para
Shahabat.
Memang sepanjang sejarah selalu
ada orang-orang besar, yang menghiasi lembaran-lembaran sejarah, tetapi mereka
tidak akan pernah dapat menyamai generasi para Shahabat. Tidak pernah terjadi
sepanjang sejarah, di mana berkumpul sedemikian banyaknya, pada suatu tempat
dan periode, sebagaimana terjadi pada periode dakwah yang pertama, yang
dilaksanakan oleh Rasulullah SAW.
Allah SWT telah menjamin untuk
memerlihara ketinggian dakwah ini, dan mengajarkan bahwa dakwah ini terus
berjalan dengan tidak adanya Rasulullah SAW. Semua ini tak lain merupakan buah
dari dakwah Beliau, yang melaksanakan dakwah selama 23 tahun, lalu Rasulullah
SAW dijemput-Nya, dikekalkan-Nya agama ini sampai akhir zaman. Dakwah terus
berjalan dengan penuh geloranya, karena telah adanya Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang
merupakan warisan kekal, sepanjang zaman dan sejarah manusia.
Mengapa generasi pertama dalam
dakwah ini, mempunyai karakter yang khas, dan tidak akan pernah terjadi lagi
sesudahnya, karena mereka berinteraksi langsung dengan Rasulullah SAW, dan
menerima wahyu (Al-Qur’an), dan mengamalkannya. Mereka mengambil Al-Qur’an
sebagai sumber bagi kehidupannya. Tidak mengambil sumber dari sumber-submer
yang bathil buatan manusia. Seperti digambarkan Rasulullah SAW :
“Sewaktu Aisyah RA, ditanya
tentang budi-pekerti Rasul Shallahu alaihi wa sallam, ia berkata : “Budi
pekertinya adalah Al-Qur’an”.
Al-Qur’an menjadi satu-satunya
sumber bagi kehidupan mereka, menjadi ukuran, dan dan dasar berpikir mereka. Ketika
itu, bukan manusia tidak memiliki peradaban di bidang ilmu pengetahuan dan
peradaban. Bukan. Justru saat itu
peradaban Romawi, ilmu
pengetahuan, dan hukum Romawi, yang sekarang masih menjadi ciri atau ideologi
Eropa. Bahkan terdapat pengaruh peradaban Yunani, yang begitu kuat, di dalam
kehidupan, sumber peradaban materi, yang sekarang terus mengalami dekadensi, yang
menuju kehancurannya.
Mengapa generasi pertama dakwah
ini, membatasi diri, dan tidak mau menerima berbagai peradaban dan pemikiran
yang ada waktu, dan sudah sangat maju? Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, ingin
membentuk sebuah generasi baru, yang dikenal dengan “Generasi Qur’ani”. Mereka
yang benar-benar hidup dibawah naungan Al-Qur’an. Tidak hidup dibawah pengaruh
atau terkontaminasi dengan peradaban Romawi dan Yunani, yang merupakan induk
dari peradaban materialisme. Ada peradaban India, Cina, Romawi, Yunani, Persia,
semuanya mengelilingi jazirah Arab dari Utara dan Selatan. Agama Yahudi dan
Nashrani juga hidup di jazirah Arab, yang melahirkan peradaban dan budaya
paganisme.
Rasulullah SAW membatasi para
Shahabat, yang ingin membentuk sebuah generasi baru, yang akan menjadi suri
tauladan, bagi seluruh umat manusia, sepanjang sejarahnya. Tidak mungkin Islam
akan dapat menjadi sebuah peradaban baru, yang akan membangun kehidupan umat
manusia dengan sebuah minhaj baru, yang akan membebaskan manusia dari segala bentuk
perbudakan yang ada. Rasulullah SAW hanya membatasi para Shahabat dengan Al-Qur’an,
dan nilai-nilai kemuliaan yang ada dalam Al-Qur’an.
Rasulullah SAW dengan rencananya,
khususnya dalam periode ‘formatifnya’ (pembentukan), tidak memberi kesempatan
kepada para Shahabat sedikitpun mereguk nilai-nilai diluar Al-Qur’an. Al-Qur’an
yang Beliau terima dari Malaikat Jibril disampaikan kepada para Shahabat, dan
mereka mengamalkannya dengan penuh keimanan. Karena itu, generasi pertama yang
merupakan bentukan Rasulullah SAW, merupakan generasi paling mulia, generasi
yang merupakan kelompok yang disebut dalam Al-Qur’an sebagai ‘asy-syabiquna
awwalun’ (mereka yang pernah istijabah menerima Al-Qur’an), dan istijabah
terhadap dakwah Rasulullah SAW.
Maka, ketika itu, Rasulullah SAW
marah kepada Umar bin Khatthab, waktu itu melihat Umar di tangannya ada
selembar buku Taurat. Beliau bersabda :
“Demi Allah, seandainya Nabi Musa
hidup di kalangan kamu sekarang ini, ia pasti mengikuti saya”. (HR. al-Hafiz
Abu Ya’ala, dari Hammad, dari as-Syabi dari Jabir)
Generasi para Shahabat yang
mendapatkan tarbiyah langsung dari Rasulullah SAW, sebuah generasi yang unik, dan
betapa mereka menjadi penyebar Islam ke seluruh dunia. Mereka pula di saat
bulan Ramadhan berperang menaklukkan kafir Qurays, dan hanya dalam jumlah 300
Shahabat, melawan seribu pasukan Qurays, dan berhasil menaklukan pusat
peradaban jahiliyah, yaitu Makkah.
Fathul Makkah berlangung di saat
bulan Ramadhan. Jihad para Shahabat yang pertama dalam sejarah yang agung itu, berlangsung
di bulan Ramadhan. Mereka berhasil membersihkan kota Makkah, yang merupakan pusat perdaban
jahiliyah, kemudian menjadi pusat peradaban tauhid, yang hanya menyembah Allah
SWT. Berhala-berhala yang menjadi pusat kesyirikan dibersihkan para Shahabat
yang dipimpin Rasululllah SAW.
Tidak ada lagi kehidupan syirik
yang menjadi ciri kehidupan kaum jahiliyah di sekitar Ka’bah. Kemudian, semuanya
menjadi penyembah tauhid, dan hanya semata-mata menyembah ALLAH SWT. Ini
merupakan bentuk kemenangan dari para generasi Qur’ani, yang dikenal dengan
para Shahabat, dan yang hidup dibawah naungan Al-Qur’an, mendasari kehidupan
dengan Al-Qur’an, dan menjadikan Al-Qur’an sebagai minhajul hayah. Kemenangan
generasi Shahabat melawan kaum jahiliyah Makkah, menandakan adanya era baru
dalam kehidupan ummat manusia, yang sebelumnya dibelenggu peradaban jahiliyah
yang menyembah berhala dan materialisme, dan telah membawa kesesatan bagi
kehidupan manusia di Makkah telah berakhir.
Al-Qur’an telah menciptakan
sebuah kehidupan baru bagi bangsa-bangsa di dunia. Inilah warisan dari generasi
Qur’ani yang langsung dididik oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam, yang
bangkit melawan berbagai bentuk penyimpangan, kesesatan dan kedurhakaan
terhadap Allah Rabbul Alamin .
B. Membentuk Generasi Qur’ani
a. Mengenalkan al-Qur’an sejak dini
Masa kanak-kanak merupakan fase
yang paling subur untuk melakukan pembinaan keilmuan dan pemikiran. Pada masa
ini daya tangkap dan daya serap otak mereka berada pada kemampuan maksimal; dada
mereka lebih longgar dan lebih hapal terhadap apa yang mereka dengar. Abu
Hurairah ra. meriwayatkan secara marfû’, bahwa Rasulullah saw. bersabda (yang
artinya): Siapa yang mempelajari al-Quran ketika masih muda, maka al-Quran itu
akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa yang mempelajarinya ketika
dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan tidak melekat pada dirinya, maka
ia mendapatkan pahala dua kali. (HR al-Baihaqi, ad-Dailami, dan al-Hakim). Agar
para orangtua dapat mengarahkan anak melangkah menuju ilmu, belajar, serta
mencintai ilmu dan ulama, ada beberapa hal penting yang harus ditempuh:
1.
Tanamkan bahwa menuntut ilmu adalah
perintah Allah Swt.
Kecintaan anak kepada Allah, yang
seyogyanya sudah terlebih dulu ditanamkan, akan memunculkan ketaatan pada
perintah-Nya dan takut akan azab-Nya, termasuk dalam menuntut ilmu. Cinta dan
takut kepada Allah akan memunculkan sikap konsisten dalam mencari ilmu tanpa
bosan dan dihinggapi rasa putus asa.
2.
Tanamkan bahwa al-Quran adalah sumber
kebenaran.
Al-Quran sebagai sumber kebenaran
(QS al-Maidah [5]: 48) sejak awal harus disampaikan oleh orangtua kepada anak. Semua
yang benar menurut al-Quran itulah yang harus dan boleh dilakukan. Ini
memerlukan keteladanan orangtua. Dengan begitu, anak akan melihat realisasi al-Quran
sebagai sumber kebenaran dalam setiap perilaku orangtuanya. Begitu pula ketika
menilai suatu keburukan, semuanya dinilai dengan standar al-Quran.
3.
Ajarkan metode belajar yang benar menurut
Islam.
Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani
menjelaskan dalam kitab As-Syakhshiyah al-Islâmiyyah jilid 1, bahwa Islam
mengajarkan metode belajar yang benar, yaitu:
• Mempelajari sesuatu dengan mendalam hingga
dipahami apa yang dipelajari dengan benar.
• Meyakini ilmu yang sedang dipelajari hingga
bisa dijadikan dasar untuk berbuat.
• Sesuatu yang dipelajari bersifat praktis, bukan
sekadar teoretis, hingga dapat menyelesaikan suatu masalah.
Dalam mempelajari alam semesta, misalnya,
dikatakan secara teoretis bahwa bulan mengelilingi bumi. Untuk menjadikannya
sebagai pemahaman yang mendalam haruslah anak diajak melihat fakta bulan, yang
dari hari ke hari berubah bentuk dan besarnya. Dengan demikian, anak pun
menjadi yakin bahwa perubahan tanggal setiap harinya adalah karena peredaran
bulan. Dengan begitu, ia dapat mengetahui bahwa menentukan tanggal satu
Ramadhan, misalnya, adalah dengan melihat bulan.
4.
Memilihkan guru dan sekolah yang baik
bagi anak. Guru adalah cermin yang dilihat oleh anak sehingga akan membekas di
dalam jiwa dan pikiran mereka. Guru adalah sumber pengambilan ilmu. Para
Sahabat dan Salaf ash-Shâlih sangat serius di dalam memilih guru yang baik bagi
anak-anak mereka.
Ibnu Sina dalam kitabnya, As-Siyâsah,
mengatakan, “Seyogyanya seorang anak itu dididik oleh seorang guru yang
mempunyai kecerdasan dan agama, piawai dalam membina akhlak, cakap dalam
mengatur anak, jauh dari sifat ringan tangan dan dengki, dan tidak kasar di hadapan
muridnya.”
Imam Mawardi (dalam Nashîhah al-Mulûk
hlm. 172) menegaskan urgensi memilih guru yang baik dengan mengatakan, “Wajib
bersungguh-sungguh di dalam memilihkan guru dan pendidik bagi anak, seperti
kesungguhan di dalam memilihkan ibu dan ibu susuan baginya, bahkan lebih dari
itu. Seorang anak akan mengambil akhlak, gerak-gerik, adab dan kebiasaan dari
gurunya melebihi yang diambil dari orangtuanya sendiri.”
Begitupun memilihkan sekolah yang
baik yang di dalamnya diajarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama, apalagi
yang merusak akidah anak-anak Muslim. Banyak orangtua memilih sekolah untuk
anaknya sekadar agar anak dapat memperoleh ilmu dan prestasi yang bagus, tetapi
lupa akan perkembangan kekokohan akidah dan akhlaknya.
Namun demikian, tentulah guru
yang paling pertama dan utama adalah orangtuanya, dan sekolah yang paling
pertama dan utama adalah rumah tempat tinggalnya bersama orangtua.
5.
Mengajari anak untuk memuliakan para
ulama. Abu Umamah ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda (yang
artinya): Ada
tiga manusia, tidak ada yang meremehkan mereka kecuali orang munafik. Mereka
adalah orangtua, ulama, dan pemimpin yang adil. (HR ath-Thabrani).
Ulama adalah pewaris para nabi. Memuliakan
dan menghormati mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul dengan
mereka, adalah di antara adab yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak. Memuliakan
ulama menjadikan anak akan memuliakan ilmu yang diterimanya, yang dengannya
Allah menghidupkan hati seseorang. Abu Umamah ra. juga menuturkan bahwa
Rasulullah saw. pernah bersabda (yang artinya): Sesungguhnya Luqman berkata
kepada putranya, “Wahai anakku, engkau harus duduk dekat dengan ulama. Dengarkanlah
perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang
mati dengan cahaya hikmah, sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan
hujan deras.” (HR ath-Thabrani).
6.
Membiasakan seluruh keluarga membaca dan
menghapal ayat-ayat al-Quran dan Hadis Nabi saw. Dalam membina akidah anak, mengajarkan
al-Quran dan Hadis Nabi saw. adalah hal yang utama dalam membentuk mentalitas
anak. Keduanya merupakan sumber untuk menghidupkan ilmu yang akan menyinari dan
menguatkan akal. Para Sahabat ra. sangat
berambisi sekali mengikat anak-anak mereka dengan al-Quran. Anas bin Malik ra.,
setiap kali mengkhatamkan al-Quran, mengumpul-kan istri dan anak-anaknya, lalu
berdoa untuk kebaikan mereka. Pada masa Rasulullah saw. masih hidup, Ibnu Abbas
ra. telah hapal al-Quran pada usia sepuluh tahun. Imam Syafii rahimahullâh
telah hapal al-Quran pada usia tujuh tahun. Imam al-Bukhari mulai menghapal
hadis ketika duduk dibangku madrasah dan mengarang kitab At-Târîkh pada usia 18
tahun.
7.
Membuat perpustakaan rumah, sekalipun
sederhana.
Mempelajari ilmu tak akan lepas
dari kitab ataupun buku-buku sebagai media referensi yang senantiasa akan
memenuhi kebutuhan ilmu. Keberadaan perpustakaan rumah menjadi hal yang sangat
penting untuk mengkondisikan anak-anak seantiasa dekat dengan ilmu dan
bersahabat dengan kitab-kitab ilmu. Imam asy-Syahid Hasan al-Banna dalam
Risâlah-nya, Sarana Paling Efektif dalam Mendidik Generasi Muda dengan
Pendidikan Islam yang Murni, mengatakan, “Adalah sangat penting adanya
perpustakaan di dalam rumah, sekalipun sederhana. Koleksi bukunya dipilihkan
dari buku-buku sejarah Islam, biografi Salafus Shâlih, buku-buku akhlak, hikmah,
kisah perjalanan para ulama ke berbagai negeri, kisah-kisah penaklukan berbagai
negeri, dan semisalnya….”
8.
Mengajak anak menghadiri majelis-majelis
kaum dewasa.
Nabi saw. pernah menceritakan
bahwa beliau ketika masih kecil juga turut menghadiri majelis-majelis kaum
dewasa. Beliau mengatakan:
“Aku biasa menghadiri pertemuan-pertemuan para
pemuka kaum bersama paman-pamanku….” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad
sahih dalam Musnad-nya [2/157] dan oleh Ahmad [1/190]).
Dengan membawa anak-anak ke
majelis orang dewasa, akalnya akan meningkat, jiwanya akan terdidik, semangat
dan kecintaannya kepada ilmu akan semakin kuat. Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb .
b. Mengenal Usia Belajar Anak
Untuk mendapatkan usaha
pembelajaran yang maksimal tentu harus tahu perkembangan Psikologis usia anak
untuk menerima suatu materi, maka dengan melihat usia pendidikan/sekolah anak
dapat disimpulkan :
1) Pendidikan masa kehamilan.
Saat hamil Ibu sudah dapat
melakukan hal-hal yang dapat merangsang janin yang masih dalam keadaan fitrah
tauhid (QS al-A‘raf [7]: 172). Secara praktis, ibu mengkondisikan dirinya yang
sedang mengandung janin agar selalu berada dalam suasana hati, jiwa, dan
pikiran yang dipengaruhi oleh akidah Islam dan keterikatan terhadap syariat
Islam. Di samping membereskan pekerjaan rumah tangga, Ibu hamil harus:
lebih mengoptimalkan pendekatan dirinya
kepada Allah dengan meningkatkan ibadah: shalat, tadarus, berdoa, berzikir, dll;
lebih meningkatkan semangat mempelajari
Islam (dengan cara membaca buku-buku keIslaman ataupun menghadiri majelis ilmu
yang membahas akidah Islam dan memperhatikan halal-haram) sebagai bekal untuk
mendidik anaknya dan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupannya.
mengalirkan semangat memperjuangkan
kemuliaan Islam dan kaum Muslim dengan lebih giat lagi mengikuti kegiatan
keislaman dengan tetap memperhatikan kondisi kesehatannya.
2) Pendidikan usia bayi (0-1 tahun).
Ibu harus merangsang seluruh pancaindera
anak dengan hal-hal yang tidak dilarang oleh Allah, bahkan pelaksanaan perintah-perintah-Nya.
Bayi berkesempatan sebanyak mungkin menyaksikan ibu yang sedang menjalankan
perintah-perintah Allah. Bayi sering
diperdengarkan bahasa Islam termasuk kalimat thayyibah, shalawat, istighfar, doa,
bacaan al-Quran, dll.
3) Pendidikan usia prasekolah.
Anak sudah dapat dilibatkan
secara praktis dalam setiap usaha penanaman nilai-nilai Islam, seperti :
- Mengenalkan Allah melalui ciptaan-Nya dan segala sesuatu Pemberian Allah untuk manusia.
- Menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah dengan menunjukkan sekaligus mengajak anak melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan Allah dalam kehidupannya sehari-hari.
- Membentuk idola para tokoh Islam, terutama para sahabat, sebagai teladan nilai-nilai Islam.
- Menanamkan akhlak Islam.
- Mengenalkan dan membiasakan membaca al-Quran secara bertahap: talqîn, tahfîzh, tadarrus.
- Membiasakan mengucapkan kalimat thayyibah sesuai dengan peristiwa yang dialami anak dalam kehidupan sehari-hari.
- Membaca doa sehari-hari.
- Membiasakan memanfaatkan waktu dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat: bermain yang selektif dalam jenis permainannya, teman bermainnya, waktu, dan tempatnya; menonton TV yang terkendali waktu dan programnya terutama program berita dan pengetahuan untuk menumbuhkan sikap intelektualitasnya dan terbiasa memperhatikan keadaan manusia termasuk kaum Muslim di berbagai negara dalam berbagai peristiwa; membaca buku (dibacakan).
- Memasukkan anak ke TK Islam yang materi pendidikannya lebih banyak keislamannya meliputi doa, hadis, surat-surat pendek, gerakan dan bacaan shalat, kisah-kisah para nabi dan para sahabat, belajar al-Quran dengan metode iqra, lagu-lagu Islami, dll.
- Mengajak anak mengikuti kegiatan keislaman ayah atau ibu setiap ada kesempatan, baik mengikuti maupun mengisi kajian keislaman.
- Mengkondisikan suasana di rumah senantiasa kental warna keislamannya.
- Bapak bisa mengajak anak shalat berjamaah ke masjid atau manakala bepergian jauh selalu mampir ke masjid untuk menumbuh kecintaan anak pada masjid.
4) Pendidikan usia sekolah.
Anak-anak sudah mulai diajarkan
untuk serius dan terencana dalam menjalani kehidupan. Penanaman nilai-nilai
Islam sudah dapat dilakukan dengan metode berpikir dan berdialog untuk
menumbuhkan kesadaran akan keterikatannya dengan syariat Islam dan
mempersiapkan anak memasuki usia balig secara matang. Kegiatannya sehari-hari
sudah terjadwal sedemikian rupa sehingga tidak ada waktu yang terbuang sia-sia.
Misalnya, membuat majalah dinding di rumah, terbiasa mendengarkan program
berita setiap hari, banyak membaca buku untuk memperluas wawasan, mengomentari
apa saja yang dilihat dengan pemikiran-pemikiran Islam dan syariat Islam, membuat
klipping informasi penting, senang mengikuti kegiatan-kegiatan kajian keislaman,
dll.
Dengan demikian, program majelis
taklim keluarga sudah dapat dimulai. Waktu belajar adalah ba’da Subuh dan ba’da
Maghrib sekitar 1/2-1 jam sesuai dengan kondisi masing-masing, setiap hari. Materi
pelajaran ditujukan untuk membentuk kepribadian Islam serta yang diperlukan
oleh umat Islam, yang akan berlanjut dari tingkat SD, SMP, SMU, dst. Dana yang
diperlukan hanya untuk melengkapi buku-buku pokok sebagai pegangan dan buku-buku
referensi tambahan sebagai pelengkap. Pengajarnya adalah ayah dan ibu. Kita
dapat melakuakn semua itu sambil memotivasi masyarakat sekitar agar terdorong
untuk mendidik anak-anaknya menjadi generasi unggulan sehingga mereka
membutuhkan adanya madrasah diniyah di lingkungan tersebut.
Selanjutnya, dengan menggunakan
fasilitas dan sarana yang ada maka kita dapat melaksanakan madrasah diniyah
tersebut setiap sore hari ba’da sholat Ashar bagi anak usia SD atau ba’da Isya
setiap hari bagi anak tingkat SMP/SMU/dst. Gambaran materi pengajaran pada anak
usia sekolah dapat dilihat pada table.
Usia Sekolah Gambaran Materi Pengajaran
SD/MI
(umur 7 tahun sampai menjelang
baligh) Melatih anak menyiapkan diri
menerima tugas-tugas kemanusiaan sebagai hamba Allah dengan cara:
1) Mulai konsentrasi belajar baca tulis dan
selanjutnya dirangsang untuk gemar membaca.
2) Penanaman aqidah agar tertancap kuat dalam
benak anak, dengan metode aqidah aqliyah secara praktis sebagaimana pendekatan
Al Quran.
3) Melanjutkan hafalan qur’an, hadits, do’a, bacaan
sholat dan artinya.
4) Mengamalkan apa yang dibolehkan dan
diharamkan sehingga mulai mengatur kehidupan anak agar selalu terikat dengan syariat
Islam. Umur 7 sampai 10 tahun diajarkan
hukum-hukum ibadah: shalat, shaum, zakat, haji, dll. Targetnya adalah pengenalan dan pelatihan (pembiasaan)
praktek ibadah yang fardhu ‘ain. Salah
satu metode yang dapat dilakukan misalnya dengan membuat buku catatan ibadah
harian si anak, agenda ramadhan, dll. Pada
umur 10 tahun sampai baligh, mulai pendisiplinan untuk menjalankan ibadah yang
fardhu ‘ain (sampai kalau perlu dipukul) agar setelah memasuki usia baligh
sudah tidak berat dan tidak lalai lagi dalam menjalankan kewajiban-kewajibannya,
sehingga dapat dilanjutkan pada hukum Islam yang bersifat fardhu kifayah. Jadi sudah harus ditumbuhkan kesadaran akan
keterikatannya dengan syariat Islam, sehingga diperlukan kajian tentang Islam
sebagai aqidah dan syariat.
5) Memperbanyak tsaqofah Islam (ilmu
pengetahuan yang berlandaskan aqidah Islam) seperti fiqh, siroh nabi, teladan
para sahabat (yang disampaikan dalam bentuk cerita), bahasa Arab untuk
dipraktekkan dalam kegiatan sehari-hari, tajwid, tilawah, tafsir, khot.
6) Mulai latihan berbicara di depan umum, seperti
membacakan ayat Qur’an, hadits, baca puisi, dll
SMP Anak sudah memasuki masa baligh, sehingga
sudah wajib untuk melaksanakan hukum Islam secara sempurna. Sehingga anak harus mulai digambarkan Islam
secara utuh sebagai sebuah system aturan hidup (mabda).
Materi yang urgen:
1) Mabda Islam dan perbandingannya dengan
mabda lain
2) Kewajiban dakwah
3) Taqorrub ilallah
4) Fikrul Islam
5) Dirosat fil fikril Islam
6) Problematika umat
7) Bahasa arab dari segi nahwu shorofnya untuk
diterapkan dalam mengkaji kitab-kitab berbahasa Arab
8) Kajian tafsir
9) Kajian hadits
10) Kajian lanjutan tentang siroh nabi dan
teladan para sahabat nabi
11) Latihan menjadi imam dan khutbah
12) Latihan menulis
13) Mulai mengikuti kegiatan-kegiatan edukatif
yang ada secara pasif seperti seminar, bedah buku, tabligh akbar, dll
SMU Anak sudah memahami Islam sebagai sebuah
mabda, dan mulai ditumbuhkan untuk mengambil peran dalam memuliakan Islam dan
kaum muslimin sesuai dengan posisinya masing-masing. Materi yang urgen:
1) Analisa siroh nabi
2) Ulumul Qur’an
3) Ulumul hadits
4) Bahasa Arab lanjutan
5) Ushul fiqh
6) Mulai diungkap pemikiran-pemikiran kufur
yang merusak, aliran-aliran sesat dan ajaran-ajaran yang membahayakan
7) Belajar ketrampilan khusus untuk
mempersiapkan anak terjun ke masyarakat: komputer, elektro, jurnalistik, menjahit,
percetakan, memasak, akuntasi, montir, dll.
Dan anak didorong untuk mengembangkan diri sesuai dengan kemampuan dan
bakatnya agar dapat memperoleh kemampuan maksimal dalam ketrampilan-ketrampilan
khusus tersebut.
8) Latihan berdiskusi dan menyampaikan materi
ke Islaman
9) Mulai mengikuti kegiatan-kegiatan edukatif
yang ada dengan aktif seperti seminar, bedah buku, tagligh akbar, dll.
10) Mulai aktif mengirimkan tulisan-tulisan ke
media masa.
11) Mulai mengkaji Islam secara langsung dari
kitab-kitab berbahasa Arab
Perguruan Tinggi/ Pasca SMU Anak sudah menjadi anggota masyarakat yang
siap bergerak bersama-sama masyarakat secara mandiri. Materi yang urgen:
1) Berinteraksi, berdiskusi dan berargumentasi
serta berdebat menghadapi pengaruh ideology/kebudayaan selain Islam
2) Terus menggali tsaqofah Islam untuk
diterapkan pada masalah-masalah yang dihadapinya di lingkungan masyarakat local
maupun internasional
3) Menjadi panutan dan tempat bertanya bagi
masyarakat di sekelilingnya
4) Dapat memanfaatkan ketrampilan-ketrampilan
khusus yang dimilikinya sehingga dirinya menjadi eksis di masyarakat
5) Belajar bahasa Inggris/Arab agar dapat
berkomunikasi secara internasional
6) Belajar menjadi muqallid muttabi’ dan
berijtihad dengan modal tsaqofah Islam yang memadai, sehingga akan muncul para
mujtahid yang sangat diperlukan ummat manusia di seluruh dunia.
Tabel ini diperuntukkan bagi
selain yang mengenyam pendidikan pesantren, karena kalau di lingkungan
pesantren kesehariannya tentu mengikuti aturan yang sudah dibuat pesantren
tersebut .
Ada suatu cerita dari sekolah hafalan qur’an
anak balita “Namanya Muhammad Husain Tabatabai. Dalam usianya yang baru lima tahun (sekarang sih,
mungkin 13 thn-an), dia sudah menghapal seluruh isi Al Quran, plus dengan
artinya. Bak komputer, ia mampu menyebutkan ayat pertama dari setiap halaman Al
Quran, baik berurutan dari depan ke belakang, atau dari belakang ke depan. Dia
mampu membacakan ayat-ayat dalam satu halaman secara mundur (dari ayat terakhir
hingga ayat pertama). Dia mampu menjawab pertanyaan “Apa bunyi ayat dari surat sekian, ayat sekian? ” atau sebaliknya, “Ayat ini
berasal dari surat
mana, ayat berapa?” Dia bisa menjawab pertanyaan tentang topik-topik ayat, misalnya
“Sebutkan semua ayat dalam Al Quran yang berhubungan dengan Isa bin Maryam.”
Pada usia enam tahun, dia mendapat gelar Dr. HC dari sebuah universitas Islam
di London.
Ketika saya mengandung Kirana, saya
dan suami telah bercita-cita memasukkan anak kami ke Jamiatul Quran , sebuah
sekolah hapalan Quran untuk anak-anak yang didirikan oleh ayahanda Muhammad
Husain Tabatabai, setelah beliau berhasil mendidik anaknya menjadi hafiz Quran.
Akhirnya, ketika Kirana berumur empat tahun, cita-cita itu tercapai. Sejak
empat bulan yang lalu, Kirana mulai belajar di Jamiatul Quran. Inilah sekelumit
cerita tentang sekolah itu:
Anak-anak balita yang masuk ke
sekolah ini, tidak disuruh langsung menghapal juz’amma, melainkan setiap kali
datang, diperlihatkan gambar kepada mereka, misalnya, gambar anak lagi cium
tangan ibunya, (di rumah, anak disuruh mewarnai gambar itu). Lalu, guru cerita
tentang gambar itu (jadi anak harus baik…dll). Kemudian, si guru mengajarkan
ayat “wabil waalidaini ihsaana/Al Isra:23” dengan menggunakan isyarat (kayak
isyarat tuna rungu), misalnya, “walidaini”, isyaratnya bikin kumis dan bikin
kerudung di wajah (menggambarkan ibu dan ayah). Jadi, anak-anak mengucapkan
ayat itu sambil memperagakan makna ayat tersebut. Begitu seterusnya (satu
pertemuan hanya satu atau dua ayat yg diajarkan). Hal ini dilakukan selama 4
sampai 5 bulan. Setelah itu, mereka belajar membaca, dan baru kemudian mulai
menghapal juz’amma.
Suasana kelas juga semarak banget.
Sejak anak masuk ke ruang kelas, sampai pulang, para guru mengobral pujian-pujian
(sayang, cantik, manis, pintar…dll) dan pelukan atau ciuman. Tiap hari (sekolah
ini hanya 3 kali seminggu) selalu ada saja hadiah yang dibagikan untuk anak-anak,
mulai dari gambar tempel, pensil warna, mobil-mobilan, dll. Habis baca doa, anak-anak
diajak senam, baru mulai menghapal ayat. Itupun, sebelumnya guru mengajak
ngobrol dan anak-anak saling berebut memberikan pendapatnya. (Sayang Kirana
karena masalah bahasa, cenderung diam, tapi dia menikmati kelasnya). Setelah
berhasil menghapal satu ayat, anak-anak diajak melakukan berbagai permainan. Oya,
para ibu juga duduk di kelas, bersama anak-anaknya. Kelas itu durasinya 90
menit .
Hasilnya? Wah, bagus banget! Ketika
melihat saya membuka keran air terlalu besar, Kirana akan nyeletuk, “Mama, itu
israf (mubazir)!” (Soalnya, gurunya menerangkan makna surat Al A’raf :31 “kuluu washrabuu
walaatushrifuu/makanlah dan minumlah, dan jangan israf/berlebih-lebihan). Waktu
dia lihat TV ada polisi mengejar-ngejar penjahat, dia nyeletuk “Innal hasanaat
yuzhibna sayyiaat/ Sesungguhnya kebaikan akan mengalahkan kejahatan” (Hud:114).
Teman saya mengeluh (dengan nada bangga) bahwa tiap kali dia ngobrol dgn
temannya ttg orang lain, anaknya akan nyeletuk “Mama, ghibah ya?” (soalnya, dia
sudah belajar ayat “laa yaghtab ba’dhukum ba’dhaa”). Anak saya (dan anak-anak
lain, sesuai penuturan ibu-ibu mereka), ketika sendirian, suka sekali mengulang-ulang
ayat-ayat itu tanpa perlu disuruh. Ayat-ayat itu seolah-olah menjadi bagian
dari diri mereka. Mereka sama sekali tidak disuruh pakai kerudung. Tapi, setelah
diajarkan ayat tentang jilbab, mereka langsung minta sama ibunya untuk
dipakaikan jilbab. Anak saya, ketika ingkar janji (misalnya, janji tidak main
keluar lama-lama, ternyata mainnya lama), saya ingatkan ayat “limaa taquuluu
maa laa taf’alun” …dia langsung bilang “Nanti nggak gitu lagi Ma…!” Akibatnya, jika
saya mengatakan sesuatu dan tidak saya tepati, ayat itu pula yang keluar dari
mulutnya!
Setelah bertanya pada pihak
sekolah, baru saya tahu bahwa metode seperti ini tujuannya adalah untuk
menimbulkan kecintaan anak-anak kepada Al Quran. Anak-anak balita itu di masa
depan akan mempunyai kenangan indah tentang Al Quran. Di Iran, gerakan
menghapal Quran untuk anak-anak kecil memang benar-benar digalakkan. Setiap
anak penghapal Quran dihadiahi pergi haji bersama orangtuanya oleh negara dan
setiap tahunnya ratusan anak kecil di bawah usia 10 tahun berhasil menghapal Al
Quran (baik berasal dari Jamiatul Quran, maupun sekolah-sekolah lain). Salah
satu tujuan Iran dalam hal
ini (kata salah seorang guru) adalah untuk menepis isu-isu dari musuh-musuh
Islam yang ingin memecah-belah umat muslim, yang menyatakan bahwa Quran-nya
orang Iran
itu lain daripada yg lain. Sepertinya, saya memang harus bersyukur bahwa Kirana
memiliki kesempatan untuk bergabung dalam gerakan menghapal Quran ini . “
c. Pendorong Keberhasilan Anak
Setelah kita mengetahui hal-hal
yang menyangkut pendidikan dalam membentuk generasi qur’ani, maka yang terakhir
adalah sesuatu yang sering kita lupakan, yakni mendoakan anak.
Anak-anak kita memang lahir
melalui kita, tetapi bukan milik kita. Sering orangtua menghendaki anaknya
begini atau begitu, tetapi dirasa sulit mencapainya. Tidak perlu mengalah
apalagi menyerah. Berusaha terus. Jangan lupa, ada senjata orangtua yang sangat
utama: doa! Setiap kali usai shalat, doakanlah anak-anak kita agar mengenal dan
mencintai Allah dan Rasul-Nya. Bayangkan wajah mereka satu persatu mulai dari
yang terbesar.
Doakan satu persatu sambil
menyebut namanya. Mintalah kepada-Nya dengan penuh kesungguhan dan tetes
airmata kecintaan. Akan bagus jika itu dilakukan juga di tengah malam saat para
malaikat turun ke langit dunia, setelah shalat malam. Ya, Allah, jadikanlah
anak-anak kami mengenal dan taat pada-Mu, mencintai-Mu dan Rasul-Mu serta selalu
memegang teguh agama-Mu yang senantiasa mengikuti ajaran-Mu yang selalu
berpedoman pada al-Qur’an-MU. Amin.
C. Generasi Qur’ani Menuju Masyarakat Madani
Prof. Dr. Nasruddin Baidan (2001:178)
menjelaskan bahwa masyarakat Madani atau dalam istilah kekinian dikenal dengan
istilah ”civil cociety” merupakan sebuah tatanan sosial yang berada di Madinah
pada masa Nabi Muhammad SAW. Masyarakat Madani merupakan tatanan masyarakat
yang terdiri dari berbagai etnis dan ras serta menjadikan Islam sebagai agama
yang menuntun kehidupan mereka ke jalan yang benar dalam berbagai aspeknya
seperti ubudiyah, mu’amalah, munakahah dan sebagainya. Dalam konteks sekarang, masyarakat
Madani dapat diwujudkan melaui 3 (tiga) tahap.
Pertama, tahap pembentukan. Pada
tahap ini dilakukan melalui 3P, pendidikan, pengamalan dan penerapan. Apa yang
dididik, diamalkan dan diterapkan? Tentu saja Al Qur’an dan As Sunnah.
Kedua, tahap pembinaan. Setelah
masyarakat Madani terbentuk dilakukan pembinaan. Pembinaan dilaksanakan mulai
dari pendidikan dasar baik formal atau non formal sehingga dapat maksimal.
Ketiga, tahap pengukuhan dan
istiqomah. Pada tahap ini masyarakat kita telah secara resmi menjadikan Islam
sebagai rujukan dan tuntunan hidup. Al Qur’an dan As Sunnah sebagai sumber
hukum dan dijaga bersama oleh umat Islam dan dilaksanakan oleh seluruh
masyarakat. Dengan demikian terwujudlah apa yang menjadi cita-cita bersama, yakni
masyarakat yang madani .
Wacana tentang masyarakat madani
di Indonesia
memiliki banyak kesamaan istilah dan penyebutan, namun memiliki karakter dan
peran yang berbeda satu dari yang lainnya. Menurut Anwar Ibrahim, sebagaimana
dikutip Dawam Raharjo, masyarakat madani merupakan system social yang subur
berdasarkan prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu
dan kestabilan masyarakat.
Sejalan dengan gagasan Anwar
Ibrahim, Dawam Rahajo mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses
penciptaan peradaban yang mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Menurutnya,
dalam masyarakat madani, warga Negara bekerja sama membangun ikatan sosial, jaringan
produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-negara . Yang mana jika
semua masyarakatnya senantiasa menggunakan al-Qur’an sebagai asas
berkewargaannya maka hal tersebut akan menjadi mudah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan ini maka al-Qur’an
sangatlah penting ditanamkan sejak dini, karena al-Qur’an sebagai pedoman umat
manusia di seluruh jagad raya ini. Rasulullah SAW bersabda:
"Siapa yang membaca Al Quran,
mempelajarinya dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada
hari Kiamat, cahayanya seperti cahaya matahari, kedua orang tuanya dipakaikan
dua jubah (kemuliaan), yang tidak pernah didapatkan di dunia, keduanya bertanya:
mengapa kami dipakaikan jubah ini: dijawab: "karena kalian berdua
memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran".(HR Al Hakim,Imam
Ahmad,dan Ad Darimi)
“Perumpamaan orang yang
mempelajari ilmu pada waktu kecil adalah seperti memahat batu, sedangkan
perumpamaan mempelajari ilmu ketika dewasa adalah seperti menulis di atas air”.
(HR ath-Thabrani dari Abu Darda’ ra.)
Rasulullah saw. bersabda (yang
artinya):
“Siapa yang mempelajari al-Quran
ketika masih muda, maka al-Quran itu akan menyatu dengan daging dan darahnya. Siapa
yang mempelajarinya ketika dewasa, sedangkan ilmu itu akan lepas darinya dan
tidak melekat pada dirinya, maka ia mendapatkan pahala dua kali”. (HR al-Baihaqi,
ad-Dailami, dan al-Hakim).
B. Saran
Saran kami adalah bahwa pendidik
itu adalah pekerjaan yang sangat mulia. Maka dari itu marilah kita menerapkan
metode pendidikan kita sesuai dengan menunya dengan harapan bias berhasil
menancapkan ilmu yang bermanfaat. Semoga kita dan anak cucu kita dijadikan
Allah SWT sebagai umat yang selalu berpegang teguh pada al-Qur’an dan
mengamalkannya, aaamiiin.
Sumber: assirny
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar