Alhamdulillahi
Robbil ‘alamin, segala puji kami panjatkan pada kepada Allah SWT, atas rohmat
dan kasih sayang-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas membuat makalah
ini dengan baik.
Sholawat dan
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing kita, memberi uswah kepada kita tentang tutur kata
yang halus, prilaku yang santun, sifat yang mulia, bahkan yang senantiasa yang
kita harapkan syafa’atnya di Hari Kiamat nanti.
Makalah ini
disusun dengan meliputi beberapa bagian yang penting: Pendahuluan, Pembahasan
clean and good governance dan Korupsi, terakhir Penutup, dengan tujuan memenuhi
tugas mata kuliah “Civic Education” dengan judul “Clean and Good Governance”.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan baik berupa material maupun spiritual demi terselesainya penyusunan dan
membuatan makalah ini.
Meski kami
telah mempersiapkan segalanya dengan segenap kemampuan, tentunya banyak
kekurangan di sana
sini, maka kami mohon koreksi dari teman-teman mahasiswa untuk memperbaiki demi
sempurnanya penyusunan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya
umumnya bagi para pembaca.
Akhirnya semoga Allah SWT senantiasa memberi
pertolongan, taufiq serta hidayah-Nya kepada kita semua.
Pare, 28 Oktober 2009
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
DEPAN................................................................................................i
KATA
PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR
ISI...........................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A.1. Latar
Belakang...................................................................................1
A.2. Rumusan Masalah..............................................................................1
A.3. Tujuan dan
Manfaat...........................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN
B.1. Pengertian Good and Clean
Governance…………………….……..2
B.2. Prinsip-prinsip
Good and Clean Governance……………………….2
a. Partisipasi.........................................................................................3
b. Penegakan
hukum............................................................................3
c. Transparansi.....................................................................................4
d. Rensponsip.......................................................................................5
e. Konsensus........................................................................................6
f.
Kesetaraan........................................................................................6
g. Efektifitas dan
Efensiense................................................................6
h. Akuntanbilitas..................................................................................7
i.
Visi
strategis.....................................................................................7
B.3. Pengertian
Korupsi.............................................................................7
a. Asal usul korupsi di negara
berkembang.........................................7
b. Dampak
korupsi.............................................................................11
c.
Hubungan antara good and clean governance
dengan gerakan anti
korupsi...........................................................................................12
B.3. Hubungan Antara Good
And Clean Governance Dengan Dengan Kinerja Birokrasi Pelayanan
Publik.................................................13
BAB III : PENUTUP
C.1. Kesimpulan
......................................................................................14
C.2.
Saran.................................................................................................14
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A.1. LATAR BELAKANG
Istilah clean and good
governance atau tata pemerintah yang bersih dan baik merupakan wacana yang
mengiringi gerakan reformasi. Wacana clean and good governance sering
kali dikaitkan dengan tuntutan atau pengelolaan pemerintahan yang professional,
akuntabel dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sebuah
kritik terhadap pengelolaan pemerintahan orde baru yang sarat KKN yang berakhir
krisis ekonomi yang berkepanjangan . perdebatan clean and good governance
merupakan bagian penting dari wacana umum demokrasi, HAM dan masyarakat madani
yang di usung gerakan reformasi.
A.2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan
masalah materi dalam makalah ini diarahkan pada pengertian clean and good
governance, prinsip-prinsip clean and good governance, pengertian korupsi
menurut Kartini Kartono, asal usul korupsi dinegara berkembang, dampak dari
korupsi, hubungan antara clean and good governance dengan kinerja birokrasi
pelayanan public, supaya Pemerintah lebih bisa Akuntanbel.
A.3. TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan
makalah ini untuk memahami pentingnya clean and good governance yang mewujudkan
transparasi disegala bidang. Hal ini untuk mengikis budaya korupsi yang
mengakibatkan terjadinya kebocoran anggaran, penggunaan negara untuk
kepentingan individu atau golongan, bukan untuk kepentingan kesejahteraan
masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
B.1. PENGERTIAN GOOD AND CLEAN
GOVERNANCE
Istilah good
and clean governance merupakan
wacana baru dalam kosa kata ilmu politik. Ia muncul pada awal 1990-an. Secara
umum pengertiab good and clean governance adalah segala hal yang terkait
dengan tindakan yang bersifat mengarah. Mengendalikan atau mempengaruhi urusan public untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Menurut
Andi Faisal Bakti good and clean governance adalah
pengejawentahan nilai-nilai luhur dalam mengarahkan warga Negara (citizens) kepada
masyarakat dan pemerintah yang berkeadapan melalui wujud pemerintah yang suci
dan damai. Dalam kontek Indonesia
substansi good and clean governance
di padankan dengan pemerintah yang baik, bersih dan berwibawa. Menurut
Santoso sebagaimana didefinisikan UNDP good and clean governance adalah
pelaksanaan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengelola masalah bangsa. Pelaksanaan tersebut bisa dikatakan baik jika dilakukan dengan efektif dan
efisien, responsive terhadap kebutuhan rakyat dalam suasana demokratis,
akuntabel dan trasparan.
B.2. PRINSIP-PRINSIP GOOD AND CLEAN GOVERNANCE
Untuk merealisasikan pemerintahan yang
professional dan akutanbel yang berdasarkan pada prinsip-prinsip good and
clean governance, Lembaga Administrasi Negara merumuskan 9 aspek
fundamental yaitu :
Ÿ
Partisipasi
Ÿ
Penegaan hukum
Ÿ
Transparansi
Ÿ
Rensponsif
Ÿ
Orientasi kesepakatan
Ÿ
Keadilan
Ÿ
Efektifitas dan efesiensi
Ÿ
Akutanbilitas
Ÿ
Visi strategis
a. Partisipasi
Semua warga negara mempunyai suara dalam
pengambilan keputusan baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan
yang sah. Patisipasi tersebut di bangun berdasarkan prinsip demokrasi yakni
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Dalam Undang-Undang
Dasar 1945, disebutkan bahwa warga negara dijamin kebebasannya berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, menyatakan pikiran melewati tulisan
maupun lisan.[1] Dan Setiap orang berhak
mencari, memperoleh, dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi, serta
menyampaikan saran dan pendapat maupun pengaduan kepada penegak hukum
(polisi,jaksa,hakim,advokat). Dalam pasal 1,ayat 1,PP Nomor 71 Tahun 2000 di
sebutkan peran serta masyarakat adalah peran aktif perorangan, organisasi
masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana korupsi. Artinya bahkan setiap orang, organisasi masyarakat, atau
lembaga swadaya masyarakat berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi
adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi serta menyampaikan saran dan
pendapat kepada penegak hukum dan atau komisi yang menangani perkara tindak
pidana korupsi, seperti juga tercantum dalam pasal 2 ayat 1 peraturan
pemerintah tersebut. [2]
b. Penegakan hukum
Pelaksanaan kenegaraan dan pemerintah harus di
tata oleh sebuah aturan hukum yang kuat dan memiliki kepastian hukum.
Sehubungan dengan itu Santoso menegaskan harus diimbangi dengan komitmen
penegakan hukum dengan karakter-karakter antara lain:
Ÿ Supremasi hukum
Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya
tindakan penguasa atas dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan kekuasaan
yang dimilikinya)
Ÿ Kepastian hukum
Bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara
diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak pertentangan
antara satu dan lainnya.
Ÿ Hukum yang reponsif
Aturan-aturan hukum itu disusun berdasrkan
aspirasi masyarakat dan mampu mengakomodir berbagai kebutuhan publik
Ÿ Penegakan hukum yang
konsisten dan non diskrimatis
Bahwa penegakan hukum berlaku untuk semua islam
Ÿ Independensi peradilan
Bahwa peradilan tidak dipengaruhi oleh penguasa
c. Trasparansi
Hal ini mutlak dilakukan untuk menghilangkan
budaya korupsi dikalangan pelaksana pemerintah.
Mengutip kesimpulan Syed Husain Alatas, Kumorotomo menyimpulkan 7 macam
korupsi yang biasa dilakukan oleh kalangan birokrasi di Indonesia, yaitu:
Ÿ
Transactive corruption
Yaitu korupsi yang dilakukan saat
transaksi dan kedua belah pihak mengambil keuntungan dari transaksi dengan
merugikan negara.
Ÿ
Investive corruption
Yakni investasi yang belum memiliki
kepastian keuntungannya.
Ÿ
Neposistive corruption
Yakni pemberian pekerjaan pada keluarga
sehingga mengurang efektifitas kontrol.
Ÿ
Defensive corruption
Yakni pihak korban memberikan sesuatu
kepada pihak lain untuk mempertahankan diri dan prilaku pemberikan tersebut
merugikan negara.
Ÿ
Autogenic corruption
yakni korupsi yang dilakukan seseorang dan
tidak melibatkan orang lain yang dapat menguntungkan dirinya.
Ÿ
Supportive corruption
yakni korupsi untuk melindungi korupsi
yang lain yang telah dilakukannya.
Menurut Gaffar terdapat 8 aspek mekanisme
pengelolaan negara yang harus dilakukan secara trasparan, yaitu:
Ÿ
Penetapan posisi dan jabatan
Ÿ
Kekayaan pejabat publik
Ÿ
Pemberian penghargaan
Ÿ
Penetapan kebijakan
Ÿ
Kesehatan
Ÿ
Moralitas pejabat
Ÿ
Keamanan dan ketertiban
Ÿ
Kebijakan strategis
d. Rensponsif
Affan menegaskan bahwa pemerintah harus memahami
kebutuhan masyarakat, tidak menunggu mereka menunggu keinginannya tetapi secara
proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan masyarakat untuk kemudian
melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum.
Sesuai asas rensponsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki 2 etika
yaitu:
Ÿ
Etika individual
Yakni kualivikasi etika individual menurut
pelaksanaan birokrasi pemerintah agar memiliki kriteria kapabilitas dan
loyalitas profesional.
Ÿ
Etika sosial
Yakni menurut pelaksanaan birokrasi pemerintah
agar memiliki sensitifitas terhadap berbagai kebutuhan publik.
Pemerintah bisa dikatakan baik jika telah
melahirkan kebijakan yang beerdampak baik kepada sebagian negaranya. Sebaliknya
Pemerintah bisa dikatakan buruk jika membuat sebagian warganya hidup tidak
selayaknya dan kesejahteraan hanya dinikmati oleh elit birokrasi. Terkait asas
rensponsif adalah pemerintah harus terus merumuskan kebijaka-kebijakan
pembangunan terhadap semu kelompok sosial sesuai dengan karakteristik
budayanya. Hal ini karena masih sering dijumpai masyarakat yang hidup dlam kemiskinan
dan terbelakang dari segi pendidikan namun mereka menikmatinya. Hal ini bukan
disebabkan karena tidak ada program yang dilakukan pemerintah tetapi secara kultural mereka menolak
terhadap program-program pembangunan.
e. Konsensus
Bahwa
keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah. Paradikma ini perlu dikembangkan dalam pelaksanaan
pemerintah karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan public yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Untuk meningkatkan dinamika dan menjaga
akuntanbilitas dari proses pengelolaan tugas-tugas pemerintah dalam pengambilan
berbagai kebijakan, pemerintah harus mengembankan kebijakan sikap yaitu:
Ÿ
Optimistik
Yakni sikap yang memperlihatkan bahwa setiap
persoalan dapat diselesaikan dengan baik dan benar.
Ÿ
Keberanian
Yakni keberanian dalam mengambil keputusan dengan
penuh integritas dan kejujuran sesuai dengan prosedur yang benar serta tidak
takut dengan intimadi penguasa atau organisasi tertentu.
Ÿ
Keadilan yang berwatak kemurahan hati
Yakni kemampuan untuk menyeimbangkan komitmen atas
orang atau kelompok dengan etik.
f. Kesetaraan
Yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan
karena kenyataan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majmuk baik etnis, agama
dan budaya.
g. Efektifitas dan Efisiensi
Kriteria efektifitas biasanya diukur dengan produk
yang dapat menjangkau sebesar-besar kepentingan masyarakat. Sedangkan
efesiensinya diukur dengan rasinalitas biaya pembangunan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk kepentingan
terbesar maka termasuk dalam kategori pemerintahan efesien.
h. Akutanbilitas
Akutanbilitas adalah pertanggung jawaban pejabat
publik terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi
kepentingan mereka. Pengembangan akutanbilitas bertujuan agar para pejabat yang
diberi kewenangan mengelola urusan publik selalu terkontrol dan tidak memiliki
peluang melakukan penyimpangan.
Secara teoritik akutanbilitas menyangkut 2 dimensi
yaitu akutanbilitas vertikal dan akutanbilitas horisontal. Akutanbilitas
vertikal menyangkut hubungan antara pemegang kekuasaan dengan rakyatnya.
Pemegang kekuasaan dalam struktur kenegaraan harus menjelaskan kepada masyarakat
apa yang telah dilakukan, sedang dan akan yang dilakukan dimasa mendatang. Akutanbilitas
vertikal memiliki pengertian bahwa setiap pejabat harus mempertanggungjawabkan
kebijakan dan pelaksanaan tugas-tugasnya kepada atasan yang lebih tinggi.
Seperti bupati mempertanggungjawabkan tugasnya kepada gubernur.
Sedangkan akutanbilitas horisontal adalah
pertanggungjawaban pemegang jawaban publik kepada lembaga yang setara, seperti
gubernur dengan DPRD I, bupati dengan DPRD II.
i. Visi strategis
Visi strategis
adalah pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang karena
perubahan dunia dengan kemajuan tegnoliginya begitu cepat. Seseorang yang
menempati jabatan publik harus mempunyai kemampuan menganalisa persoalan dan
tantangan yang akan dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.
B.3. PENGERTIAN KORUPSI
Menurut Kartini Kartono korupsi adalah tingkah
laku individu yang menggunakan wewenang mengambil keuntungan pribadi dengan
merugikan kepentingan umumatau negara.
- Asal usul korupsi di negara berkembang
Sesungguhnya sejarah perkembangan korupsi beserta
upaya pemberatasannya, terutama dalam skala mega, sudah berlangsung sejak
tengah dasawarsa 1950-an. Dimulai ketika terjadi abuse of power oleh menteri
ekonomi kala itu, Iskak Tjokroadisuryo, pada Kabinet Ali Sastroamidjojo I.
Korupsi berupa pemberian lisensi impor dari Politik Benteng dengan tak
memberikannya kepada pengusaha pribumi yang kompeten dan diberikan kepada
konco-konconya. Lisensi-lisensi tersebut akhirnya dijual kepada pengusaha
keturunan Cina, sehingga dikenal istilah ''pengusaha Ali-Baba''.
PM Burhanuddin Harahap yang bekerja sama dengan
TNI AD mengambil kebijakan antikorupsi yang efektif, yakni meluruskan
pelaksanaan Politik Benteng. Karena kabinet ini umurnya pendek, upaya penegakan
pemerintahan bersih tenggelam dengan suasana konflik politik antarpartai dalam
Konstituante yang akhirnya Presiden Soekarno membubarkan Konstituante itu pada
5 juli 1959. Pada saat yang hampir sama, Soekarno melakukan nasionalisasi
perusahaan asing. Karena ketidaksiapan dalam mengisi pengganti manajemen dari
asing ke tangan nasional, maka dari sini pula sejarah bancakan perusahaan
negara (belakangan dikenal BUMN), banyak dilakukan pihak-pihak partai.
Kedahsyatan korupsi mengalami momentum pada
pemerintahan lebih 30 tahun Orde Baru. Di mulai korupsi skala mega yang dialami
Pertamina (1975) dengan kerugian diperkirakan sekitar 12,5 miliar dolar AS
tanpa ada tindakan hukum kepada pihak-pihak yang terlibat. Kemudian dengan
mengalirnya dana utang luar negeri rata-rata 5 miliar dolar AS per tahun (saat
lengser Pak Harto stok utang sekitar 70 miliar dolar AS), investasi langsung
perusahaan asing, eksploitasi sumber daya alam (terutama migas dan hutan) yang
menjadi sumber dana domestik yang kolosal, maka pertumbuhan dan
perkembangbiakan jenis korupsi dari yang tradisional (upeti, sogok, perkoncoan,
premanisme, dll) maupun bentuk baru (kolusi birokrat-pengusaha, kolusi
bankir-pengusaha, mafia peradilan, penggelapan pajak, komersialisasi jabatan,
kick-back dan mark-up proyek-proyek, rekayasa finansial, monopoli-oligopoli
serta monopsoni-oligopsoni komoditas strategis, dst).
Kesemua itu menjadikan potensi pertumbuhan ekonomi
yang bisa mencapai 12 persen menjadi hanya 7 persen per tahun. Perkiraan
kebocoran anggaran bisa mencapai 30 persen hingga lebih dari 50 persen. Pada
saat krisis tahun 1977 terjadi capital flight. Simpanan orang Indonesia di luar
negeri akibat pelbagai kebocoran alias korupsi tersebut menurut Pusat Data
Bisnis Indonesia (PDBI) sekitar 85 miliar dolaar AS (atau sekitar Rp 750
triliun). Upaya pembentasan korupsi kala Orba sejak awal sudah ada. Mulai
dengan adanya Komisi 4 dengan penasihatnya mantan Wapres Bung Hatta. Namun
rekomendasinyapun tak digubris. Kemudian di luar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
yang telah tercantum dalam UUD 45, pemerintah Soeharto membentuk Inspektorat
Jenderal di tiap lembaga negara dan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
sebagai kontrol yang dikendalikan langsung presiden.
Namun efektivitasnya bukan hanya diragukan bahkan
menjadi sumber kobocoran baru dengan terjadinya pengaturan laporan keuangan dan
pelbagai bentuk KKN. Akhirnya BPK pun menjadi mandul dan malahan menjadi
pengganda kebocoran. Wapres yang fokus kepada pengawasan serta juga ada menko
dan menneg PAN yang juga bertugas untuk pengawasan pun hampir tak pernah
terdengar kiprahnya. Barangkali semua itu karena sifat pemerintahan dan sistem
politik otoritarian dan sentralistik sehingga sistem check and balance dari DPR
maupun yudikatif menjadi lumpuh. Pers pun dibungkam bahkan para aktivis kritis
pun banyak ditangkap.
Reformasi yang dilakukan sejak 1998 hingga
sekarang juga baru menyentuh secara politik. Dan korupsi pun makin mengalami
ramifikasi baik vertikal (menyebar ke daerah) maupun horizontal (bukan hanya di
pemerintah dan lembaga yudikatif tapi juga ke DPR) sehingga popular dengan
adanya ''korupsi berjamaah''. Modus operandinya di samping yang tradisional dan
modern tak pernah hilang bahkan tipikal pascamodern pun bermunculan seperti
lenyapnya keuangan negara ratusan triliun karena gelontoran dana rekap
perbankan. Kemudian pembobolan bank (skala triliunan antara lain BNI, Mandiri),
illegal logging, illegal fishing, penyelundupan komoditas strategis (migas,
gula, beras, dst). Yang lebih baru adalah politik uang dalam sistem politik di
pusat (KPU, pemilihan ketua partai, promosi jabatan di pemerintahan dan BUMN,
dst), di daerah (pilkada oleh DPRD maupun pilkada langsung), dan masih banyak
lagi. Upaya pemberantasan korupsi di masa reformasi ini dimulai momentum dengan
adanya kebebasan pers dan kebebesan politik umumnya.
Dalam pelembagaannya dimulai dengan pembentukan
Komisi Pemeriksaan Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN) yang mulai terjadi sedikit
gereget dengan terungkapnya daftar kekayaan berbagai pejabat tinggi yang
abnormal. Misalnya terungkapnya misteri kekayaan Jaksa Agung MA Rahman dan
pejabat lainnya meski satu pun dari temuan itu tak ada tindak lanjut secara
hukum. Malahan oleh pemerintahan Megawati KPKPN ini pun ''dibubarkan'' dan
dintegrasikan kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK). Pada
pemerintahan Megawati keberadaan KPTPK ini pun sulit berperan, karena konon
sulitnya pemberian izin bagi pejabat untuk diperiksa.
Baru sejak pemerintahan SBY sedikit terkuak
harapan dengan lebih lancarnya izin tersebut dengan mulai adanya pemeriksaan
(misal kasus KPU dan Bank Mandiri) bahkan juga mulai ada yang divonis (kasus
pimpinan DPRD Sumbar dan pejabat daerah lainnya, kasus Gubernur Abdullah Puteh
dan Kharis Walid). Patut dicatat dengan sedikit ada harapan ini, tak luput dari
peran BPK sejak dipimpin Billy Joedono dan diteruskan oleh Anwar Nasution yang
menguak data-data penyelewengan skala mega di pelbagai lembaga strategis.
Namun, kesan masih memburu kasus sensitif secara politis dalam pemberantasan
korupsi ini masih belum pupus, karena untuk kasus lebih kolosal semisal kasus
BLBI yang nilainya puluhan triliun masih belum tersentuh sama sekali.
Dengan perkembangan tersebut, Indonesia menurut
berbagai lembaga pemeringkat internasional sejak awal tahun 90-an hingga
sekarang selalu masuk kategori negara terkorup. Gejala korupsi ini seperti
belum terbersit harapan untuk pemberantasannya. Hal ini karena korupsi telah
kadung menjadi kebudayaan.[3]
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya korupsi antara lain:
Ÿ
Kemiskinan
Korupsi dengan latar belakang kemiskinan berasal
dari kebutuhan.
Ÿ
Kekuasaan
Kekuasaan sering membuat orang bertindak
sewenang-wenang dan mengambil keuntungan dengan kekuasaan yang dimilikinya.
Ÿ
Budaya
Dari hasil penelitian Prof. Toshiko Kinoshita,
Guru Besar Universitas Waseda Jepang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia
adalah masyarakat dengan sistem keluarga besar, yaitu masyarakat yang mempunyai
nilai bahwa kesuksesan seorang anggota keluarga harus pula dinikmati oleh
seluruh anggota keluarga besar itu.
Ÿ
Ketidaktahuan
Ini adalah alasan yang mengada-ada karena dana
yang diberikan sering tidak diketahui peruntukannya. Karena tidak tahu dan
tidak perlu mencari tahu maka ketika ada masalah dana tersebut dijadikan
sebagai korupsi.
Ÿ
Rendahnya kualitas moral masyarakat
Ÿ
Lemahnya kelembagaan politik suatu negara
Kelembagaan yang pertama adalah sistem hukum dan
penerapannya. Jika kasus korupsi tidak ditangani sungguh-sungguh maka akan
mengembangkan nilai dimata publik bahwa korusi ”aman” dilakukan asal membayar
”harga tertentu”.
Ÿ
Menjadi penyakit bersama.
Sebagai sebuah penyakit maka dengan cepat menular
dari kawasan satu kekawasan lain.
- Dampak korupsi
Beberapa hal yang diakibatkan dari korupsi antara lain menimbulkan:
Ÿ
Kegagalan mencapai tujuan yang ditetapkan pemerintah.
Ÿ
Menular kesektor swasta dalam bentuk usaha mengejar laba dengan cepat dan
berlebihan, menyisihkan investor baru dan mengurangi pertumbuhan sektor swasta.
Ÿ
Kenaikan harga administrasi karena pembayar pajak membayar beberapa
kalilipat untuk pelayanan yang sama.
Ÿ
Mengurangi jumlah dana yang disediakan untuk publik.
Ÿ
Merusak moral aparat pemerintah.
Ÿ
Menurunkan rasa hormat kepada kekuasaan yang akhirnya menurunkan legitimasi
pemerintah.
Ÿ
Pribadi yang hanya memikirkan diri sendiri, tidak mau berkorban untuk
kemakmuran bersama di masa mendatang.
B.3. HUBUNGAN ANTARA CLEAN AND GOOD GOVERNANCE DENGAN GERAKAN ANTI
KORUPSI
Clean and good
governance meniscayakan adanya transparansi disegala bidang. Hal ini untuk
mengikis budaya korupsi yang mengakibatkan kebocoran anggaran dalam penggunaan
uang negara untuk kepentingan individu atau golongan bukan untuk kesejahteraan
rakyat.
Dalam menciptakan situasi perang terhadap korupsi Didin S Damanhuri menyusun
grand design:
Pertama, apapun kebijakan antikorupsi yang diambil,
haruslah disadari bahwa kebijakan dan langkah-langkah tersebut hendaknya
ditempatkan sebagai ''totok nadi'' yang strategis, berkelanjutan, dan paling bertanggung
jawab di antara semua langkah total football, estafet dari semua pihak yang
peduli terhadap pemberantasan korupsi, baik dari kaum agamawan, akademisi,
parlemen, LSM, pers, dunia internasional, dan seterusnya
Kedua, menghindari politik belah bambu yang menggunakan KPTPK, Kejaksaan, dan
Polri untuk memburu pihak-pihak yang secara politis harus dikalahkan dan
membiarkan pihak-pihak yang dianggap kawan politik.
Ketiga, keseriusan untuk mencari solusi terbebasnya TNI
dan Polri dari dunia politik dan bisnis secara tuntas.
Keempat, euforia elite politik di pusat dan daerah dalam
menikmati kebebasan politik, kebebasan berpendapat, dan kebebasan pers yang
seharusnya semakin mendewasakan kehidupan berdemokrasi yang ujung-ujungnya juga
mampu membangkitkan kembali kehidupan ekonomi dengan ukuran rakyat yang semakin
sejahtera. [4]
B.4. HUBUNGAN ANTARA GOOD
AND CLEAN GOVERNANCE DENGAN DENGAN KINERJA BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK
Dalam rangka menyelamatkan keuangan negara, banyak
upaya pemerintah yang sudah dilaksanakan diantaranya Undang-Undang Nomor 1
tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan diperkuat dengan Undang-Undang
Nomor 15 tahun 2004 tentang pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara.
Kemudian dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah semakin jelas keseriusan pemerintah dalam
hal pembenahan sistem pengelolaan keuangan negara, mengutip pendapat pakar
bahwa selama ini yang diterapkan nampaknya masih lemah dan cenderung membuka
peluang yang sangat besar bagi terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan
anggaran.
Penerapan PP Nomor 60 Tahun 2008 bukan hanya
tanggungjawab BPKP tetapi seluruh instansi pemerintah guna mewujudkan Good
Governance untuk menuju Clean Government. Sebagaimana diamanatkan dalam pasal
49 ayat (1) dan ayat (2) PP 60 tahun 2008 jelas bahwa BPKP mempunyai tugas yang
cukup berat.
Tentu bukan soal yang mudah dalam mempersiapkan
personil yang dapat melaksanakan tugas tersebut, perlu adanya kesepahaman dalam
mencermati secara komprehensif apa yang tertuang dalam PP tersebut.[5]
Dengan tiga pilar pelayanan public menjadi titik
setrategis untuk memulai pengembangan dan penerapan Clean and good governance
di Indonesia. Tiga pilar tersebut yakni:
Ÿ
Pelayanan publik selama ini menjadi tempat dimana negara yang diwakili
pemerintah berinteraksi dengan lembaga non pemerintah.
Ÿ
Pelayanan publik tempat dimana
berbagai aspek Clean and good governance dapat diartikulasikan lebih mudah.
Ÿ
Pelayanan publik melibatkan semua unsur yaitu pemerintah, masyarakat dan
mekanisme pasar.
BAB III : PENUTUP
C.1. Kesimpulan
Dari penjabaran pembahasan diatas, kami penulis
menyimpulkan beberapa poin sebagai berikut:
- Good and Clean Governance sebagai wacana bagi pemerintah untuk mewujudkan kepemerintahan yang besih, profesional, akuntanbel dalam segala bidang, serta bebas dari mala praktek yang merugikan negara.
- Dengan adanya Good and Clean Governance pemerintah bisa lebih transparan dalam pelayanan publik, dan bisa meningkatkan kinerja birokasi.
- Dengan adanya Good and Clean Governance pemerintah bisa mempunyai monitoring yang handal dari kalangan swasta atau masyarakat pada umumnya.
- Good and Clean Governance adalah landasan untuk menciptakan negara yang kuat, kokoh, tangguh dalam segala aspek.
C.2. Saran
- Good and Clean Governance harus dijalankan semaksimal mungkin oleh kalangan birokrasi atau kalangan pemegang kekuasaan dan juga harus didukung oleh masyarakat. Kalau semua sudah maksimal maka pemerintah akan selalu memegang teguh peraturannya yakni (bebas KKN).
- Pemerintah harus transparan dalam hal dalam pelayanan publik, supaya negara terbebas dari oknum-oknum yang merugikan negara.
- Supaya pemerintah menggalakkan kepada semua kalangan kepemerintahan mulai dari RT sampai ke Pejabat yang paling tinggi.
- Supaya pemerintah mengadakan semacam seminar-seminar wawasan kebangsaan kepada semua masyarakat umumnya, khususnya kepada para Pejabat Negara.
DAFTAR PUSTAKA
Dwipayana G. Ramadhan
K.H. Soeharto pt. Citra Lamtoro Gung Persada, 1989
Didin S Damanhuri, Kompleksitas Korupsi ,Pengamat Ekonomi Politik
dan Guru Besar Ekonomi IPB, sumber opini agung prabowo * AGP_ketan@yahoo.co.id
Pengurus Pergerakan
Indonesia (PI) Banten, Edisi: LI, Maret 2007
Rosyada, et. Al., Dede. Pendidikan Kewargaan (Civic Education):
Tata kelola Good & Clean Governance, Jakarta
: ICC UIN Malang 2007
Sri Rahayu BERITA KEGIATAN
- Diklat SPIP BPKP Jabar, (Humas), Situs Web BPKP, PERWAKILAN
BPKP PROVINSI JAWA BARAT, Bandung, Kamis - 23 April 2009
[1] Dwipayana G. Ramadhan K.H. Soeharto
pt. Citra Lamtoro Gung Persada, 1989
[2] Pengurus Pergerakan Indonesia (PI)
Banten, Edisi: LI, Maret 2007
[3]. Didin S Damanhuri, Kompleksitas Korupsi
,Pengamat Ekonomi Politik dan Guru Besar Ekonomi IPB, sumber opini agung
prabowo * AGP_ketan@yahoo.co.id
[4]. Didin S Damanhuri, Kompleksitas Korupsi
,Pengamat Ekonomi Politik dan Guru Besar Ekonomi IPB, sumber opini agung
prabowo * AGP_ketan@yahoo.co.id
[5]. Berita Kegiatan - Diklat SPIP BPKP Jabar, Penulis:
Sri Rahayu (Humas), Situs Web BPKP, Perwakilan BPKP Provinsi Jawa
Barat, Bandung, Kamis - 23 April 2009
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar