Banyak orang sufi yang ternama dalam Islam, disamping
berkembangnya tasawuf dari abad kea bad juga muncul dari berbagai Negara yang
dominasi masyarakatnya Islam. Dalam diktat ini hanya diambil beberapa tokoh
saja, diantaranya :
A. Ibnu
‘Araby
Muhammad bin Ali bin Ahmad bin
Abdullah Abu Bakar Muhyiddin ibnu ‘Araby Al-Hatimi At-tahi. Lahir di Mercia
(Andalusia) 17 Ramadhan 560 H. (28 Juli 1165 M) dan meninggal di Damaskus tahun
1240 M.[1]
Bila orang membicarakan filsafat,
nama Ibnu ‘Araby termasuk, dan didalam daftar sufispun beliau populasir. Dalam
teorinya di bidang tasawuf, yaitu:
1. Wihdatul
Wujud
Dia telah menegakkan fahamnya dengan
berdasarkan renungan filsafat dan dzauq tasawuf. Baginya wujud itu hanya satu,
wujud makhluk adalah ‘ain wujudnya khaliq, dan wujud alam adalah ‘ain wujudnya
Allah, Allah adalah hakikat alam. Tak ada perbedaan antara makhlukdankhaliq,
perbedaqan itu hanya rupa dan ragam dari hakikat yang Esa. Oleh karena Tuhan
dan lam merupakandua sisi atau wajah dari satu hakikat, yakni dari segi lahir
disebut alat dan dari segi batin atau hakikat disebut Tuhan.
2. Al –
Haqiqatul Muhammadiyah
Allah adalah wujud yang mutlak, maka
Nur (Allah) itu sebagian hakikat Muhammadiyah, dan itulah sebagai kenyataan
yang pertama dalam Uluhiyah. Dari situ terjadilah segala alam, seperti alam
Jabarut, alam Malakut, alam Ajsam, alam Arwah. Haqiqatul Muhammadiyah merupakan
sumber yang qadim, melimpahkan Nurnya secara komplit dengan ilmu dan amal
kepada para Nabi dan Auliya’ dan semua insane yang kamil. Nur Muhammad itu
qadim, sebab ia sebagian dari yang satu, yang tunggal. Nur Muhammad tetap ada
biarpun tubuhnya telah wafat, sebab ia adalah sebagian dari Tuhan.
3. Kesatuan
Agama
Akibat dari kedua teori di atas,
timbullah teori kasatuan agama, bahwa yang disembah oleh semua penganut adalah
Dia (Allah) yang maha Esa. Adapun berhala, ka’bah dan sebagainya hanyalah
sekedar lambang. Biarpun tak ada lambang yang berbentuk, apabila Allah yang
disembah, maka ibadah itu adalah sah.[2]
B. Ibnu
Taimiyah
Taqiuddin Abdul Abbas bin Abdul
Halim bin Abdussalam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah. Lahir di Harran
pada senin tanggal 10 Rabiul Awal 661 H (22 Januari 1263 M), dan meninggal di
Damaskus pada tahun 726 H (1328 M).
Adapun ajaran Ibnu Taimiyah lain
dengan ajaran Ibnu ‘Araby. Beliau penentangberat dari ajaran Ibnu ‘Araby dalam
paham Ahli Wihdah, Ahli Hulul dan Ahli Ittihat.
Ajaran – ajarannya, antara lain :
- Hubungan makhluk dengan khaliq adalah langsung tanpa perantara, tidak boleh memakai perantara atau wasilah.
- Perhubungan langsung itu berpedoman pada petunjuk Rasulullah saw. Dengan lengkap, tak boleh berlebih atau berkurang, karena akan meninggalkan derajat iman.
- Muhammad adalah hamba Allah dan pesuruh Allah dan barang siapa yang memakai cara hidup seperti yang digariskan beliau, dapat menjadi waliyullah.
Disini bahwa Ibnu Taimiyah berusaha mengembalikan umat kepada keaslihan
ajaran Nabi Muhammad saw. Mengenblikan tasawuf ke pangkal tauhid.[3]
C. Hasan
Basri
Beliau adalah seorang zahid yang
amat masyhur dalam kalangan tabi’in. lahir pada tahun 21-110 H. beliau juga
yang pertama kali membicarkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha
mensucikan jiwa di masjid Bashrah. Segala ajarannya tentang kerohanian yang
senantiasa diukur dengan sunnah-sunnah Nabi.[4]
Pandangan tasawufnya senantiasa
bersedih hati dan takut, sehingga membawa kepada pendirian beliau untuk zuhud,
menolak akan kemegahan, semata menuju kepada Allah, tawakkal, antara takut dan
mengharap tidak pernah terpisah. Dan rupanya pendirian hidup Hasan Basri itu
dijadikan pedoman oleh seluruh ahli tasawuf.
Terkutip ajaran-ajaran beliau
sebagai berikut :
- Perasaan takutmu sehingga bertemu demgam hati yang tenteram, lebih baik dari pada perasaan tenterammu yang kemudian menimbulkan takut.
- Dunia adalah negeritempat beramal. Barang siapa yang bertemu dunia dalam rasa benci kepadanya dan zuhud, maka akan berbahagialah dia dan beroleh faedah.
- Tentang tafakkur. Tafakkur membawa kita kapada kebaikan dan berusaha mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat, kenudian meninggalkannya.
- Orang yang beriman adalah orang yang telah berduka cita pagi dan sore, karena dia hidup di antara dua ketakutan (akan dosa yang lampau dan balasan yang akan menimpanya).[5]
D. Al – Ghazali
Nama besarnay Muhammad bin
Muhammad bin Ahmad Al- Imam Al-Jahl, Abu AHmid Ath Thusi Al-Ghazali. Populair
dengan gelar Hujjatul Islam, karena banyak pembelaannya kepada keislaman.
Beliau lahir di Thusia pada tahun 450-505 H (1058-1111 M.).[6]
Al-Ghazali berhasil membela
kemurnian Islam dari dua serangan :
-
Pertama, serangan dari dunia filsafat yang menjadikan
ilmu tentang ketuhanan berupa pengetahuan ahli semta-mata yang membingungkan
umat Islam.
-
Kedua, mengembalikan tasawuf sesuai dengan syari’at
Islam yang sebelumnya telah keterlaluan dan membahayakan amal syari’at Islam.
Perhatian Al-Ghazali banyak dicurahkan di bidang akhlak sopan santun yang
tercakup dalam kitab Ihya’ Ulumiddin, yang isinya terbagi menjadi 4 jilid:
- Bagian Ibadah : Tentang rahasia beribadah
- Bagian Adab : Tentang sopan santun
- Bagian Kejahatan : Tentang penyakit-penyakit dan keburukan dunia serta cara membersihkan hati.
- Bagian Pujaan : Tentang Syukur dan cinta.
Al-Ghazali mencapai kesufiannya berawal dari perasaan syak yang timbul
dari ilmu kalam (teologi), mengapa terjadi perbedaan atau pertentangan pendapat
? Beliau harus berfikir mana yang benar, sehingga kemudian masuklah sebagai
filosof islam (mempelajari ilmu filsafat) sebagai halnya dalam ilmu kalam,
dalam filsafat Al-Ghazali juga menjumpai argumen-argumen yang tidak kuat.
Akhirnya dalam tasawuflah ia memperoleh raga syak yang lama mengganggu dirinya.[7]
Dengan demikian satu-satunya pengetahuan yang menimbulkan kenyakinan akan
kebenarannya bagi Al-Ghazali adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung
dari Tuhan dengan Tasawuf. Beliau menolak ajaran-ajarannya Ibnu ‘Araby juga Al
Hallaj tentang (Hulul atau Wihdatul Wujud). Kemudian memurnikan kembali pada
tauhid yang benar, yang berpangkal pada sunnah Rasul saw.
Tasawuf Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah terdapat sedikit perbedaan, yang
mana Ibnu TAimiyah dalam zuhudnya masih mau ikut dalam berperang demi
keberadaan masyarakat Islam. Akan tetapi sebaliknya, beliau hanya mementingkan
dirinya sendiri, mencari keselamatan sendiri, tanpa memperdulikan keadaan dunia
masyarakat.
Adapun ajaran-ajaran Al-Ghazali antara lain :
- Dengan ilmu klam saya dapat mengatakan bahwa Allah itu ada, tetapi adanya Allah itu tiada saya rasa.
- Allah itu hendaknya terasa bukan terpikir.
- Dalami dahulu benar-benar rasa tauhid atas dasar LAA ILAA HA ILLALLAH menurut Al-Qur’an dan hadits, bilamana tidak, engkau akan sesat dalam Whdatul Wujud.
- Dengan tauhid menimbulkan iman, dengan taat menjalankan syari’at terlihatlah cinta Allah dan Rasul. Maka siapa yang tidak bertauhid, dia tidak beriman.
- Jangan perdulikan keadaan dunia, terimalah takdir Allah dengan sabar dan tahankanlah penderitaan, kedhaliman raja-raja, karena itu adalah cobaan.
E. Al-Hallaj
Nama besarnya adalah Abu Wusith Al-Husain bin Manshur Al-Hallaj Muhammad
Al-baidhowi. Lahir di Thur, salah satu desa dekat Baida di Persia, pada tahun
244H dan meninggal tahun 309 H. dan merupakan salah seorang murid dari Sahl bin
Abdullah At Tusturi dan berguru pula pada Amar Al-Makki dan Al-Juanaid.[8]
Al-Hallaj hidup di zaman pemerintahan khalifah Al-Maktadirbillah. Dan ia
kawin dengana nak Abu Ya’kub Al-Aqtha’. Pernah dua kali ia ditahan polisi
kerjaan Abbasiyah dan atas perintah perdana menteri Ibnu Isa dalam tahun 913 H.
Al-Hallaj dipenjara selam 8 tahun.
Ajaran-ajarannya banyak dilukiskan berupa puisi atau terkandung prosa.
Adapun sari teorinya adalah tentang: Hulul, An Nurul Muhammad dan perdamaian
seluruh Agama. Dan isinya tidak berbeda denagn teori Ibnu ‘Araby yaitu :
1. Al-Hulul
Yaitu bersatunya Al-Khaliq dengan
makhluk, menjelmalah Tuhan kepada dirinya apabila seseorang bersih batinnya dan
senantiasa hidup dalam kehidupan batiniyah maka pada mulanya ia muslim, lalu
mukmin, lalu shaleh dan yang terakhir muqarrab pada Allah setelah ia sampai
pada Hulul.
2. An-Nurul
Muhammadiyah
Cinta kepada Allah adalah sebagai
cinta yang pertama dan cinta kepada Muhammad sebagai cinta kedua, sebab Muhammad
adalah penjelmaan yang Esa, Dialah yang batin dalam hakikat dan lahir dalam
ma’rifat. Jadi Muhammad sendiri sebagai Abdullah dan Aminah serta sebagai Nur
yang terlimpah, Allah memancarkan diri-Nya kepada sesuatu yang dinamai
Muhammad.
3. Perdamaian
Seluruh Agama
Agama islam menuju pada Allah. Jadi
antara agama yang satu dengan yang lain tak ada bedanya, hanya perbedaan jalan
saja dan itu merupakan taqdir Allah tak perlu diperselisihkan, maksud dan
tujuannyapun sama, yeitu kembali pada Allah.
Akibat dari ajaran-ajaran tersebut,
beliau dihukum pancung oleh pemerintah, karena dianggap membahayakan dan
merupakan ajaran yang sesat.[9]
[1] Hamka, Tasawuf
Perkembangan dan Pemikirannya, Pustaka Panjimas, Jakarta, 1983, hlm. 138.
[2] Ibid,
hlm. 142.
[3] Ibid,
hlm. 215.
[4] Ibid,
hlm. 70.
[5] Ibid,
hlm. 71.
[6]
Hussein Bahreisy, Ajaran-Ajaran
Akhlak Imam Al-Ghazali, Al-Ikhlas, Surabaya, 1981, hlm. 11.
[7] Ibid,
hlm. 12
[8] Hamka, op.
cit. hlm.108.
[9] Ibid,
hlm. 109.
sumber: Metafisika
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar