Selasa, 26 November 2013

HADITS IBADAH ( BADAH HAJI )

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Haji merupakan Rukun Islam yang ke-5, diwajibkan atas semua Umat Islam yang mampu, dalam artian mampu dari segi materi, fisik, psikologi dan beberapa hal lain. Haji merupakan suatu ibadah yang sangat mulia dan utama dengan pahala dan barokah yang begitu besar, hingga haji dikatakan sebagai penyempurna Rukun Islam dan penyempurna ibadah kita pada Allah.


Dalam haji banyak sekali rukun dan syarat yang harus dipenuhi oleh para calon jama’ah haji, baik yang telah menjadi syarat rukun yang telah ditentukan oleh syara’ atau syarat dan ketentuan serta peratuturan yang telah di tentukan oleh pemeruntah dan ada juga  ketentuan dari adat dan kebiasaan dari masing-masing jama’ah yang terdiri dari beraneka ragam etnik dan kepercayaan.
Seperti yang sering dilaksanakn di Indonesia khususnya warga Nahdliyyin, banyak adat dan ritual khusus yang dilakukan oleh para calon jama’ah haji, yang diantaranya akan kami bahas dan kami sampiakan dalam makalah kali ini, tentunya dengan dalil-dalil yang cukup kuat, sehingga mengesampingkan pendapat bahwa hal tersebut adalah bid’ah. Karena denganadanya dasar yang berupa beberapa hadist yang kami sertakan serta beberapa pendapat para ulama, semoga makalah ini menjadi suatau hal yang bermanfaa. Amin.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah diarahkan pada pembahasan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah haji, dan juga adat dan kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan ibadah haji, yang tak jarang menjadi suatu perdebatan antar golongan dan antar kaum. Dengan menyajikan dalil yang mendukung serta pengertian tekstual, konstektual, istimbat hukum serta pendapat para ulama dan pakar hukum, sehingga dalil tersebut lebih kuat dan cukup keterangan dan penjabaran, yang harapannya nanti  dapat dipakai sebagai ta’bir.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini adalah memberikan suatu pengertian dengan menggunakan dalil yang berupa Hadits tentang masalah Ibadah Haji, terutama masalah yang berhubungan dengan adat istiadat dalam berhaji yang kadang tidak ada dalam syarat dan rukun haji karena memang bersifat adat dan kebiasaan sebagian masyarakat atau golongan tertentu. Untuk itu kami mengemukakannya dengan memberikan dalil berupa Hadits yang diperkuat dengan pendapat para ulama. Dan memberikan penjelasan bahwa adat tersebut ada dalil yang cukup kuat, sehingga pendapat golongan tertentu yang menganggap hal tersebut salah dan sesat, bisa ditepis dan dikesampingkan. Semoga makalah ini mengena pada sasaran dan dapat menjadi suatau hal yang bermanfaat.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Selamatan Haji (waliamah al-haj)
Dalam budaya masyarakat kita setelah seorang pulang dari menunaikan ibadah haji biasanya diadakan selamatan atau hajatan yang biasa dikenal dengan Selamatan Haji atau (walimah al-haj). Ternyata kegiatan tersebut juga ada sebuah dasar yang berupa Hadits Nabi SAW.
a.      Hadits yang menerangkan,
riwayat Bukhari dan Jabir sebagai berikut :
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه و سلم لما قدم المدينة نحر جزورا او بقرة.
Artinya : “Dari Jabir bin Abdullah RA, bahwa ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah usai melaksanakan haji, beliau menyembelih kambing atau sapi”.[1]
b.      Pemahaman secara Tekstual
Dalam hadits diatas diterangkan bahwa ketika Rasulullah SAW telah datang dari Madinah, Beliau lalu menyembelih kambing ataupun menyembelih sapi.
c.       Pemahaman secara Konstektual
Dari Hadits ini dapat difahami bahwa setelah Rasulullah SAW pulang melaksanakan ibadah haji, kemudian beliau mengadakan tasyakuran haji (walimah al-haj) dengan menyembelih hewan ternak entah itu kambing atau sapi, kemudian bersadakah kepada sanak kerabat, family serta tetangga dan fakir miskin, yang hal tesrsebut dilakukan karena bersyukur kepada Allah atas nikmat dan perlindungan Allah SWT selama menjalankan ibadah haji.
d.      Istimbat Hukum
Melihat Hadits di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Rasulullah SAW melaksanakan tasyakuran setelah pulang melaksanakan ibadah haji dengan cara menyembelih hewan ternak untuk disadakahkan pada para kerabat dan tetangga serta fskir miskin. Jadi perbuatan tersebut (waliamah al-haj) adalah Sunnah, karena Rasul SAW melakukannya, dan juga merupakan bukti syukur atas nikmat Allah serta mengajari kepada kaumnya untuk gemar bersadaqah.
e.      Pendapat Ulama
Sehubungan dengan hal diatas pandangan Ulama adalah sebagai berikut :
يستحب للحاج بعد رجوعه بلده ان ينحر جملا……………………..
Disunnahkan bagi orang yang baru pulang haji untuk menyembelih unta, sapi, atau menyembelih kambing (untuk diberikan) kepada fakir miskin, tetangga, sanak kerabat, saudara, serta relasi. (hal ini dilakukan) sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah SWT.[2]
2.2.             Adzan Pemberangkat Haji
Dalam kebiasaannya, calon jama’ah haji yang akan berangkat menunaikan kewajibannya, berpamitan dulu kepada para kerabat, tetangga, famili dan para undangan, kemudian ketika pemberangkatan biasanya ada semacam ritual pemberangkatan yaitu dengan dikumandangkannya Adzan.
Dengan adanya hal tersebut diatas marilah kita kupas sebuah Hadits yang mendukung dan menjadi dasar dari pada permasalah di atas, yaitu sebuah Hadits Nabi SAW.
a.      Hadits yang menerangkan, riwayat Ibnu Hibban sebagai berikut:
من طريق ابو بكر والرذبارى عن ابن داسة قال : حدثنا ابن محزوم قال حدثني الامام علي ابنى ابي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا عائشة رضي الله عنهم – كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا استودع منه حاج او مسافر اذن وأقام – وقال ابن السني متواتر معنوي وروه ابو داود والقرافى والبيهقى
Yang artinya : Riwayat dari Abu Bakar dan ar-Rudzbary dari Ibnu Dasah, ia berkata “Ibnu Mahzum menceritakan kepadaku dari Ali dan Aisyah, ia mengatakan “Jika seseorang mau pergi haji atau bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasulpun meng-adzani dan meng-iqomahi”. Hadits ini menurut Ibnu Sunni bersifat mutawattir maknawi. Juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, al-Qorafi, dan al-Baihaqi.[3]
b.      Pemahaman secara Tekstual
Shahabat Ali RA dan Aisyah RA bercerita, jika seseorang mau bepergian atau berangkat haji, dia berpamitan kepada Rasulullah SAW, kemudian Rasulpun meng-adzani dan meng-iqomatinya.
c.       Pemahaman secara Kontekstual
Dari paparan Hadits di atas bisa kita artikan bahwa seorang yang akan bepergian jauh (termasuk haji) maka dianjurkan untuk berpamitan kepada para saudara, kerabat, tetangga dan para alim seraya minta do’a restu. Dan khususnya bepergian yang merupakan ibadah yang sangat mulia yaitu haji dan juga bepergian yang bukan merupakan maksiat, maka menjadi suatu penghormatan yang pantas bila dikumandangkan adzan, hal tersebut patut diteladani karena Nabi SAW sendiri juga telah mengajarkannya.
d.      Istimbat Hukum
Dari tradisi seperti itulah, para ahli hukum Islam, khususnya ulama’ Nahdliyyin berpendapat bahwa adzan yang dilakukan pada saat pemberangkatan haji adalah boleh (mubah). Hal ini berdasarkan pada Hadits Nabi SAW yang telah disebutkan di atas.
e.      Pendapat Ulama
Kemudian para ahli hukum berpendapat seperti yang termaktub dalam kitab I’anah al-Thalibin sebagai berikut :
(قوله خلف المسافر) اي و يسن الآذان والإقامة ايضا خلف المسافر لورود حديث صحيح فيه قال ابو يعلى فى مسنده وابن ابى شيبة : اقول ويمبغى ان محل ذلك ما لم يكن سفر معصية.
Kalimat menjelang bepergian bagi musafir maksudnya adalah disunnahkan adzan dan iqamah bagi seorang yang hendak bepergian berdasarkan Hadits Shahih. Abu Ya’la dan Ibnu Abi Syaibah : “Sebaiknya tempat adzan yang dimaksudkan itu dikerjakan untuk bepergian yang tidak bertujuan maksiat”.[4]
2.3.             Ziarah Makam Rasulullah SAW
 Sudah mejadi tradisi kaum muslimin dibelahan dunia, ketika beribadah haji tentu tidak lupa untuk datang ke kota Madinah yaitu untuk beribadah di Masjid Nabawi sekaligus berziarah ke makam Rasulullah SAW. Tradisi ini banyak dilakukan oleh kaum Ahli Sunnah Wal Jama’ah dan tentunya dengan adanya dasar Hadits yang mendukung dan menguatkannya.
a.      Hadits yang mendukung,
I.  Riwayat Darul Qutniy sebagai berikut :
عن ابن عمرو رضي الله عنهما أن النبي صلى الله عليه و سلم قال من حج فزار قبري موتي كان كمن زارني في حياتي اخرجه الدرقطني 
Yang artinya : “Dari Ibnu Umar RA sesungguhnya Nabi SAW besabda “Barang siapa yang melaksanakan haji, kemudian berziarah ke makamku setelah aku meninggal dunia, maka ia seperti orang yang berziarah kepadaku ketika aku masih hidup. HR Daru Qutniy”.[5]
II. Riwayat Ahmad Ibnu Hambal sebagai berikut:
عن ابي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تتخذوا قبري عيدا ولاتتخذوا بيوتكم قبورا وحيثما كنتم فصلوا علي فإن صلاتكم تبلغني.  
Yang artinya: “Dari Abi Hurairah, beliau berkata: “Rasulullah bersabda “Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan dan janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Makanya bacalah shalawat kepadaku, karena shalawat yang kamu baca akan bisa sampai kepadaku di mana saja kamu berada”.[6]
b.      Pegertian secara Tekstual
I.        Nabi bersabda, barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, kemudian berziarah ke makam beliau setelah beliau meninggal, maka orang tersebut seperti berziarah kepada beliau pada waktu masih hidup.
II.     Rasulullah SAW melarang menjadikan makamnya sebagai tempat perayaan dan melarang rumah kaum muslimin dijadikan kuburan, dan memerintahkan untuk membacakan shalawat kepada beliau, karena shalawat yang dibacakan kepadanya dimanapun tempatnya  bisa sampai kepada Rasulullah SAW.
c.       Pengertian secara Konstektual
I.            Dari riwayat hadits diatas, Rasulullah menganjurkan bagi kaum muslimin yang mlakukan ibadah haji, untuk berziarah ke makam Nabi, karena ziarah ke makam Nabi SAW setelah beliu wafat sama halnya dengan orang yang berziarah kepada Rasulullah ketika masih hidup maka  beruntung dan mulialah orang-orang yang bisa ziarah dan bertemu dengan Nabi SAW secara langsung. Hal tersebut juga merupakan ibadah yang sangat penting dan sulit dicari. Sedang berziarah kepada Rasul semasa hidup sudah tidak mungkin kita lakukan, mengapa tidak kita lakukan dengan berziarah ke makam Rasulullah, sedang Rasulullah sendiri telah menganjurkannya dengan Hadits tersebut.
II.          Dari Hadits tersebut di atas Rasulullah SAW memperbolehkan untuk berziarah ke makamnya akan tetapi melarang makamnya di jadikan tempat perayaan dan bersenang senang. Dan melarang kaum muslimin untuk menjadikan rumah  mereka  sebagai kuburan. Karena kita tidak boleh mengikuti aturan yang hanya khusus diperuntukkan bagi para Nabi, yaitu dimakamkannya para Nabi dimana Dia meninggal. Seperti Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huraiarah : Nabi berkata “Setiap Nabi dimakamkan dimana Dia meninggal”. Jadi jika Rasul SAW wafat di dalam rumahnya maka harus dikuburkan disana. Dalam hal ini beliau melarang kaum muslimin untuk mengikutinya. Serta memerintahkan untuk membacakan sholawat kepada beliau, karena di manapun tempat kita barada shalawat yang di panjatkan kepada beliau akan bisa sampai kepadanya.
d.      Istimbat Hukum
Dari ke dua Hadits di atas dapat di simpulkan, bahwa berziarah ke makam Rasulullah SAW di kota Madinah ketika menjalankan ibadah haji hukumnya adalah Sunnah dan juga sangat besar fadhilah serta barakahnya.  
e.      Pendapat Ulama
I.        Kemudia  para ulama khususnya Nahdliyyin berpedapat seperti tertulis dalam Kitab I’anatut Thalibin, yaitu :
الحاصل زيارة القبر النبي من افضل القربات فينبغى ان يحرص عليه ………..
Yang artinya : “Berziarah ke makam Rasulullah SAW itu merupakan salah satu cara pedekatan (qurbah atau ibadah) yang paling mulia. Oleh karena itu sudah wajar semua umat Islam selalu memperhatikannya . Dan hedaklah tetap waspada, jangan sampai tidak berziarah, padahal dia telah diberi kemampuan oleh Allah SWT, terutama mereka yang telah melakukan ibadah Haji. Oleh Karen itu hak Nabi Muhammad SAW yang haru diberikan oleh umatnya sangat besar. Oleh karena itulah jika salah seorang diantara mereka dengan sikap kepala dijadikan kaki dari ujung bumi yang terjauh, bersusah payah untuk berziarah ke rasaulullah SAW maka hal itu tidak akan cukup untuk memenuhi hak yang harus diterima oleh Nabi dari umatnya, mudah-mudahan Allah SWT membalas kebaikan Rasulullah kepada kaum Muslimin dengan sebaik-baiknya balasan”.[7]
II.     Atas hal tersebut di atas para ulama’ Ahlusunah Wal Jama’ah berkomentar dalam kitab Manhaj al-Salaf :
منهم من فهم عن معناه النهي عن سوء الادب عند زيارته عليه الصلى الله عليه وسلم باللهو واللعب…….
Yang artinya: “Sebagian ulama’ ada yang memberikan pemahaman bahwa yang di maksud Nabi SAW dalam Hadits tersebut (musnad ahmad) adalah larangan untuk berbuat tidak sopan ketika berziarah ke makam Rasulullah SAW, artinya dengan cara memainkan alat-alat musik atau permainan lainnya, sebagaimana yang biasa di lakukan saat ada perayaan. Oleh karena itu yang harus di lakukan oleh para peziarah hanyalah menyampaikan salam kepada beliau, berdoa di sisinya, mengharap berkah dengan melihat makam beliau, mengharap do’a dan membalas salam Rasulullah SAW. Itu semua di lakukan dengan tetap menjaga kesopanan yang sesuai dengan derajat ke-Nabiannya yang mulia.[8]
2.4.             Shalat di Raudlah
Di kota Madinah ada banyak tempat yang memiliki fadhilah (keutamaan) apabila seorang beribadah di tempat itu. Di antaranya adalah Raudlah Nabi SAW. Tidak heran jika banyak orang berebut untuk dapat beribadah di sana.
a.      Hadist yang mendukung, riwayat Abi Sa’id al-Khudhori sbb:
عن ابي سعيد الخدري قال . قال رسول الله صلى الله عليه و سلم ما بين قبري ومنبري هذا روضة من رياض الجنان . (مسند احمد بن حنبل, رقم 11185)
Yang artinya : “ Dari Abi Sa’id al-Khudhori, “ Rasulullah SAW bersabda, “ tempat yang ada di antara kubur dan mimbarku ini adalah Raudlah (kebun) di antara beberapa kebun syurga.”[9]
b.      Pengertian secara Tekstual
Dalam Hadits ini diterangkan bahwa tempat yang berada di anatara kubur Rasulullah dan mimbar masjid adalah bernama Raudlah.
c.       Pengertian secara Kontekstual
Pengertian Hadits diatas adalah bahwa tempat yang berada di antara kamar Rasulullah SAW (makam Rasul SAW setelah beliau wafat) dan mimbar Masjid Nabawi, dimana Nabi SAW selalu keluar dari pintu kamar lalu berjalan ke masjid untuk sholat atau beribadah, maka tempat yang beliau biasa lewati yaitu antara kamar dan mimbar itulah yang disebut Nabi SAW sebagi Raudlah. Dan di tempat itulah Rasulullah SAW selalu melaksanakn shalat sampi akhir hayatnya. dan Nabi SAW sendiri menggambarkan tempat itu sebagai taman dari sebagiannya tamannya Syurga.
Yang dikehendaki bukan haqiqinya taman akan tetapi fadhilah dan keutamaan beribadah disana dengan pahala dan derajat yang berlipat-lipat sehingga digambarkan sebagai sebuah taman Syurga yang indah yang menjadi rebutan semua orang untuk bisa menikmati dan beribadah di sana dengan khusu’ dan tenang.
d.      Istimbat Hukum
Dikarenakan tempat yang dinamakan Raudhah oleh Rasulullah merupakan tempat yang sangat istimewa dan besar fadhilah serta barakahnya, maka beribadah ditempat itu hukumnya adalah Sunnah.
e.      Pendapat Ulama
Raudhah sendiri merupakan tempat favorit beliau dalam menjalankan shalat, dan tempat dimana beliau selalu berdzikir dan beribadah kepada Allah SWT sehingga beliau menggambarkannya sebagia bagian taman Syurga, maka seseorang diSunnahkan untuk beribadah di sana, seperti termaktub dalam kitab al-Hajj Wa al-‘Umrah.
ينبغى للمسلم الزائر مدة إقامته بالمدينة أن يصلي صلوات الخمس بمسجد رسول الله صلى الله عليه و سلم . .............................. (الحج و العمرة فقهه و أسراره, 237)
Yang artinya : Seorang muslim yang sedang berziarah ke Makkah, selama dia berada di Madinah, seyogianya selalu melaksanakan shalat lima waktu di Masjid Nabi SAW dan berniat I’tikaf setiap dia memasuku masjid Nabi SAW. Dia juga dianjurkan untuk mendatangi Radhah dan memperbanyak shalat dan do’a di sana………[10]
2.5.             Shalat Arba’in di Masjid Nabawi
Para jama’ah haji ada yang menggunakan kesempatan berziarah ke Madinah untuk melaksanakan shalat selama empat puluh hari secara berturut-turut di Masjid Nabawi. Amaliah ini lebih dikenal dengan istilah Shalat Arba’in.
a.      Hadits yang mendukung, riwayat Abu Hurairah RA sbb :
عن ابي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لاتشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد المسجد الحرام و مسجد الرسول صلى الله عليه و سلم و مسجد الأقصى (صحيح البخاري, رقم 1115)
Yang artinya : “Dari abu Hurairah RA ari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda,” Dilarang bersikeras untuk berkunjung kecuali pada tiga tempat, yaitu Masjid al-Haram, Masjidku, dan Masjid al-Aqsha”.[11]
b.      Pengertian secara Tekstual
Nabi melarang seorang yang bersikeras untuk beribadah, kecuali pada tiga tempat, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabi dan Masjid al-Aqsha.

c.       Pengertian secara Konstektual
Pengertiannya adalah bahwasanya Rasulullah SAW melarang umatnya untuk bersikeras dan ngoyo dalam beribadah ketika haji, kecuali pada tiga tempat yaitu Masjidil Haram di kota Makkah, Masjid Nabawi di kota Madinah dan Masjidil Aqsha dikota Jerussaleem di Palestina. Karen ketiga tempat tersebut merupakan tempat paling utama dan paling istimewa. Sehingga ketika berada di ketiga tempat tersebut kita diperintahkan untuk beribadah sebanyak dan sekeras mungkin dikarenakan sangat tinggi fadhilahnya.
d.      Istimbat Hukum
Dikarenakan sangat istimewa dan besarnya fadhilah melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi, maka ketika ada amaliah yang disebut sebagai Shalat Arba’in atau shalat empat puluh hari secara berturut-turut di Masjid Nabawi hukumnya adalah Sunnah.
e.      Pendapat Ulama
Karena itu pula para ulama sangat menganjurkan orang yang sedang melaksanakan ibadah haji sebisa mungkin untuk memperbanyak melaksanakan ibadah di masji tersebut. Al-Imam al-Rabbani Yahya bin Syarf al-Nawawi dalam kitab al-Idhah fi Manasika al-Hajj menjelaskan :
ينبغى له مدة إقامتها بالمدينة أن يصلي الصلوات كلها بمسجد رسول الله صلى الله عليه و سلم وينبغى له أن ينوي الإعتكف كما قدمنا في المسجد الحرام . (كتاب إضاح فى مناسك الحج و العمرة, 456)
Yang artinya : “Orang yang melaksanakan ibadah haji selama di Madinah, selayaknya untuk selalu melaksanakan shalat di Masjid Rasulullah SAW. Dan sudah seharusnya dia berniat I’tikaf, sebagaimana telah kami jelsakan tentang ibadah di Masjidil Haram”.[12]


BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah diatas penulis mengambil beberapa point utama sebagai kesimpulan antara lain sebagai berikut :
1.      Dari Hadits ini dapat difahami bahwa hukum mengadakan selamatan haji (walimah al-haj) merupakan suatu ibadah sunnah yang telah dianjurkan oleh Rasulullah SAW baik saat menjelang keberangkatan ataupun setelah pulang menunaikan ibadah Haji.
2.      Dari tradisi seperti itulah, para ahli hukum Islam, khususnya ulama’ Nahsliyyin berpendapat bahwa adzan yang dilakukan pada saat pemberangkatan haji adalah boleh (mubah).
3.      Berziarah ke makam Rasulullah di kota Madinah ketika menjalankan ibadah haji hukumnya adalah Sunnah dan juga sangat besar fadhilah dan barakahnya. 
4.      Bahwasannya sholat atau beribadah di Raudhah hukumnya Sunnah karena keutamaan dan keistimewaan tempat tersebut
5.      Melakukan amaliah Shalat Arba’in di Masjid Nabawi hukumnya juga Sunnah karena kemuliaan dan keistimewaan serta keutamaan Masjid Nabi SAW.
3.2. Saran
Dengan adanya pembahasan masalah di atas hendaknya kita sedikit tahu dan bertambah wawasan, serta tidak mudah untuk menyalahkan salah satu fihak yang mempunyai adat dan amaliah yang berbeda dengan yang lain, karena hal tersebut memang adanya suatu dasar yang kuat. Jadi berfikir positi, selalu belajar dan mau menerima kebenaran itu adalah kunci bertambahnya ilmu. Tetap semanagt….
Di Tulis Oleh Ustadz Nor Afif


[1] Bukhari,Shahih…hal: 2859
[2] Isma’il, Al Fiqh al Wadhih…Hal: 673
[3] Ibnu Hibban, Sunan ibnu Hibban, Juz I, Beirut Dar al-Fikr, hal: 36
[4] Al-Dimyati, I’anah…., Juz I, hal: 23
[5] Bukhari, Shahih…hal:
[6] Ahmad bin Hanbal, Musnad…Indeks Nomor: 8449
[7]Al-Dimyaty, I’anah…hal: 313
[8] Al-Hasani al-Maliki, Manhaj al-Salaf…hal: 103
[9] Ahmad bin Hanbal, Musnad…hal : 11185
[10]al-Hajj Wa al-‘Umrah wa Asraruh, hal.237
[11] Bukhari, Shahiri… hal.1115
[12] al-Idhah fi Manasika al-Hajj, hal.406
Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top