Sabtu, 11 Januari 2014

Sang Kyai Dulu dan Sekarang

Sang Kyai Dulu dan Sekarang





Pada lingkungan masyarakat kita, khususnya masyarakat Jawa. ada fenomena yang sangat menarik, fenomena tersebut adalah suatu sebutan atau suatu gelar yang oleh sebagian kalangan dianggap sakral dan serta merta dipertahankan kesakralannya, yaitu gelar “ Kyai “.
Kyai pada masyaratnya merupakan tokoh sentral yang keberadaanya sampai sekarang masih sangat diperhitungkan oleh berbagai kalangan, sosok kyai begitu menakjubkan, dianggap mampu memberikan jalan keluar dalam segala hal.
Memang pada dasarnya kyai itu bukan suatu gelar yang serta merta ada, seperti gelar kesarjanaan yang selama ini dikenal oleh masyarakat pada umumnya, namun gelar kyai itu merupakan ungkapan, pengakuan atau penghormatan masyarakat pada seseorang atau sesuatu yang dianggap mampu menjadi pengayom, penyejuk, pelindung dan petunjuk. Seseorang yang oleh masyaratnya telah diberi gelar kyai karena kemampuan beliau dalam menyerap dan mengamalkan ilmu-ilmu agama Islam dan akhlaqnya memang meniru beliau Nabi, itulah yang menjadikan masyarakat kita begitu tergantung padanya dalam segala urusan, keluhan, aduan sehari-hari. Kyai yang sudah menjadi tokoh sentral dalam masyarakat itu bukan karena sang kyai itu pandai dalam ilmu agama saja, namun yang lebih penting adalah bagaimana sang kyai itu bisa dengan sangat gigih menjaga dan mempertahankan amanat dan menjadi suri tauladan dalam lingkungan masyarakatnya, apabila sang kyai itu mau dan mampu, maka masyarakatpun tanpa segan mengikuti sang kyai dengan sepenuh hati, terkadang sampai cenderung mengkultuskannya.
Begitu besar ketergantungan masyarakat pada figur panutannya, seakan-akan hanya kyai lah yang akan mampu memberi jalan keluar pada masalah yang timbul pada masyarakat, pada masyarakat kita meyakini bahwa kyai adalah tumpuan harapan. Pada musim tanam para petani berbondong-bondong showan  pada sang kyai meminta restu akan memulai bercocok tanam, apalagi kalau ada yang mempunyai anak yang sudah beranjak dewasa, maka sang kyai mempunyai peran yang sangat penting dalam urusan perjodohan, setuju dan tidaknya  kyai akan menjadi tolok ukur para orang tua menolak atau menerima pinangan. Begitu juga seandainya anggota keluarga ada yang sakit, sang kyailah orang pertama yang akan dimintai bantuan untuk meringankan penderitaan, sebelum ke dokter atau ke rumah sakit. Begitu indah dan agungnya seseorang yang di anugrahi pangkat yang seperti itu. Itu semua adalah sedikit gambaran seorang kyai yang menjadi pewaris ilmu dan akhlak para Nabi.
Ini merupakan sosok kyai yang memang selayaknya kita hormati, kita ikuti segala yang menjadi keputusan dan kebijaksanaannya.
Namun zaman yang sudah semakin tua ini menjadikan figur kyai bergeser dari poros yang semestinya, kalau kita mengamati pergeseran tingkah laku sang kyai, maka kita hanya bisa berdo’a  dan menangis. Memohon ampun, semoga kiamat yang semakin dekat ini, hati kita, iman kita diselamatkan oleh Alloh. Amien. Dan menurut pengamatan kami model kyai  itu dapat digolongkan menjadi tiga golongan, dan yang sudah kami singgung di atas merupkan sosok kyai yang sekaligus Ulama’
Tak kalah menariknya, sekarang ini banyak sekali orang yang sangat-sangat berkeinginan untuk sekedar diberi julukan  atau gelar Kyai. Mereka mengerahkan segala daya upaya mempengaruhi masyarakat, mencitrakan dirinya sebagai seorang kyai. akan tetapi mereka hampir-hampir tidak mempunyai sifat-sifat yang dipunyai oleh para pendahulunya, yang mereka inginkan adalah kemasyhuran, kekayaan dan kekuasaan semata. Hal ini sudah sangat mewabah dalam lingkungan masyarakat kita. Kita hanya bisa melihatnya dan hanya bisa perihatin tanpa bisa berbuat apa-apa, semua itu akan menjadi bahan renungan kita agar bisa lebih waspada dalam menyikapi segala sesuatu. Dalam  segi berpakaian, sang kyai menampakkan kewibawaan yang di rekayasa, kemana mana memakai atribut yang mengesankan seakan-akan dia adalah orang yang sangat takut terhadap dosa. Tasbih dan sorban  merupakan hiasan yang selalu di kenakan. Dalam segi pembicaraan, kata-kata bijak mengalun merdu, fatwa dan nasehat mengalir  indah seperti mata air yang sangat jernih dan tiada hentinya, seperti orang sucilah lagaknya. Dalam perjuangan, yang dikedepankan adalah kepentingan ummat, semua hidupnya diabdikan untuk perjuangan. Akan tetapi semua itu hanya jargon belaka, hanya tampak luarnya saja, kalo kita mau menelaah lebih jauh dan dalam, kenyataannya tentu jauh berbeda dari kelihatannya, semua yang diperlihatkan itu untuk menutupi kebohongannya. itu adalah golongan kyai yang ke dua. Seseorang yang sangat berkeinginan dipanggil kyai. Semoga Alloh selalu memilihkan jalan kita, jalan yang selalu diridhoi-Nya. Amien
Masyarakat Jawa memberikan julukan atau gelar pada simbol  yang mereka percaya kepada benda-benda, binatang atau apa sajalah dengan sebutan Kyai juga. Ini merupkan akibat dipengaruhi oleh kepercayaan nenek moyangnya, yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme, sehingga pengaruh tersebut masih terasa hingga sekarang.
Dan yang ketiga adalah sesuatu yang oleh masyarakat di sebut kyai. Seperti keris, itu juga ada yang dinamakan Kyai Nogo Sosro Sabuk Inten. Kerbau milik Kasultanan Surokarto itu juga dinamakan Kebo Kyai Slamet, Gamelan yang ada di Keraton Ngayogyokarto itupun juga diberi julukan kyai. Semua itu merupakan wujud penghormatan masyarakat terhadap sesuatu yang disakralkan. Jadi, mari kita bersama merenungkan apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan, semoga kita menjadi lebih waspada terhadap perubahan lingkungan dan perubahan perilaku penghuni Bumi yang semakin tua ini. Amien.
                                                                        *ABAE*  



Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top