- Pemanfaatan Keanekaragaman Hayati Dan Hewani
1.
Pelestarian Hutan
Hutan
dan segala ekosistem yang berada di dalamnya merupakan bagian dari komponen
penentu kestabilan alam.
Keanekaragaman hayati menjadi kekayaan luar biasa yang
sanggup memberikan inspirasi bagi pecinta alam, tentunya bukan sebagai sarana
hiburan, namun demi memahami makna kekuasaan agung sang pencipta. Pepohonan di
hutan menjadi tumpuan sekaligus penahan resapan air dalam tanah, sehingga air
tidak mudah terlepas meluncur menjadi bencana banjir yang menyengsarakan
manusia. Hewan-hewan melengkapi kekayaan hutan menjadi bermakna lebih. Suasana
ini seolah mengatakan kepada kita, bahwa di dunia ini bukan hanya manusia saja
yang menjadi makhluk Allah tapi masih ada hewan dan tumbuhan yang senantiasa
hidup dan tumbuh serasi dengan sunatullah yang telah digariskan.
Islam menempatkan ekosistem hutan
sebagai wilayah bebas (al-mubahaat) dengan status bumi mati (al-mawaat)
dalam hutan-hutan liar, serta berstatus bumi pinggiran (marafiq al-balad)
dalam hutan yang secara geografis berada di sekitar wilayah pemukiman. Kedua
jenis hutan ini memiliki nilai persamaan dalam prinsip-prinsip pengaturannya,
dimana semuanya masih menjadi bidang garapan pemerintah. Dan pemerintah juga
berhak memberikan ijin penebangan hutan selama tidak berdampak negatif pada
lingkungan sekitar.[1]
Hanya saja dalam jenis hutan
bebas (liar), secara prinsip asal, legal untuk dimanfaatkan oleh siapapun, baik
untuk dijadikan sebagai kepemilikan (ihya' li al-tamalluk) maupun untuk
diambil kekayaan alam yang ada didalamnya. Sehingga wajar sampai saat ini masih
kita kenal model pembukaan lahan hutan sebagai pemukiman maupun persawahan
seperti yang terjadi pada hutan-hutan di daerah Sumatera dan Kalimantan
dalam program transmigrasi. Hal ini tidak bisa dimaknai sebagai perusakan
lingkungan karena secara alami pertambahan jiwa akan selalu menuntut
pertambahan lokasi pemukiman.[2]
Dalam
wacana ini Islam menunjukkan kepeduliannya akan lingkungan dengan melarang
pemanfatan kategori hutan semacam itu jika memang pemerintah memandang
hutan-hutan tersebut berperan vital dalam kestabilan ekosistem.[3]
Untuk jenis hutan yang termasuk marafiq
al-balad karena secara lazim penduduk sekitar selalu memanfaatkannya untuk
keperluan penggembalaan binatang, sebagai sumber kayu bakar serta untuk
keperluan lain, maka bagi pemerintah tidak diperkenankan mengalihkan
pemanfaatan kawasan itu untuk kepentingan personal maupun kelompok tertentu.
Dalam arti, hak dari rakyat yang berada di sekitarnya maupun yang berada jauh
dari kawasan itu adalah sama. Dan mengenai intervensi pemerintah dalam melarang
penebangan pohon dalam kawasan ini mutlak diperbolehkan seperti dalam hutan liar.[4]
Dari uraian di atas, terlihat
bahwa pemerintah memegang peranan penting dalam setiap kebijakannya tentang
pengaturan hutan. Sehingga syariat menganggap pencurian kayu di hutan merupakan
tindakan yang ilegal dan harus ditindak tegas. Bahkan kayu-kayu tersebut haram
untuk diperdagangkan.[5]
Pada
bagian lain Islam juga sangat menganjurkan pelestarian sumber daya alam hewani.
Dan hal ini dapat kita pahami dari beberapa konsep syariat sebagai berikut :
Pertama, Islam
tidak memperkenankan pembunuhan hewan selain untuk kepentingan konsumsi.
Padahal hewan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi dalam Islam rata-rata
termasuk hewan yang mempunyai populasi cukup banyak, bukan termasuk hewan-hewan
langka yang populasinya semakin sedikit.[6]
Kedua,
syariat juga tidak memperbolehkan penyiksaan hewan, baik dengan cara
memperlakukan tidak semestinya maupun dalam bentuk penyiksaan lainnya.[7]
Ketiga, Islam
menganjurkan untuk merawat binatang dengan memberikan kebebasan hidup atau
memberikan kebutuhan hidup hewan andai saja binatang itu ada dalam
kepemilikannya. Bahkan hal itu merupakan perbuatan terpuji dan berpahala.[8]
Keempat, dalam
aturan pembunuhan hewan, Islam hanya memprioritaskan atas hewan yang termasuk
jenis hewan berbahaya (al-fawasiiq al-khams) serta hewan sejenis, yakni
hewan-hewan yang mengganggu ataupun menyerang manusia. Sehingga hewan-hewan
lain yang tidak memenuhi ketentuan tersebut tetap wajib dilestarikan hidupnya,
baik yang halal dikonsumsi maupun yang tidak.[9]
Dari
beberapa keterangan di atas dapat kita pahami bahwa ketika pemerintah membuat
aturan perlindungan hewan-hewan langka karena mempertimbangkan kestabilan
ekosistem, maka bagi individu rakyat tidak diperbolehkan untuk melanggarnya.
Sehingga praktek perburuan ilegal secara syariat tidak dibenarkan dengan alasan
apapun.
2.
Hutan Lindung, Suaka Marga Satwa,
Cagar Alam Dan Taman Nasional
Melalui prinsip-prinsip
pengaturan sumber daya alam hewani maupun nabati, kita dapat melakukan aplikasi
lanjutan dalam berbagai program pelestarian lingkungan, seperti halnya pembuatan
cagar alam, hutan lindung, maupun pencanangan suaka marga satwa. Semuanya ini
merupakan program yang sudah selaras dengan pandangan Islam tentang lingkungan.
Dimana Islam telah terbukti sangat peduli akan proses kelestarian lingkungan
serta berlaku tegas atas setiap pelanggaran yang akan merugikan orang banyak.
Hutan
lindung dan cagar alam merupakan bentuk kepedulian pemerintah dalam
melestarikan lingkungan dan menangani bencana lingkungan. Bentang alam yang
berbukit-bukit dari hutan lindung serta banyaknya cekungan tanah di dalamnya
berfungsi sebagai tangki air dan penadah air hujan yang sangat berguna bagi
petani untuk mengairi sawahnya. Keanekaragaman jenis tanaman telah membantu
menyuburkan tanah pertanian sekitarnya melalui unsur hara yang datang secara
gratis bersama air sebagai pupuk alami, di samping manfaat sebagai pengatur
iklim bagi pertanian dan ekosistem yang ada. Keanekaragaman tersebut merupakan
bank genetik (sifat asli) yang harus dilestarikan sebagai cadangan kehidupan
serta merupakan kekayaan tak ternilai bagi kehidupan masa kini dan yang akan
datang. Karena masih banyak jenis tanaman yang belum diketahui secara khusus
manfaat yang terkandung dan menjadi penting untuk diteliti sebagai bahan obat,
sumber pangan, papan dan lain-lain. Selain itu semua penelitian akan menambah
kecintaan terhadap lingkungan dan akan membangun generasi intelektual yang
paham dengan potensi alam serta tahu cara pengolahan yang lebih arif bagi
lingkungan dan masyarakat.
Suaka
marga satwa berfungsi langsung melestarikan dan melindungi berbagai jenis hewan
sebagai kekayaan dan demi kepentingan cadangan umat manusia di masa mendatang.
Karena selain menjadi bank genetik kekayaan hewan serta kelangsungan berbagai
jenisnya merupakan jaminan kelangsungan ekosistem di masa yang akan datang.
Taman
Nasional menjadi proyek pemerintah dalam melestarikan keanekaragaman hewani
maupun nabati. Hutan lindung, cagar alam serta suaka marga satwa akan bernilai
lebih ketika dicoba untuk difungsikan sebagai taman nasional. Selain merupakan
sebuah bentuk kepedulian lingkungan tentunya pendapatan akan dapat digunakan
sebagai sarana finansial untuk membiayai proyek pelestarian berikutnya.
- Ekosistem Kelautan
1.
Eksploitasi Pertambangan Lepas
Pantai
Pemerintah
dalam mengusahakan pendapatan negara sangat mengharapkan sektor pertambangan
minyak sebagai penyangga utama. Dalam hal ini pemerintah yang paling
berkepentingan memberikan ijin atas pertambangan lepas pantai yang dilaksanakan
oleh perusahaan swasta maupun BUMN. Selain minyak, daerah lepas pantai juga
banyak didirikan pertambangan lain sebagai usaha memanfaatkan sumber daya
kelautan.
Dalam Islam, minyak merupakan
barang tambang terselubung (al-ma'dan al-bathin) dimana eksploitasinya
selalu memerlukan biaya yang tidak sedikit. Sebenarnya setiap rakyat punya hak
atas barang tambang semacam ini, namun dalam menanganinya pemerintah berhak
menyerahkannya kepada personal ataupun kelembagaan dalam pengolahannya. Namun
tentunya semua itu atas dasar kemaslahatan rakyat.[10]
Sehingga
sangat tetap apabila pemerintah menetapkan UU. No. 11/1967 yang berbicara
tentang peningkatan kewenangan dan tanggungjawab dalam pengelolaan sumber daya
mineral dengan tetap memperhatikan keselamatan lingkungan hidup serta menindak
tegas terhadap pelaku pencemaran lingkungan serta menuntut ganti rugi atas
kerusakan yang ditimbulkan.
2.
Pemanfaatan Sumber Daya Alam Laut
Dalam syariat Islam, Ikan,
mutiara maupun barang-barang lainnya merupakan sumberdaya kelautan masuk
kategori al-ma'dan al-dhahir (kekayaan yang jelas tampak dan tidak
terlalu sulit dieksploitasi). Dalam hal ini syariat menegaskan bahwa prinsip
dasar dalam barang-barang demikian adalah bebas, artinya bagi siapapun
diperbolehkan untuk memanfaatkan selamanya. Sehingga pembuatan semacam branjang
di tengah laut sebenarnya ilegal menurut sudut pandang syariat. Dan bagi
pemerintah tidak diperkenankan melakukan intervensi atas pemanfaatan mineral
kelautan semacam ini. Kecuali atas hal-hal yang akan berdampak luas terhadap
lingkungan.[11]
Laut
kita merupakan kekayaan yang luar biasa. Potensi ikan laut sebesar 6,7 juta ton
pertahun yang tersebar di perairan Zona Ekonomi Eksklusif diperkirakan mampu
menyumbang pemasukan devisa sebesar 10 milyar dolar Amerika per tahun mulai
tahun 2003. Namun, sekali lagi kita harus menyadari, kekayaan yang begitu besar
tentunya harus diimbangi dengan pelestarian yang seimbang. Meskipun semuanya
untuk manusia namun bukan berarti manusia boleh semena-mena memanfaatakannya.
3.
Pencemaran Air Laut
Eksploitasi pertambangan lepas
pantai dan penangkapan ikan dengan bahan kimia atau peledak adalah penyebab
paling dominan terjadinya pencemaran air laut. Selain itu, pencemaran juga
sering diakibatkan oleh tumpahan minyak dari kapal-kapal tanker pengangkut
minyak. Secara garis besar syariat Islam memandang kejadian-kejadian tersebut
merupakan resiko yang harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan latarbelakang
kejadiannya. Jika diawali dengan kecerobohan maka selain sangsi dan denda,
pemerintah juga berhak melakukan kebijakan terbaik bagi oknum yang melanggar.
Dan jika pencemaran itu berawal dari kecelakaan tanpa disertai kecerobohan,
meskipun syariat tidak mengenakan denda bagi pelaku, namun urusan pencemaran
lingkungan tetap harus direhabilitasi bersama karena hal itu merupakan
tanggungjawab semuanya. Islam dalam hal ini sangat melarang setiap usaha
pencemaran air karena hal itu akan mengakibatkan kerusakan lingkungan dan
ekosistem, sebagaimana digambarkan dalam QS. al-A'raaf :56 di atas.[12]
Dapat
kita amati di negara kita, bahwa lemahnya sumberdaya manusia menjadi penyebab
kurang optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam bahkan cenderung menyebabkan
perusakan-perusakan terhadap ekosistem laut. Pembuangan limbah industri yang
mayoritas mengandung bahan-bahan kimia mematikan, penangkapan ikan dengan bahan
peledak, kesemuanya berakibat sama yakni pencemaran air laut.
4.
Wisata Laut
Lepas
dari boleh dan tidaknya mendirikan tempat pariwisata, wisata laut di akui
sebagai penyumbang devisa yang cukup besar. Hal ini tidak lepas dari potensi
kelautan yang selama ini diolah dengan berbagai cara dengan disertai pengenalan
yang memadai. Bukan hanya itu, sarana prasarana pinggiran pantai diformulasikan
sebagai perangsang minat wisatawan. Hanya saja penyalahgunaan wewenang yang
paling berperan membentuk kesan negatif atas wisata kelautan.
Sebenarnya
Islam mengakui bahwa daerah sekitar laut (pantai) boleh dimanfaatkan dengan
melalui perijinan, meskipun selamanya tidak mungkin untuk dimiliki. Namun dalam
pemanfaatan ini selain tidak boleh mengganggu pemanfaatan laut, juga selalu
harus mengutamakan pelestarian lingkungan. Jangan sampai pinggiran pantai
dikotori oleh sampah sampah yang tidak sedap untuk dipandang, serta jangan
sampai ada eksploitasi berlebihan atas daerah pantai agar daratan kita semakin
lama tidak semakin habis bahkan semakin menyempit.
Dar El-Azka
Den Bagoes Sangking
Ngayojokarto
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar