Penulis Ratib Haddad, Abdullah Al-Haddad Berguru
Pada 100 Ulama
ABDULLAH AL-HADDAD, penulis Ratib Alhaddad ini
sudah akrab di telinga masyarakat Islam Indonesia ,
Malaysia , India , Pakistan dan negara-negara Islam di
Timur Tengah. Karena Ratib-urutan (wirid, zikir)-nya yang ditulis sekitar empat
abad yang lalu,
sudah diamalkan oleh masyarakat Islam, baik pengikut paham
Sunni maupun Syiah. Maklum, selain cerdas, dalam ilmu keislamannya, ia ternyata
juga memiliki garis keturunan sampai kepada Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan
Fatimah putri Rasulullah SAW.
Nama lengkapknya adalah Al-Imam al-Sayid
Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Haddad dilahirkan di pinggiran kota Tarim, sebuah kota
bagian dari Hadramaut, Yaman Selatan, pada malam Senin tanggal 5 Shafar
1044H/1636 M.. Ia belajar pendidikan agama ke orang tuanya kemudian ke beberapa
guru dengan pelajaran Al-Quran dan ilmu-ilmu dasar keislaman lainnya. Setelah
ia hafal Al-Quran dan ilmu-ilmu dasar keislaman tersebut ia kemudian
melanjutkan pelajaran kepada ilmu-ilmu keislaman yang lebih tinggi dengan amat
rajin, cerdas, dan berbakat.
Alhaddad mengembara dari Hadramaut ke kota lainnya di Yaman
dengan berpindah-pindah tempat sampai ke Mekkah dan Madinah. Selain rajin
belajar, ia juga senang beribadah, setiap hari berkeliling kota Tarim untuk bersembahyang dalam setiap
masjid yang ditemuinya. Dalam menuntut ilmu keislaman tersebut ia telah berguru
ke lebih seratus ulama. Di antaranya Sayid bin Abdurrahman bin Muhammad bin
Akil al-Saqqaf, tokoh sufi mazhab Malamatiyah, dan daripadanya Alhaddad
mendapat ijazah/khirqah kesucian. Gurunya yang lain adalah Sayid Abu Bakar bin
Abdurrahman bin Syihabuddin dan Sayid Umar bin Abdurrahman al-Attas, tokoh yang
terkenal dalam ilmu tarekat. Dari guru-gurunya itulah ia banyak berpengaruh
hingga menekuni tasawwuf sampai ia menyusun Ratib Haddadiyah (wirid-wirid
perisai diri, keluarga dan harta) yang terkenal itu.
Dan dari guru-gurunya tersebut dengan kajiannnya
yang mendalam di berbagai ilmu keislaman sampai Al-Haddad benar-benar menjadi
orang yang alim; menguasai seluk-beluk syariat dan hakikat, memliki
spiritualitas yang tinggi dalam tasawuf hingga memperoleh tingkat qutub/ghaust,
yaitu seorang dai yang menyampaikan ajaran-ajaran Islam dengan sangat
mengesankan dan sebagai seorang penulis yang produktif yang karya-karyanya
tetap dipelajari orang sampai sekarang ini.
Karya Tulis Alhaddad :
Sayid Abdullah al-Haddad wafat dalam usia 88 tahun pada hari Selasa, 7 Dzulqa’dah 1132 H/1724 M di Tarim. Ia meninggalkan karya tulis antara lain: Al-Nasaih al-Diniyah, Sabil al-Iddikar Wa al-‘I’tibar Bima Yamurru Bi al-Insan Wa-yangkadhi lahu min al-A’mar, Al-Da’wat al-Ittihaf al-Sail, Al-Fushul al-Ilmiyah Wa Ushul al-Hikmiyah, Risalat al-Muzakarah, Risalat al-Mu’awanah Wa al-Muzaharah Wa al-Muwazarah Li al-Raghibin min al-Mu’minin fi Suluk al-Thariq al-Akhirah, Risalat al-Murid, dan Kitab al-Majmu’.
Sayid Abdullah al-Haddad wafat dalam usia 88 tahun pada hari Selasa, 7 Dzulqa’dah 1132 H/1724 M di Tarim. Ia meninggalkan karya tulis antara lain: Al-Nasaih al-Diniyah, Sabil al-Iddikar Wa al-‘I’tibar Bima Yamurru Bi al-Insan Wa-yangkadhi lahu min al-A’mar, Al-Da’wat al-Ittihaf al-Sail, Al-Fushul al-Ilmiyah Wa Ushul al-Hikmiyah, Risalat al-Muzakarah, Risalat al-Mu’awanah Wa al-Muzaharah Wa al-Muwazarah Li al-Raghibin min al-Mu’minin fi Suluk al-Thariq al-Akhirah, Risalat al-Murid, dan Kitab al-Majmu’.
Selain itu terdapat ucapan dan ajaran-ajarannya
yang sempat dicatat murid-muridnya dan pengikutnya antara lain: Al-Maktubat
(kumpulan surat menyurat), Ghayat al-Qashoad Wa al-Murad oleh Sayid Muhammad
bin Zain bin Samath, dan Tasbit al-Fuad oleh Syekh Ahmad bin Abdul Karim
al-Hasawi. Diakui para sufi bahwa ada ketinggian dan keindahan spiritualitas
yang tinggi pada kesufian Al-Haddad. Bahwa dari karya-karyanya tersebut betapa
sejuk dan indahnya bertasawwuf. Betapa tidak, tasawuf bagi al-Haddad adalah
ibadah, zuhud, akhlak, dan zikir, suatu jalan membina dan memperkuat
kemandirian menuju kepada Allah swt. Saperti dalam Al-Iddikar, Al-Haddad
menjelaskan kehidupan manusia sejak dalam rahim, di dunia, di alam mahsyar,
sampai pada kehidupan yang abadi, disertai dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadis
yang tersusun rapi dengan uraian yang mengesankan. Dalam kitabnya Risalah
al-Mu’awanah, al-Haddad menegaskan pesannya kepada umat Islam untuk berpegang
pada al-Quran dan hadis, termasuk di dalamnya kehidupan tasawwuf yang tidak
boleh lepas dari al-Quran dan hadis, serta menghindari bid’ah mazmumah (sesuatu
yang menyimpang dari al-Quran
dan hadis). Oleh sebab itu al-Haddad melihat tasawuf tersebut adalah untuk melaksanakan semua perintah Allah swt dan menjauhi semua larangan-Nya, sambil membersihkan diri dan menjernihkan jiwa hingga merasa cukup dengan Allah dan
tidak membutuhkan dunia yang lain.
dan hadis). Oleh sebab itu al-Haddad melihat tasawuf tersebut adalah untuk melaksanakan semua perintah Allah swt dan menjauhi semua larangan-Nya, sambil membersihkan diri dan menjernihkan jiwa hingga merasa cukup dengan Allah dan
tidak membutuhkan dunia yang lain.
Sedangkan di dalam Al-Maktubat, ia berpesan;
seorang sufi harus menyaring dan menjernihkan segala perbuatan, ucapan, dan
semua niat serta perilaku dari berbagai kotoran berupa riya (pamer), dan segala
sesuatu yang tidak disukai Allah swt. Selain itu manusia harus menghadap Allah
secara terus-menerus secara lahir maupun batin dengan mengerjakan semua
ketaatan hanya kepada Allah dan berpaling dari segala sesuatu selain Allah Yang
Maha Esa.
Dalam Al-Fushul al-Ilmiyah, al-Haddad menguraikan
intinya adalah memurnikan tauhid (akidah) dari sumber-sumber syirik,
kemudian menumbuhkan akhlak terpuji seperti zuhud, ikhlas, dan bersih hati terhadap kaum muslimin serta menghilangkan segala sifat buruk seperti cinta dunia, riya, dan angkuh. Kemudian melaksanakan amal saleh yang nyata dan menjauhi perbuatan buruk. Mencari nafkah dengan baik melalui jalan wara’(menjaughkan diri dari segala sesuatu yang haram, dosa dan maksiat) dan qanaah (mensyukuri terhadap apa yang telah diusahakannya).
kemudian menumbuhkan akhlak terpuji seperti zuhud, ikhlas, dan bersih hati terhadap kaum muslimin serta menghilangkan segala sifat buruk seperti cinta dunia, riya, dan angkuh. Kemudian melaksanakan amal saleh yang nyata dan menjauhi perbuatan buruk. Mencari nafkah dengan baik melalui jalan wara’(menjaughkan diri dari segala sesuatu yang haram, dosa dan maksiat) dan qanaah (mensyukuri terhadap apa yang telah diusahakannya).
Bagi kalangan ahli hikmah, jumlah dalam bacaan
memiliki makna tersembunyi (asrar). Jumlah juga mengandung misteri (sirr). Dan
tentunya mengamalkan Ratib Alhaddad tidak perlu ragu asal tidak menyimpang dari
al-Quran dan hadis. Apalagi, di era sekarang ini di tengah masyarakat dan ummat
menghadapi kegelisahan, kebingungan, bahkan frustrasi karena dunia modern tidak
mampu memberikan solusi terhadap berbagai persoalan, maka dengan mengamalkan
Ratib ini diharapkan mampu memberikan kesejukan jiwa sekaligus jalan dan
jawaban terhadap masalah-masalah duniawi yang makin rumit tersebut.
Sebagaimana dimaklumi, kecenderungan kepada kehidupan
spiritual yang tinggi telah ditunjukkan oleh semua sahabat Rasulullah seperti
Abu Bakar Asshiddiq, Umar bin Khattab, usman bin Affan, dan tidak terkecuali
Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Di kalangan pengikut Ali yang dikenal dengan
Syiah bahkan juga kaum muslimin selalu mengaitkan jalur spiritual kesufian
tersebut kepada Ali. Dan di masyarakat Syiah sepanjang masa kehidupan spiritual
itu selalu dipelihara dan dikembangkan dengan baik sampai hari ini, demikian
pula di kalangan sunni.
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar