]]العجب كل
العجب ممن يهرب مما لاانفكاك له عنه و يطلب ما لا بقاء له معه (فَإِنَّهَا
لا تَعْمَى الأبْصَارُ وَلَكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ.[[
“Keajaiban
yang sungguh mengherankan ialah seseorang yang berlari dari sesuatu yang tidak
mungkin lepas darinya. Dan (kemudian) ia mencri sesuatu yang tak akan kekal
bersama dirinya. (Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta ialah hati yang ada di dalam dada”.(QS. Al Hajj:46)
1. Penjelasan
Allah SWT adalah Dzat yang tak akan
lepas/terpisah dari seorang manusia semenjak pertama kali ada hingga ia sampai
ke dalam syurga atau malah kekal di dalam neraka. Baik ia kafir, fasik ataupun
mukmin. Baik ia hidup di belahan bumi bagian barat maupun timur. Dalam semua
keadaan, Allah SWT pasti selalu bersamanya. Sama saja apakah ia hidup di dunia
fana ini ataupun menjalani kehidupan di akhirat kelak.
Namun kebersamaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan
seorang manusia tidak terbatasi oleh posisi atau tempat tertentu dan tentunya
tidak boleh di bayangkan dengan penggambaran-penggambaran yang menunjukkan
keserupaan Allah SWT dengan makhluk. Makna kebersamaan Allah SWT adalah bersama
dengan ilmu, perlindungan dan pengaturan.
Allah SWT adalah satu-satunya Khaliq sedangkan
selain Allah adalah makhluk. Apabila manusia hidup dengan dikelilingi berbagai
macam makhluk, maka hal itu hanyalah sementara dan pasti segera meninggalkan
atau ditinggalkannya. Mungkin ia akan mati lebih dahulu sehingga harus
meninggalkannya dan mungkin juga makhluk yang melingkupinya musnah/pergi hingga
ia berada jauh dari makhluk tersebut atau bahkan hilang sama sekali.
Tabiat manusia biasanya akan menyukai rumah yang
telah ia bangun, perkakas-perkakas yang ia jadikan hiasan, anak dan istri,
harta benda yang telah ia usahakan, pangkat yang ia miliki atau ketenaran yang
ia nikmati dan sebagainya. Ia hanya melihat sebab dan media secara lahiriah
tanpa menyadari adanya Dzat yang menjadikan sebab-sebab tersebut.
Ia memandang hujan yang turun dari langit
kemudian berterima kasih kepada langit serta menceritakan agungnya kasih sayang
langit. Saat melihat bumi yang menghijau oleh pepohonan atau mata air yang
melimpah, maka hal itu hanya menggerakkan perasaannya untuk bersyukur kepada
alam.
Mayoritas manusia beranggapan akan menjalani
kehidupan yang panjang di dunia fana ini. Mereka mengumpulkan harta kekayaan
dan menumpuk-numpuknya. Selalu mencari tambahan tanpa pernah puas karena
terlanjur tergila-gila kepadanya. Mereka menjalin persahabatan dan
koneksi-koneksi dengan mengatasnamakan sebagai perintah-perintah ketuhanan lalu
berusaha mengabadikannya, namun sebenarnya alasan mereka hanyalah karena nafsu
syahwat dan kenikmatan-kenikmatan yang ingin mereka rasakan selama-lamanya.
Akan tetapi, apakah hukum-hukum alam akan
mengijinkan keabadian bayangan-bayangan mereka? Ataukah alam akan membiarkan ia
hidup abadi bersama kesenangan-kesenangan yang mereka inginkan?
Sebenarnya Allah SWT telah menjadikan alam ini
berbicara dan bahkan semua perkara yang ada di dunia ini berkata-kata
melontarkan jawaban pada pertanyaan di atas. Hal itu bisa kita saksikan ketika
Allah SWT menciptakan kebiasaan-kebiasaan alami yang tetap dan tidak
berubah-ubah. Fase-fase wujud kehidupan segala sesuatu pasti tersusun dari
permulaan yang lemah, semakin bertambah kekuatannya sedikit demi sedikit hingga
mencapai puncaknya kemudian kembali lemah, layu, pudar dan akan hilang sama
sekali.
Ini merupakan hukum alam yang selalu melekat
kepada segala sesuatu di alam semesta, mulai dari manusia, tumbuh-tumbuhan,
hewan, bunga-bunga yang bermekaran, hingga bintang-bintang dan bahkan bumi yang
kita pijak setiap hari. Contoh yang sederhana bisa kita lihat dalam kehidupan
sebatang pohon. Bermula dari sebiji benih yang merekah, berubah menjadi
tumbuhan kecil lalu berkembang secara bertahap hingga mencapai puncaknya. Kemudian
dengan segera akan mengalami fase-fase semakin lemah hingga layu dan akhirnya
mati.
Kisah yang sama akan kita jumpai dalam
perkembangan hidup bunga-bunga yang tumbuh pada musim tertentu, tumbuh dan
berkembang kemudian layu dan hilang. Begitu juga matahari yang mengeluarkan
sinar lemah di pagi hari lalu semakin terang hingga mencapai puncaknya pada
siang hari. Kemudian kekuatan sinarnya akan semakin lemah hingga persis
sebagaimana keadaannya di waktu terbit lalu akhirnya hilang dari pandangan.
Semua fenomena ala mini memberitahukan kepada
kita tentang akhir yang akan menimpa segala sesuatu, yaitu musnah dan sirna.
Tak lain agar kita tidak tertipu dan terperdaya oleh kekuatan dan kejayaan yang
berada di depan kedua mata dengan iming-iming kebahagiaan yang tersimpan di
balik semuanya.
2. Dalil
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta
dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi
hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta
keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang
menipu.”(QS. Al Hadid: 20)
Pemandangan yang semula tampak indah di depan
mata lalu akhirnya layu, lemah kemudian hilang seperti dalam ayat di atas akan
selalu berlaku dalam setiap kesenangan dan kemewahan duniawi yang kerap kali
membutakan manusia. Lalu bagaimana kita menyikapinya?
Akal dan logika normal akan berkata, “Eratkanlah
hubungan dan ikatanmu dengan Dzat yang menciptakan semua makhluk, yang memiliki
kehendak dan kuasa serta mengatur dan menjaga semesta raya. Pergunakanlah apa
yang kau butuhkan di dunia ini sebagai pinjaman yang wajib di kembalikan dan
ingatlah bahwa apa yang kau lihat ini hanyalah substansi yang pasti akan segera
hancur dan sirna.
Dengan begitu engkau akan melihat dan menerima
perkara-perkara yang ada di dunia ini secara lahir, namun hatimu hanya
berhubungan dan berpegangan kepada Dzat yang menciptakannya. Jika masanya
selesai dan waktu perpisahan tiba, maka engkau akan tetap bersama Dzat Yang
Maha Pencipta dan Maha Sempurna. Saat sebuah media yang ada dalam kekuasaanmu
sirna, engkau tak akan bingung mencari sebab lain sebagai pegangan yang
nantinya pun berakhir dengan kisah yang sama. Seperti seseorang yang berdiri di
atas gumpalan salju, saat matahari memanasi bumi, salju akan melelh dan musnah.
Akhirnya ia berpijak kepada bumi tanpa menyadari bahwa keadaan bumi akhirnya
juga persis seperti salju. Dengan berpegang erat kepada Dzat yang menciptakan
sebab, maka hilangnya perkara-perkara yang ada di hadapanmu tak akan
berpengaruh apa-apa bagimu. Menjauhnya perantara tak akan berimbas buruk kepada
kehidupanmu.
Setelah itu, saat episode kematian harus engkau
jalani, maka takkan ada rasa sedih atau putus asa atas perpisahanmu dengan
dunia. Hal itu karena engkau tahu bahwa dunia ini hanyalah perantara yang
mengantarkanmu menuju kehidupan yang lebih mulia. Kematian juga tidak pernah
memisahkanmu dengan teman yang selalu bersamamu dan menjadi satu-satunya
pegangan dalam hidupmu. Maut yang mendatangimu tidaklah memutuskan hubunganmu
dengan Allah Yang Maha Kuasa. Yaitu hubungan yang telah engkau jalin selama
hidup di dunia fana.
Seseorang yang menjalani hidup dengan penuh
keyakinan bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Dzat yang menciptakan dan memberi
pengaruh, maka ia pastinya akan mengalami kehidupan alam barzakh yang tidak
jauh berbeda dengan kehidupannya di bumi. Kalau ia mengalami perubahan dan
pergerakan di dunia dengan tetap selalu bersama Allah Yang Maha Pencipta, maka
ketika ia sendirian terkubur dalam perut bumi pastinya juga bersama dengan
Allah SWT. Bahkan ia akan lebih senang karena ia telah terpisah dari
materi-materi dunia yang membingungkan dan menyesatkan.
Saat hari kiamat tiba dan nyawa-nyawa
dikembalikan ke dalam jasadnya masing-masing, lalu semua manusia digiring ke
hadapan Allah ‘Azza wa Jalla, maka ia semakin bertambah gembira dan merasa
bahagia. Bagaimana tidak? Ia telah menjalani tahap demi tahap kehidupan selama
ini tanpa pernah terlepas dari Allah SWT. Sedangkan hari ini adalah waktunya
untuk menghadap Allah SWT. Pasti ia akan merasa lebih bahagia dan hubungannya
ikatannya akan semakin erat terjalin bersama Allah SWT.
3. Misteri keajaiban
Dengan demikian, layak sekali kalau sekarang ini
kita bersama Ibnu ‘Athaillah terheran-heran dan terkagum-kagum kepada
orang-orang yang berlari ingin meninggalkan Tuhan yang tak mungkin kekal
bersamanya. Hal ini terjadi karena mereka hanya melihat dan mempergunakan media
dan perantara secara lahiriah, berpegangan serta mengandalkan kemewahan yang
mereka nikmati, namun mereka lupa dan lalai kepada Tuhan yang menganugerahkan
segala kenikmatan tersebut. Bahkan mungkin juga mereka mengingkari adanya Tuhan
Yang Maha Pencipta.
Kekaguman ini sangat wajar karena sebenarnya akal
dan mata batin orang tersebut telah mengetahui bahwa media yang mereka nikmati
dan mereka pergunakan adalah sesuatu yang pasti sirna dan tak akan abadi.
Logika mereka juga mengerti bahwa dalam sebab-sebab lahiriah itu telah melekat
tabiat rusak dan musnah.
Yang lebih mengherankan, setiap hari ia melihat
sirnanya kenikmatan-kenikmatan duniawi itu dan ia juga menyaksikan hilang atau
menjauhnya kesenangan meninggalkan orang-orang yang bergantung kepada
materi-materi tersebut. Semua itu benar-benar meninggalkan mereka atau
sebaliknya malah mereka sendiri yang meninggalkan segalanya. Hanya satu yang
tak pernah lepas dari mereka, yaitu Tuhan yang selalu menyertai sepanjang hidup
yang mereka jalani. Dengan kenyataan seperti ini, ternyata ia masih
mengandalkan dunia yang ada di depan mata dan bahkan berlari menjauhi Allah,
Tuhan seru sekalian alam.
Selain fakta dan kenyataan yang sangat jelas
tersebut, ia sebenarnya sangat sering mendengar nasehat serta
peringatan-peringatan tentang keburukan dan bahaya dunia. Anehnya ia masih saja
berpijak kepada sebongkah salju tanpa peduli apakah ia nantinya akan terjatuh
ke dalam jurang yang sangat dalam, ketika salju tersebut akhirnya leleh dan
mencair.
“Dan orang-orang kafir amal-amal
mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh
orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu
Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah
sangat cepat perhitungan-Nya. Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak
didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat
walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan Balasan atas amalan mereka
itu.”(QS. An Nur: 39)
“Harta dan anak-anak adalah
perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah
lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan.”(QS. Al Kahfi: 46)
“Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, Maka
itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi
Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya?
Maksudnya, hal-hal yang berhubungan dengan duniawi seperti, pangkat kekayaan
keturunan dan sebagainya.”(QS. Al Qashash: 60)
4. Koneksi yang serasi
Menjalin hubungan dengan Allah SWT bukanlah
berarti meninggalkan materi-meteri dunia secara total. Hal itu karena dunia ini
diciptakan oleh Allah SWT sebagai anugerah yang disediakan untuk manusia
seluruhnya. Bahkan Allah ‘Azza wa Jalla tidak rela apabila manusia berpaling
sama sekali meninggalkan dunia.
Seorang muslim hanyalah dituntut agar ia yakin
dengan sebenar-benarnya bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Dzat yang
memberikan anugerah dan pemberian. Dengan begitu ia tidak akan mencari rizqi
selain dari Allah SWT. Ia harus tahu hanya Allah –lah yang menciptakan semua
sebab yang timbul di dunia ini. Akhirnya ia tidak akan menyangka bahwa
sebab-sebab lahiriah itu mempunyai pengaruh-pengaruh yang harus di
perhitungkan. Ia harus sadar bahwa dunia yang tampak elok dan sedap di pandang
serta enak untuk dinikmati, itu pasti akan segera pergi atau bahkan sirna sama
sekali. Tak ada teman, sahabat, keluarga ataupun kekasih yang setia bersamanya
selain Allah ‘Azza wa Jalla.
Dengan keyakinan seperti ini, maka ia tidak akan
pernah condong kepada dunia. Segenap jiwanya hanya tertertuju kepada Allah SWT,
satu-satunya Dzat yang menjadi pelipur lara hatinya, tempat berlindung serta
sumber kebahagiaannya. Itulah keadaan seorang mu’min sejati.
Secara lahir ia menggunakan berbagai sarana
dunia, namun hatinya hanya meyakini bahwa Allah SWT adalah Dzat yang
menciptakan semua itu. Hatinya selalu ingat dan terhubung kepada Allah yang
menganugerahkan segala macam nikmat. Saat perasaan takut menghampiri, tak ada
tempat pengaduan dan tempat berlindung selain Allah ‘Azza wa Jalla. Jiwanya
senantiasa diliputi ketenangan, kegembiraan dan kebahagiaan.
5. Kisah teladan
Seorang lelaki shalih harus meninggalkan desanya
karena suatu tuntutan urusan keagamaan. Ia memutuskan sebuah desa baru sebagai
tempat tinggalnya. Suatu saat, seorang imam masjid yang menjadi tempat biasa
shalat sang lelaki tersebut berkenalan dengannya. Si imam masjid bertanya
mengenai sumber perekonomian sang lelaki hingga kemudian ia menjawab dengan
tenang bahwa sesungguhnya Allah tidak pernah melupakannya.
Setelah beberapa hari berlalu, syaikh imam masjid
kembali menanyakan keadaan sang lelaki shalih dan ingin tahu lebih jelas
tentang sumber penghidupannya. Lelaki itupun meyakinkan kembali bahwa Allah SWT
selalu memberikan anugerah kepadanya dan ia sama sekali tidak merasakan
kesulitan dalam hal rizqi.
Jawaban tersebut ternyata belum memuaskan sang
imam masjid, sehingga dalam pertemuan yang ketiga ia bertanya lagi kepada si
lelaki shalih, “Dari mana sesungguhnya engkau mendapatkan penghidupan?”, si
lelaki menjawab, “Sebenarnya di desa ini ada seorang Yahudi yang mengenal dan
mengerti kondisiku. Ia kemudian mengirimkan sebagian hartanya kepadaku, hingga
cukup untuk memnuhi kebutuhanku sehari-hari”.
Syaikh imam masjid berkata, “baiklah kalau
begitu, sungguh baru sekarang kegelisahanku yang selama ini menyelimutiku,
hilang dan sirna”. Lelaki shalih tersebut kemudian menimpali, “Wahai orang yang
ada di depanku, sunggu aku bersumpah untuk melakukan qadha’ atas shalat-shalat
yang aku dirikan di belakangmu. (kiasan bahwa pada saat itu, sang imam berada
dalam keadaan yang kurang sempurna imannya). Berkali-kali aku telah
meyakinkanmu, sesungguhnya Allah SWT telah menjamin rizqiku dan tak akan
melupakanku, tapi mengapa hal itu belum bisa menenangkanmu. Namun sebaliknya, saat
aku memberitahukan kepadamu bahwa yang membantu permasalahan rizqiku adalah
seorang Yahudi, engkau baru percaya akan adanya jaminan dan tanggungan Allah
SWT.
Seperti itulah keadaan sebagian besar kaum muslim
dewasa ini. Mereka mengagungkan dan membangga-banggakan materi serta
bentuk-bentuk lahiriah, hingga melalaikan siapa yang menciptakan semua itu.
Akhirnya mereka hidup dalam imajinasi dan khayalan, tanpa mengerti substansi
sebenarnya. Mereka terperangkap oleh fatamorgana yang tiada berwujud nyata, sehingga
lupa kepada Dzat yang memiliki eksistensi paling nyata memenuhi semesta raya.
Mereka berbicara mengenai kasih sayang langit, namun tak menyadari Dzat yang
menciptakan dan sangat mengasihinya. Mereka tak memperhitungkan tangan yang
penuh belas kasih, menyuapkan sendok yang berisi makanan ke dalam mulut mereka,
namun malah membangga-banggakan sendok yang menuangkan makanan, mengisi
sudut-sudut mulut mereka.
6. Di balik misteri
Ibnu ‘Athaillah mengakhiri hikmah ini dengan
sebuah firman Allah ‘Azza wa Jalla,
“Karena sesungguhnya bukanlah
mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”.(QS. Al
Hajj: 46)
ppalanwar
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar