Mentertawakan Diri
Sendiri
Bakiyak Kayu Randhu
Bar ndhowak ngguya-ngguyu
Plok – plok, plok – plok
Isiiin-isiiin, haha-hahaaa
Itu adalah sepotong lagu ejekan atau
‘olokk-olokan’ yang dinyanyikan bersama-sama oleh beberapa anak atau sekelompok
anak-anak yang sedang asik bermain. Lagu itu biasanya ditujukan kepada anak yang cengeng atau “ gembeng “ (
sakit sedikit, tersinggung sedikit sudah menangis ), yaa olok-olokan itu tak
seberapa menyakitkan, sebab biasanya justru semuanya sama-sama tertawa dengan
terbahak-bahak. Lagu itu menjadi semacam lagu “ gemblengan “ mental pada masa kecilan saya
dulu, agar tidak mudah putus asa, mudah menyerah menghadapi tantangan. Saya
mengira lagu itu juga sudah dinyanyikan
jauh sebelum saya lahir, tapi sekarang rasa-rasanya kok sudah jarang dinyanyikan oleh anak-anak masa
kini, atau anak seusia anak – anak saya yang lahir pada era 2000 - an.
Tertawa dan menangis yang sepontan
adalah bagian dari dunia anak-anak, sedangkan tertawa itu sendiri adalah hal
yang penting dari perkembangan jiwa dan raga anak-anak, karena itu adalah salah
satu ketrampilan dan sikap yang harus dipelajarinya ! Lebih dari itu semua
‘tertawa’ adalah sebuah obat kerohanian, untuk orang menjadi sehat. Dikatakan
dalam Amsal: “ Hati yang gembira adalah obat yang manjur” ( 17:22 ).
Tertawa
merangsang peredaran darah, meningkatkan pemberian oksigen pada darah,
memperlancar pencernakan, dan memijat organ-organ tubuh yang penting. Bahkan
akhir-akhir ini telah terbukti bahwa tertawa itu menolong tubuh untuk mengatasi
rasa nyeri yang kronis.
Tertawa juga meningkatkan kesenangan
seseorang untuk terus hidup, mengurangi stres, dan memperlancar hubungan antar
pribadi. Terlepas Anda suka melawak atau tidak, Anda dapat memanfaatkan
senyuman dan sifat jenaka untuk kebaikan keluarga Anda. Salah satu contoh
gurauan Rasululloh saw yang patut kita simak adalah :
Datanglah
seorang wanita kepada Rasululloh saw dan berkata: “ Wahai Rasululloh,
bawalah aku ke unta ”.
Rasululloh
saw berkata: “ Aku akan bawa kamu ke anak unta”.
Berkata
wanita tadi : ”Apa yang bisa kuperbuat dengan anak unta ? Dia tidak bisa
membawa aku wahai Rasululloh”.
Rasululloh
saw menjawab: ” Bukankah setiap unta yang datang mesti dari anak unta”.
(
HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad ).
Dari
Zaid bin Aslam, seorang wanita bernama Ummu Aiman Al Habsyiyyah datang kepada
Rasululloh saw seraya berkata: ” Sesungguhnya suamiku mengundang mu ”.
Rasululloh
saw bertanya: ” Siapa dia? Apakah
yang di matanya ada putih-putih ? ”.
Wanita
itu menjawab: “ Tidak ada putih-putih pada matanya ”.
Berkata
Rasululloh saw: “ Saya rasa pasti ada”.
Wanita
itu menjawab: “ Tidak, demi Alloh”.
Berkata
Rasululloh saw: “ Tidak ada seorangpun kecuali pasti ada putih-putih di
matanya”.
Datanglah
seorang wanita tua kepada Rasululloh saw seraya berkata: “ Wahai Rasululloh,
berdo’alah kepada Alloh swt agar aku dimasukkan surga”.
Bersabda
Rasululloh saw:
“
Wahai Ummu Fulan, sesungguhnya surga itu tidak dimasuki oleh orang-orang tua ”. Lantas ia pergi dan menangis. Maka bersabda
Rasululloh saw. : “ Beritahu dia bahwa dia tidak masuk surga dengan keadaan tua
seperti itu. Sesungguhnya Alloh swt berfirman : “ Sesungguhnya Kami
menciptakan mereka ( bidadari-bidadari ) dengan langsung. Dan Kami jadikan
mereka gadis-gadis perawan.
Ayo,
ngguyu
Paul Lewis menjelaskan panjang lebar
tentang masalah keharusan orang tua untuk mempunyai rasa humor, yang intinya
bahwa rasa humor juga menolong orang tua yang dengan teliti memikirkan
bagaimana perasaan anak-anaknya untuk ‘memperkenankan anak-anak sebagai anak.
Jika pada masa anak-anak orang tua dengan ketat menuntut agar mereka bertingkah
laku sempurna maka hal itu dapat menimbulkan perasaan tidak aman di dalam diri
mereka dan mereka juga dapat mempunyai gambaran yang buruk tentang diri mereka
sendiri. Tetapi jika ajaran atau koreksi itu disampaikan dengan rasa humor maka
orang tua yang sedang prihatin itu dapat membuat anaknya bertingkah laku
sebagaimana yang diinginkan dalam suasana gurau yang lebih halus dan tidak di
bawah ancaman hukuman. Dengan latar belakang hubungan ini, maka pada saat anak
melakukan perlawanan yang serius ia dapat ditangani dengan keras dan tepat
tanpa harus merusak kasih karunia yang mendasar yang harus selalu ada antara
orang tua dan anak.
Ketika Dr. Sulantari Sp. THT. melihat
Zohral ( anak laki-laki, pertama saya yang masih berusia dua tahun ) “ ngowoh ” ( suka membuka mulutnya sehingga
mengeluarkan air liur ) atau “ ngileran ”. Maka ia berceritalah kepada saya
tentang pengalaman salah seorang koleganya yang mempunyai anak yang juga “
ngileran ” juga, bahkan lebih parah lagi. Untuk mengatasinya si ayah
mengajaknya melihat seekor sapi yang sedang “ ngghayemi “ ( mengunyah-ngunyah
rumput ), sehingga keluarlah liurnya, “Lihat mulut sapi itu ”, katanya pada
anak lelakinya. ” Mengapa ? ” tanya si ayah, “ Karena mulutnya terbuka ” jawab
si anak sambil tertawa. Selanjutnya apabila si anak itu mulai ngiler, si ayah
berkata “sapi” maka si anak cepat-cepat menutup mulutnyan.
Gelak tawa dapat menyegarkan
semangat manusia, terutama pada saat-saat krisis dan dalam keadaan emosi yang
sangat berat. Tidak ada hal lain yang dapat menghilangkan ketegangan dan
menetralkan keadaan di tengah konflik selain daripada suatu babak yang diisi
dengan gelak tawa. Konfrontasi dapat diredakan dan kemarahan dapat disejukkan
oleh sedikit suasana berkelakar.
Berikut ini ada beberapa
cara untuk menggalakkan gelak tertawa dan rasa gemar melucu yang sehat di dalam
keluarga anda : Teladan yang Anda berikan itu sangatlah penting. Jadi tertawakanlah
diri Anda sendiri, dan kesalahan Anda. Jangan terlalu cepat tersinggung. Dalam
saat-saat yang membosankan, ketika setiap orang sudah letih atau cuaca jelek,
tertawalah bersama-sama sejenak. Carilah beberapa cerita jenaka dan bacakanlah
dengan
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar