Minggu, 16 Maret 2014

Isu Perubahan Arah Kiblat MUI dan yang Lain

Berita yang sedang marak di media adalah masalah perubahan arah kiblat dari barat ke barat laut (north west) oleh MUI. Ketika ana ditanya masalah ini ana hanya dapat mengatakan bahwa selama di Jawa, memang kiblat adalah menghadap arah barat ke utara atau barat laut dengan selisih 25.24 derajat dari barat ke utara (bagi daerah Kediri dan sekitarnya). Ini ana nyatakan seperti yang ana belajar dari beberapa kitab falak seperti al-Durus al-Falakiyyah oleh Muhammad Ma'sum bin Ali. Lihat gambar ini:

Ini juga dipraktekkan dalam menetapkan kiblat banyak masjid di Jawa Timur semisal masjid Pondok ana yaitu Masjid Pondok Pesantren Raudlatul Ulum, Kencong yang memang terkenal tua. Ana sewaktu mengajar falak di kelas 2 Mts yang lalu sudah pernah mempraktikkan dan membuktikan bahwa kiblat masjid pondok ana sesuai dengan kitab falak dan juga pernyataan MUI yaitu barat laut.

Sedangkan isu perubahan yang menurut MUI sebagai istilah menurut ana adalah wajar2 saja. mungkin yang tidak wajar adalah kelihaian MUI memahami fenomena masyarakat yang masih awam. Ini dikarenakan memang kalau di Jawa kebanyakan orang berkata bahwa kiblat itu ada dibarat (Jawa: madep kulon).. Tapi sejatinya, yang dimaksud dari menghadap barat itu bukan hakiki barat tanpa ada geser ke kanan sebanyak lebih kurang 25.24 derajat. Buktinya, banyak orang awam walaupun mengatakan madep kulon, tetap mengeserkan sedikit ke kanan.

Sedangkan pemahaman sisi fiqh tentang kiblat ini, memang ada dua pendapat. Yang pertama adalah Ain al-Qiblat yaitu Ka'bah itu sendiri. akan tetapi ini bagi orang yang ada di mekah. sedangkan yang berada jauh dari ka'bah maka cukup jihah (arah) kiblat. makanya kita dimana2 di dunia dapat mempraktekkan solat jama'ah saf sepanjang lebih dari 100 meter walaupun pada kenyataanya ka'bah tidak lebih dari 100 meter. Ini dapat dibaca dalam ibarat sebagai berikut:

البيجورى على ابن القاسم جزء 1 ص 142 بولاق :
(قوله استقبال القبلة ) أي استقبال عينها لا جهتها على المعتمد في مذهبنا يقينا فى القرب وظنا فى البعد والمراد بعينها جرمها أو هواؤها المحاذي إن لم يكن المصلي فيها وإلا فلا يكفي هواؤها بل لا بد من جرمها حقيقة أو حكما حتى لو استقبل شاخصا منها ثلثي ذراع فأكثر تقريبا جاز فلو خرج عن محاذاتها ولو ببعض بدنه لم تصح صلاته ولو امتد صف طويل بقرب الكعبة وخرج من محاذاتها بطلت صلاة الخارجين عن المحاذاة بخلافه فى البعد فتصح صلاتهم وإن طال الصف جدا ما لم يمتد من المشرق إلى المغرب وإلا فلا بد من الانحراف من طرفي الصف ومن أمكنه علمها ولا حائل بينه وبينها لم يعمل بغيره من ذلك قدرة الأعمى على مس حيطة المحراب حيث سهل عليه فلا يكفى العمل بقول غيره ولا باجتهاده وفي معناه رؤية بيت الإبرة المعروف ومحارب المسلمين ببلد كبير أو صغير يكثر طارقوة فلا يجوز الاجتهاد فيها جهة بل يجوز يسرة أو يمنة ولا يجوز فيما ثبت أنه صلى الله عليه وسلم صلى إليه مطلقا فإن فقد الثقة المذكور اجتهد لكل فرض إن لم يذكر الدليل الأول.الى * ومن علاماتها الشمس والقمر والريح ويجب تعلمها حيث لم يكن هناك عارف سفرا أوحضرا فإن عجز عن الاجتهاد كأعمى البصر أو البصير قلد مجتهدا فتخلص أن مراتب القبلة أربعة العلم بالنفس وإخبار الثقة عن علم والاجتهاد وتقليد المجتهد .

Jadi kalau menurut ana, pernyataan MUI ada benarnya...tapi MUI akan salah kalau beranggapan bahwa masjid2 di Jawa atau Indonesia salah sebab mengahdap barat total. Tetapi sejatinya adalah barat laut. ANa kurang tau apakah sememangnya dari DEPAG dulu menetapkan barat hakiki. Kalau benar barat hakiki, maka nescaya salahla DEPAG tapi soalt2 yang telah lewat adalah sah kerana ini urusan ijtihad sesuai dengan kaedah "الإجتهاد لا ينقض بالإجتهاد".

Dalam hal Jihah Kiblat (arah kiblat) seperti yang diterangkan di atas, dapat difahami bahwa peralihan dari kiblat hanya terjadi kalau solat tersebut dilakukan berbalik 90 derajat dari arah kiblat. maka ketika ini terjadi barulah peralihan ini dapat disalahkan.

Isu gempa telah merubah Kiblat:

Sesuai dengan keputusan Bahtsul Masail di Kebondalem yang lepas, FBMPP telah menetapkan bahwa walaupun gempa benar terjadi dan walaupun menurut ahli khibrah telah terjadi perubahan arah ka'bah, kiblat yang ada di masjid-masjid Jawa terutamanya tidak salah dan tidak perlu merubah kiblatnya. ini dikarenakan tanda kiblat yang sudah bertahun2 ada itu sudah cukup sebagai pegangan ijtihad arah kiblat. Lalu walaupun ka'bah mengalami pergeseran, tapi pergeseran ini tidak mungkin lari dari 90 derajat seperti keterangan jihah kiblat yang telah dijelaskan. sangat tidak masuk akal dan juga terbukti dengan kenyataan ahli geografis bahwa perubahan 90 derajat mungkin hanya terjadi dengan sebuah bencana Alam yang lebih parah dari sekadar gempa sumatra atau tsunami. mungkin ketika terjadi bencana yang mungkin dikatakan kiamat baru bisa berubah. Wa Allahu A'lam.

Artikel: Akitino
Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top