Sabtu, 11 Januari 2014

BAKIYAK KAYU RANDHU BAR NDHOWAK NGGUYA-NGGUYU

Mentertawakan Diri Sendiri

            Bakiyak Kayu Randhu
            Bar ndhowak ngguya-ngguyu

            Plok – plok, plok – plok
            Isiiin-isiiin, haha-hahaaa



            Itu adalah sepotong lagu ejekan atau ‘olokk-olokan’ yang dinyanyikan bersama-sama oleh beberapa anak atau sekelompok anak-anak yang sedang asik bermain. Lagu itu biasanya ditujukan  kepada anak yang cengeng atau “ gembeng “ ( sakit sedikit, tersinggung sedikit sudah menangis ), yaa olok-olokan itu tak seberapa menyakitkan, sebab biasanya justru semuanya sama-sama tertawa dengan terbahak-bahak. Lagu itu menjadi semacam lagu  “ gemblengan “ mental pada masa kecilan saya dulu, agar tidak mudah putus asa, mudah menyerah menghadapi tantangan. Saya mengira lagu itu juga sudah  dinyanyikan jauh sebelum saya lahir, tapi sekarang rasa-rasanya kok  sudah jarang dinyanyikan oleh anak-anak masa kini, atau anak seusia anak – anak saya yang lahir pada era 2000 - an.
            Tertawa dan menangis yang sepontan adalah bagian dari dunia anak-anak, sedangkan tertawa itu sendiri adalah hal yang penting dari perkembangan jiwa dan raga anak-anak, karena itu adalah salah satu ketrampilan dan sikap yang harus dipelajarinya ! Lebih dari itu semua ‘tertawa’ adalah sebuah obat kerohanian, untuk orang menjadi sehat. Dikatakan dalam Amsal: “ Hati yang gembira adalah obat yang manjur” ( 17:22 ).
Tertawa merangsang peredaran darah, meningkatkan pemberian oksigen pada darah, memperlancar pencernakan, dan memijat organ-organ tubuh yang penting. Bahkan akhir-akhir ini telah terbukti bahwa tertawa itu menolong tubuh untuk mengatasi rasa nyeri yang kronis.
            Tertawa juga meningkatkan kesenangan seseorang untuk terus hidup, mengurangi stres, dan memperlancar hubungan antar pribadi. Terlepas Anda suka melawak atau tidak, Anda dapat memanfaatkan senyuman dan sifat jenaka untuk kebaikan keluarga Anda. Salah satu contoh gurauan Rasululloh saw yang patut kita simak adalah :

Datanglah seorang wanita kepada Rasululloh saw dan berkata: “ Wahai Rasululloh, bawalah aku ke unta ”.
Rasululloh saw berkata: “ Aku akan bawa kamu ke anak unta”.
Berkata wanita tadi : ”Apa yang bisa kuperbuat dengan anak unta ? Dia tidak bisa membawa aku wahai Rasululloh”.
Rasululloh saw menjawab: ” Bukankah setiap unta yang datang mesti dari anak unta”.
( HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad ).

Dari Zaid bin Aslam, seorang wanita bernama Ummu Aiman Al Habsyiyyah datang kepada Rasululloh saw seraya berkata: ” Sesungguhnya suamiku mengundang mu ”.
Rasululloh saw bertanya: ” Siapa dia? Apakah  yang di matanya ada putih-putih ? ”.
Wanita itu menjawab: “ Tidak ada putih-putih pada matanya ”.
Berkata Rasululloh saw: “ Saya rasa pasti ada”.
Wanita itu menjawab: “ Tidak, demi Alloh”.
Berkata Rasululloh saw: “ Tidak ada seorangpun kecuali pasti ada putih-putih di matanya”.

Datanglah seorang wanita tua kepada Rasululloh saw seraya berkata: “ Wahai Rasululloh, berdo’alah kepada Alloh swt agar aku dimasukkan surga”.

Bersabda Rasululloh saw:

“ Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak dimasuki oleh orang-orang tua ”. Lantas ia pergi dan menangis. Maka bersabda Rasululloh saw. : “ Beritahu dia bahwa dia tidak masuk surga dengan keadaan tua seperti itu. Sesungguhnya Alloh swt berfirman : “ Sesungguhnya Kami menciptakan mereka ( bidadari-bidadari ) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.
           
Ayo, ngguyu

            Paul Lewis menjelaskan panjang lebar tentang masalah keharusan orang tua untuk mempunyai rasa humor, yang intinya bahwa rasa humor juga menolong orang tua yang dengan teliti memikirkan bagaimana perasaan anak-anaknya untuk ‘memperkenankan anak-anak sebagai anak. Jika pada masa anak-anak orang tua dengan ketat menuntut agar mereka bertingkah laku sempurna maka hal itu dapat menimbulkan perasaan tidak aman di dalam diri mereka dan mereka juga dapat mempunyai gambaran yang buruk tentang diri mereka sendiri. Tetapi jika ajaran atau koreksi itu disampaikan dengan rasa humor maka orang tua yang sedang prihatin itu dapat membuat anaknya bertingkah laku sebagaimana yang diinginkan dalam suasana gurau yang lebih halus dan tidak di bawah ancaman hukuman. Dengan latar belakang hubungan ini, maka pada saat anak melakukan perlawanan yang serius ia dapat ditangani dengan keras dan tepat tanpa harus merusak kasih karunia yang mendasar yang harus selalu ada antara orang tua dan anak.
            Ketika Dr. Sulantari Sp. THT. melihat Zohral ( anak laki-laki, pertama saya yang masih berusia dua tahun )  “ ngowoh ” ( suka membuka mulutnya sehingga mengeluarkan air liur ) atau “ ngileran ”. Maka ia berceritalah kepada saya tentang pengalaman salah seorang koleganya yang mempunyai anak yang juga “ ngileran ” juga, bahkan lebih parah lagi. Untuk mengatasinya si ayah mengajaknya melihat seekor sapi yang sedang “ ngghayemi “ ( mengunyah-ngunyah rumput ), sehingga keluarlah liurnya, “Lihat mulut sapi itu ”, katanya pada anak lelakinya. ” Mengapa ? ” tanya si ayah, “ Karena mulutnya terbuka ” jawab si anak sambil tertawa. Selanjutnya apabila si anak itu mulai ngiler, si ayah berkata “sapi” maka si anak cepat-cepat menutup mulutnyan.
            Gelak tawa dapat menyegarkan semangat manusia, terutama pada saat-saat krisis dan dalam keadaan emosi yang sangat berat. Tidak ada hal lain yang dapat menghilangkan ketegangan dan menetralkan keadaan di tengah konflik selain daripada suatu babak yang diisi dengan gelak tawa. Konfrontasi dapat diredakan dan kemarahan dapat disejukkan oleh sedikit suasana berkelakar.   

          Berikut ini ada beberapa cara untuk menggalakkan gelak tertawa dan rasa gemar melucu yang sehat di dalam keluarga anda : Teladan yang Anda berikan itu sangatlah penting. Jadi tertawakanlah diri Anda sendiri, dan kesalahan Anda. Jangan terlalu cepat tersinggung. Dalam saat-saat yang membosankan, ketika setiap orang sudah letih atau cuaca jelek, tertawalah bersama-sama sejenak. Carilah beberapa cerita jenaka dan bacakanlah dengan
Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top