PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Haji merupakan Rukun Islam yang ke-5, diwajibkan atas
semua Umat Islam yang mampu, dalam artian mampu dari segi materi, fisik,
psikologi dan beberapa hal lain. Haji merupakan suatu ibadah yang sangat mulia
dan utama dengan pahala dan barokah yang begitu besar, hingga haji dikatakan
sebagai penyempurna Rukun Islam dan penyempurna ibadah kita pada Allah.
Dalam haji banyak sekali rukun dan syarat yang harus
dipenuhi oleh para calon jama’ah haji, baik yang telah menjadi syarat rukun
yang telah ditentukan oleh syara’ atau syarat dan ketentuan serta peratuturan
yang telah di tentukan oleh pemeruntah dan ada juga ketentuan dari adat dan kebiasaan dari
masing-masing jama’ah yang terdiri dari beraneka ragam etnik dan kepercayaan.
Seperti yang sering dilaksanakn di Indonesia khususnya
warga Nahdliyyin, banyak adat dan ritual khusus yang dilakukan oleh para
calon jama’ah haji, yang diantaranya akan kami bahas dan kami sampiakan dalam
makalah kali ini, tentunya dengan dalil-dalil yang cukup kuat, sehingga
mengesampingkan pendapat bahwa hal tersebut adalah bid’ah. Karena
denganadanya dasar yang berupa beberapa hadist yang kami sertakan serta
beberapa pendapat para ulama, semoga makalah ini menjadi suatau hal yang
bermanfaa. Amin.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah diarahkan pada
pembahasan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah haji, dan juga adat dan
kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan ibadah haji, yang tak jarang
menjadi suatu perdebatan antar golongan dan antar kaum. Dengan menyajikan dalil
yang mendukung serta pengertian tekstual, konstektual, istimbat hukum serta
pendapat para ulama dan pakar hukum, sehingga dalil tersebut lebih kuat dan
cukup keterangan dan penjabaran, yang harapannya nanti dapat dipakai sebagai ta’bir.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari makalah ini adalah memberikan suatu
pengertian dengan menggunakan dalil yang berupa Hadits tentang masalah Ibadah
Haji, terutama masalah yang berhubungan dengan adat istiadat dalam berhaji yang
kadang tidak ada dalam syarat dan rukun haji karena memang bersifat adat dan
kebiasaan sebagian masyarakat atau golongan tertentu. Untuk itu kami
mengemukakannya dengan memberikan dalil berupa Hadits yang diperkuat dengan
pendapat para ulama. Dan memberikan penjelasan bahwa adat tersebut ada dalil
yang cukup kuat, sehingga pendapat golongan tertentu yang menganggap hal
tersebut salah dan sesat, bisa ditepis dan dikesampingkan. Semoga makalah ini
mengena pada sasaran dan dapat menjadi suatau hal yang bermanfaat.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Selamatan
Haji (waliamah al-haj)
Dalam budaya masyarakat kita setelah seorang pulang dari
menunaikan ibadah haji biasanya diadakan selamatan atau hajatan yang biasa
dikenal dengan Selamatan Haji atau (walimah al-haj). Ternyata
kegiatan tersebut juga ada sebuah dasar yang berupa Hadits Nabi SAW.
a.
Hadits
yang menerangkan,
riwayat Bukhari dan Jabir sebagai berikut :
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن
النبي صلى الله عليه و سلم لما قدم المدينة نحر جزورا او بقرة.
Artinya : “Dari Jabir bin Abdullah RA,
bahwa ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah usai melaksanakan haji, beliau
menyembelih kambing atau sapi”.[1]
b.
Pemahaman
secara Tekstual
Dalam hadits diatas diterangkan bahwa ketika Rasulullah
SAW telah datang dari Madinah, Beliau lalu menyembelih kambing ataupun
menyembelih sapi.
c.
Pemahaman
secara Konstektual
Dari Hadits ini dapat difahami bahwa setelah Rasulullah SAW
pulang melaksanakan ibadah haji, kemudian beliau mengadakan tasyakuran haji (walimah
al-haj) dengan menyembelih hewan ternak entah itu kambing atau sapi,
kemudian bersadakah kepada sanak kerabat, family serta tetangga dan fakir
miskin, yang hal tesrsebut dilakukan karena bersyukur kepada Allah atas nikmat
dan perlindungan Allah SWT selama menjalankan ibadah haji.
d.
Istimbat
Hukum
Melihat Hadits di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa Rasulullah SAW melaksanakan tasyakuran setelah pulang melaksanakan ibadah
haji dengan cara menyembelih hewan ternak untuk disadakahkan pada para kerabat
dan tetangga serta fskir miskin. Jadi perbuatan tersebut (waliamah al-haj)
adalah Sunnah, karena Rasul SAW melakukannya, dan juga merupakan bukti
syukur atas nikmat Allah serta mengajari kepada kaumnya untuk gemar bersadaqah.
e.
Pendapat
Ulama
Sehubungan
dengan hal diatas pandangan Ulama adalah sebagai berikut :
يستحب للحاج بعد رجوعه بلده ان ينحر جملا……………………..
Disunnahkan bagi orang yang baru pulang haji untuk
menyembelih unta, sapi, atau menyembelih kambing (untuk diberikan) kepada fakir
miskin, tetangga, sanak kerabat, saudara, serta relasi. (hal ini dilakukan)
sebagai bentuk pendekatan diri pada Allah SWT.[2]
2.2.
Adzan Pemberangkat Haji
Dalam kebiasaannya, calon jama’ah haji yang akan
berangkat menunaikan kewajibannya, berpamitan dulu kepada para kerabat,
tetangga, famili dan para undangan, kemudian ketika pemberangkatan biasanya ada
semacam ritual pemberangkatan yaitu dengan dikumandangkannya Adzan.
Dengan adanya hal tersebut diatas marilah kita kupas
sebuah Hadits yang mendukung dan menjadi dasar dari pada permasalah di atas, yaitu
sebuah Hadits Nabi SAW.
a.
Hadits
yang menerangkan, riwayat Ibnu Hibban sebagai berikut:
من طريق ابو بكر والرذبارى عن ابن داسة
قال : حدثنا ابن محزوم قال حدثني الامام علي ابنى ابي طالب كرم الله وجهه وسيدتنا
عائشة رضي الله عنهم – كان رسول الله صلى الله عليه و سلم إذا استودع منه حاج او
مسافر اذن وأقام – وقال ابن السني متواتر معنوي وروه ابو داود والقرافى والبيهقى
Yang artinya : Riwayat dari Abu Bakar dan ar-Rudzbary
dari Ibnu Dasah , ia berkata “Ibnu Mahzum menceritakan
kepadaku dari Ali dan Aisyah, ia mengatakan “Jika seseorang mau pergi haji atau
bepergian, ia pamit kepada Rasulullah, Rasulpun meng-adzani dan meng-iqomahi”.
Hadits ini menurut Ibnu Sunni bersifat mutawattir maknawi. Juga diriwayatkan
oleh Abu Dawud, al-Qorafi, dan al-Baihaqi.[3]
b.
Pemahaman
secara Tekstual
Shahabat Ali RA dan Aisyah RA bercerita, jika seseorang
mau bepergian atau berangkat haji, dia berpamitan kepada Rasulullah SAW,
kemudian Rasulpun meng-adzani dan meng-iqomatinya.
c.
Pemahaman
secara Kontekstual
Dari paparan Hadits di atas bisa kita artikan bahwa
seorang yang akan bepergian jauh (termasuk haji) maka dianjurkan untuk
berpamitan kepada para saudara, kerabat, tetangga dan para alim seraya minta do’a
restu. Dan khususnya bepergian yang merupakan ibadah yang sangat mulia yaitu
haji dan juga bepergian yang bukan merupakan maksiat, maka menjadi suatu
penghormatan yang pantas bila dikumandangkan adzan, hal tersebut patut
diteladani karena Nabi SAW sendiri juga telah mengajarkannya.
d.
Istimbat
Hukum
Dari tradisi seperti itulah, para ahli hukum Islam,
khususnya ulama’ Nahdliyyin berpendapat bahwa adzan yang dilakukan pada
saat pemberangkatan haji adalah boleh (mubah). Hal ini berdasarkan
pada Hadits Nabi SAW yang telah disebutkan di atas.
e.
Pendapat
Ulama
Kemudian para ahli hukum berpendapat seperti yang
termaktub dalam kitab I’anah al-Thalibin sebagai berikut :
(قوله
خلف المسافر) اي و يسن الآذان والإقامة ايضا خلف المسافر لورود حديث صحيح فيه قال
ابو يعلى فى مسنده وابن ابى شيبة : اقول ويمبغى ان محل ذلك ما لم يكن سفر معصية.
Kalimat menjelang bepergian bagi
musafir maksudnya adalah disunnahkan adzan dan iqamah bagi seorang yang hendak
bepergian berdasarkan Hadits Shahih. Abu Ya’la dan Ibnu Abi Syaibah : “Sebaiknya
tempat adzan yang dimaksudkan itu dikerjakan untuk bepergian yang tidak
bertujuan maksiat”.[4]
2.3.
Ziarah Makam Rasulullah SAW
Sudah
mejadi tradisi kaum muslimin dibelahan dunia, ketika beribadah haji tentu tidak
lupa untuk datang ke kota
Madinah yaitu untuk beribadah di Masjid Nabawi sekaligus berziarah ke makam
Rasulullah SAW. Tradisi ini banyak dilakukan oleh kaum Ahli Sunnah Wal
Jama’ah dan tentunya dengan adanya dasar Hadits yang mendukung dan
menguatkannya.
a.
Hadits
yang mendukung,
I. Riwayat Darul Qutniy sebagai berikut :
عن ابن عمرو رضي الله عنهما أن النبي
صلى الله عليه و سلم قال من حج فزار قبري موتي كان كمن زارني في حياتي اخرجه
الدرقطني
Yang artinya : “Dari Ibnu Umar RA sesungguhnya Nabi SAW
besabda “Barang siapa yang melaksanakan haji, kemudian berziarah ke makamku
setelah aku meninggal dunia, maka ia seperti orang yang berziarah kepadaku
ketika aku masih hidup. HR Daru Qutniy”.[5]
II. Riwayat Ahmad Ibnu Hambal sebagai
berikut:
عن ابي هريرة قال قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم لا تتخذوا قبري عيدا ولاتتخذوا بيوتكم قبورا وحيثما كنتم فصلوا علي
فإن صلاتكم تبلغني.
Yang artinya: “Dari Abi Hurairah, beliau berkata: “Rasulullah
bersabda “Janganlah kamu jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan dan
janganlah kamu jadikan rumahmu sebagai kuburan. Makanya bacalah shalawat
kepadaku, karena shalawat yang kamu baca akan bisa sampai kepadaku di mana saja
kamu berada”.[6]
b.
Pegertian
secara Tekstual
I.
Nabi
bersabda, barang siapa yang melaksanakan ibadah haji, kemudian berziarah ke
makam beliau setelah beliau meninggal, maka orang tersebut seperti berziarah kepada
beliau pada waktu masih hidup.
II.
Rasulullah
SAW melarang menjadikan makamnya sebagai tempat perayaan dan melarang rumah
kaum muslimin dijadikan kuburan, dan memerintahkan untuk membacakan shalawat
kepada beliau, karena shalawat yang dibacakan kepadanya dimanapun tempatnya bisa sampai kepada Rasulullah SAW.
c.
Pengertian
secara Konstektual
I.
Dari
riwayat hadits diatas, Rasulullah menganjurkan bagi kaum muslimin yang mlakukan
ibadah haji, untuk berziarah ke makam Nabi, karena ziarah ke makam Nabi SAW
setelah beliu wafat sama halnya dengan orang yang berziarah kepada Rasulullah
ketika masih hidup maka beruntung dan
mulialah orang-orang yang bisa ziarah dan bertemu dengan Nabi SAW secara
langsung. Hal tersebut juga merupakan ibadah yang sangat penting dan sulit
dicari. Sedang berziarah kepada Rasul semasa hidup sudah tidak mungkin kita
lakukan, mengapa tidak kita lakukan dengan berziarah ke makam Rasulullah,
sedang Rasulullah sendiri telah menganjurkannya dengan Hadits tersebut.
II.
Dari
Hadits tersebut di atas Rasulullah SAW memperbolehkan untuk berziarah ke
makamnya akan tetapi melarang makamnya di jadikan tempat perayaan dan bersenang
senang. Dan melarang kaum muslimin untuk menjadikan rumah mereka sebagai kuburan. Karena kita tidak boleh
mengikuti aturan yang hanya khusus diperuntukkan bagi para Nabi, yaitu
dimakamkannya para Nabi dimana Dia meninggal. Seperti Hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Huraiarah : Nabi berkata “Setiap Nabi dimakamkan dimana Dia meninggal”.
Jadi jika Rasul SAW wafat di dalam rumahnya maka harus dikuburkan disana. Dalam
hal ini beliau melarang kaum muslimin untuk mengikutinya. Serta memerintahkan
untuk membacakan sholawat kepada beliau, karena di manapun tempat kita barada shalawat
yang di panjatkan kepada beliau akan bisa sampai kepadanya.
d.
Istimbat
Hukum
Dari ke dua Hadits di atas dapat di simpulkan, bahwa
berziarah ke makam Rasulullah SAW di kota
Madinah ketika menjalankan ibadah haji hukumnya adalah Sunnah dan
juga sangat besar fadhilah serta barakahnya.
e.
Pendapat
Ulama
I.
Kemudia para ulama khususnya Nahdliyyin
berpedapat seperti tertulis dalam Kitab I’anatut Thalibin, yaitu :
الحاصل زيارة القبر النبي من افضل
القربات فينبغى ان يحرص عليه ………..
Yang artinya : “Berziarah ke makam
Rasulullah SAW itu merupakan salah satu cara pedekatan (qurbah atau ibadah)
yang paling mulia. Oleh karena itu sudah wajar semua umat Islam selalu memperhatikannya
. Dan hedaklah tetap waspada, jangan sampai tidak berziarah, padahal dia telah
diberi kemampuan oleh Allah SWT, terutama mereka yang telah melakukan ibadah
Haji. Oleh Karen itu hak Nabi Muhammad SAW yang haru diberikan oleh umatnya
sangat besar. Oleh karena itulah jika salah seorang diantara mereka dengan
sikap kepala dijadikan kaki dari ujung bumi yang terjauh, bersusah payah untuk
berziarah ke rasaulullah SAW maka hal itu tidak akan cukup untuk memenuhi hak
yang harus diterima oleh Nabi dari umatnya, mudah-mudahan Allah SWT membalas
kebaikan Rasulullah kepada kaum Muslimin dengan sebaik-baiknya balasan”.[7]
II.
Atas
hal tersebut di atas para ulama’ Ahlusunah Wal Jama’ah berkomentar dalam
kitab Manhaj al-Salaf :
منهم من فهم عن معناه النهي عن سوء الادب
عند زيارته عليه الصلى الله عليه وسلم باللهو واللعب…….
Yang artinya: “Sebagian ulama’ ada
yang memberikan pemahaman bahwa yang di maksud Nabi SAW dalam Hadits tersebut
(musnad ahmad) adalah larangan untuk berbuat tidak sopan ketika berziarah ke
makam Rasulullah SAW, artinya dengan cara memainkan alat-alat musik atau
permainan lainnya, sebagaimana yang biasa di lakukan saat ada perayaan. Oleh
karena itu yang harus di lakukan oleh para peziarah hanyalah menyampaikan salam
kepada beliau, berdoa di sisinya, mengharap berkah dengan melihat makam beliau,
mengharap do’a dan membalas salam Rasulullah SAW. Itu semua di lakukan dengan
tetap menjaga kesopanan yang sesuai dengan derajat ke-Nabiannya yang mulia.[8]
2.4.
Shalat di Raudlah
Di kota
Madinah ada banyak tempat yang memiliki fadhilah (keutamaan) apabila
seorang beribadah di tempat itu. Di antaranya adalah Raudlah Nabi SAW.
Tidak heran jika banyak orang berebut untuk dapat beribadah di sana .
a.
Hadist
yang mendukung, riwayat Abi Sa’id al-Khudhori sbb:
عن ابي سعيد الخدري قال . قال رسول الله
صلى الله عليه و سلم ما بين قبري ومنبري هذا روضة من رياض الجنان . (مسند احمد بن
حنبل, رقم 11185)
Yang artinya : “ Dari Abi Sa’id al-Khudhori, “ Rasulullah
SAW bersabda, “ tempat yang ada di antara kubur dan mimbarku ini adalah Raudlah
(kebun) di antara beberapa kebun syurga.”[9]
b.
Pengertian
secara Tekstual
Dalam Hadits ini diterangkan bahwa tempat yang berada di anatara
kubur Rasulullah dan mimbar masjid adalah bernama Raudlah.
c.
Pengertian
secara Kontekstual
Pengertian Hadits diatas adalah bahwa tempat yang berada
di antara kamar Rasulullah SAW (makam Rasul SAW setelah beliau wafat)
dan mimbar Masjid Nabawi, dimana Nabi SAW selalu keluar dari pintu kamar
lalu berjalan ke masjid untuk sholat atau beribadah, maka tempat yang beliau
biasa lewati yaitu antara kamar dan mimbar itulah yang disebut Nabi SAW sebagi Raudlah.
Dan di tempat itulah Rasulullah SAW selalu melaksanakn shalat sampi akhir
hayatnya. dan Nabi SAW sendiri menggambarkan tempat itu sebagai taman dari
sebagiannya tamannya Syurga.
Yang dikehendaki bukan haqiqinya taman akan tetapi
fadhilah dan keutamaan beribadah disana dengan pahala dan derajat yang
berlipat-lipat sehingga digambarkan sebagai sebuah taman Syurga yang indah yang
menjadi rebutan semua orang untuk bisa menikmati dan beribadah di sana dengan khusu’ dan
tenang.
d.
Istimbat
Hukum
Dikarenakan tempat yang dinamakan Raudhah oleh Rasulullah
merupakan tempat yang sangat istimewa dan besar fadhilah serta barakahnya, maka
beribadah ditempat itu hukumnya adalah Sunnah.
e.
Pendapat
Ulama
Raudhah sendiri merupakan tempat favorit beliau dalam
menjalankan shalat, dan tempat dimana beliau selalu berdzikir dan beribadah
kepada Allah SWT sehingga beliau menggambarkannya sebagia bagian taman Syurga, maka
seseorang diSunnahkan untuk beribadah di sana , seperti termaktub dalam kitab al-Hajj
Wa al-‘Umrah.
ينبغى للمسلم الزائر مدة إقامته
بالمدينة أن يصلي صلوات الخمس بمسجد رسول الله صلى الله عليه و سلم .
.............................. (الحج و العمرة فقهه و أسراره, 237)
Yang artinya : Seorang muslim yang sedang berziarah ke
Makkah, selama dia berada di Madinah, seyogianya selalu melaksanakan shalat lima waktu di Masjid Nabi
SAW dan berniat I’tikaf setiap dia memasuku masjid Nabi SAW. Dia juga
dianjurkan untuk mendatangi Radhah dan memperbanyak shalat dan do’a di sana ………[10]
2.5.
Shalat Arba’in di Masjid Nabawi
a.
Hadits
yang mendukung, riwayat Abu Hurairah RA sbb :
عن ابي هريرة رضي
الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لاتشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد
المسجد الحرام و مسجد الرسول صلى الله عليه و سلم و مسجد الأقصى (صحيح البخاري,
رقم 1115)
Yang artinya : “Dari abu Hurairah RA ari Nabi Muhammad
SAW beliau bersabda,” Dilarang bersikeras untuk berkunjung kecuali pada tiga
tempat, yaitu Masjid al-Haram, Masjidku, dan Masjid al-Aqsha”.[11]
b.
Pengertian
secara Tekstual
Nabi melarang seorang yang bersikeras untuk beribadah,
kecuali pada tiga tempat, yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabi dan Masjid
al-Aqsha.
c.
Pengertian
secara Konstektual
Pengertiannya adalah bahwasanya Rasulullah SAW melarang
umatnya untuk bersikeras dan ngoyo dalam beribadah ketika haji, kecuali pada tiga
tempat yaitu Masjidil Haram di kota Makkah,
Masjid Nabawi di kota
Madinah dan Masjidil Aqsha dikota Jerussaleem di Palestina. Karen ketiga tempat
tersebut merupakan tempat paling utama dan paling istimewa. Sehingga ketika
berada di ketiga tempat tersebut kita diperintahkan untuk beribadah sebanyak
dan sekeras mungkin dikarenakan sangat tinggi fadhilahnya.
d.
Istimbat
Hukum
Dikarenakan sangat istimewa dan besarnya fadhilah
melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi, maka ketika ada amaliah yang disebut
sebagai Shalat Arba’in atau shalat empat puluh hari secara
berturut-turut di Masjid Nabawi hukumnya adalah Sunnah.
e.
Pendapat
Ulama
Karena itu pula para ulama sangat menganjurkan orang yang
sedang melaksanakan ibadah haji sebisa mungkin untuk memperbanyak melaksanakan ibadah
di masji tersebut. Al-Imam al-Rabbani Yahya bin Syarf al-Nawawi dalam kitab al-Idhah
fi Manasika al-Hajj menjelaskan :
ينبغى له مدة إقامتها بالمدينة أن يصلي
الصلوات كلها بمسجد رسول الله صلى الله عليه و سلم وينبغى له أن ينوي الإعتكف كما قدمنا
في المسجد الحرام . (كتاب إضاح فى مناسك الحج و العمرة, 456)
Yang artinya : “Orang yang melaksanakan ibadah haji
selama di Madinah, selayaknya untuk selalu melaksanakan shalat di Masjid
Rasulullah SAW. Dan sudah seharusnya dia berniat I’tikaf, sebagaimana telah
kami jelsakan tentang ibadah di Masjidil Haram”.[12]
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari pemaparan makalah diatas
penulis mengambil beberapa point utama sebagai kesimpulan antara lain sebagai
berikut :
1.
Dari
Hadits ini dapat difahami bahwa hukum mengadakan selamatan haji (walimah
al-haj) merupakan suatu ibadah sunnah yang telah dianjurkan oleh
Rasulullah SAW baik saat menjelang keberangkatan ataupun setelah pulang
menunaikan ibadah Haji.
2.
Dari
tradisi seperti itulah, para ahli hukum Islam, khususnya ulama’ Nahsliyyin
berpendapat bahwa adzan yang dilakukan pada saat pemberangkatan haji adalah
boleh (mubah).
3.
Berziarah
ke makam Rasulullah di kota
Madinah ketika menjalankan ibadah haji hukumnya adalah Sunnah dan juga
sangat besar fadhilah dan barakahnya.
4.
Bahwasannya
sholat atau beribadah di Raudhah hukumnya Sunnah karena keutamaan
dan keistimewaan tempat tersebut
5.
Melakukan
amaliah Shalat Arba’in di Masjid Nabawi hukumnya juga Sunnah karena
kemuliaan dan keistimewaan serta keutamaan Masjid Nabi SAW.
3.2. Saran
Dengan adanya pembahasan masalah di atas hendaknya kita
sedikit tahu dan bertambah wawasan, serta tidak mudah untuk menyalahkan salah
satu fihak yang mempunyai adat dan amaliah yang berbeda dengan yang lain,
karena hal tersebut memang adanya suatu dasar yang kuat. Jadi berfikir positi,
selalu belajar dan mau menerima kebenaran itu adalah kunci bertambahnya ilmu.
Tetap semanagt….
Di Tulis Oleh Ustadz Nor
Afif
[1] Bukhari,Shahih…hal: 2859
[2] Isma’il, Al Fiqh al Wadhih…Hal: 673
[3] Ibnu Hibban, Sunan ibnu Hibban, Juz I,
Beirut Dar al-Fikr, hal: 36
[4] Al-Dimyati, I’anah…., Juz I, hal: 23
[5] Bukhari, Shahih…hal:
[6] Ahmad bin Hanbal, Musnad…Indeks Nomor:
8449
[7]Al-Dimyaty, I’anah…hal: 313
[8] Al-Hasani al-Maliki, Manhaj
al-Salaf…hal: 103
[9] Ahmad bin Hanbal, Musnad…hal : 11185
[10]al-Hajj Wa al-‘Umrah wa
Asraruh, hal.237
[11] Bukhari, Shahiri… hal.1115
[12] al-Idhah fi Manasika
al-Hajj, hal.406
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar