Sabtu, 11 Januari 2014

KEDUDUKAN THARIQAH DALAM SYARI’AT ISLAM

Syari’at dalam arti yang luas memiliki  tiga dimensi yang sama pentingnya, yaitu : 1. Islam, 2. Iman dan 3. Ihsan. Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Muslim yang berbunyi :


قَالَ يَا مُحَمَّدُ أَخْبرْنيْ عَنِ الإِسْلاَمِ !، قَالَ : أَنْ تشْهَدَ أَنَّ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَتقِيْمَ الْصَّلاَةَ، وَتؤْتيَ الْزَّكَاةَ، وَتصُوْمَ رَمَضَانَ، وَتحُجَّ الْبَيْتَ إِنْ اسْتطَعْتَ إِلَيْهِ سَبيْلاً. قَالَ : أَخْبرْنيْ عَنِ الإِيْمَانِ !، قَالَ : أَنْ تؤْمِنَ باللهِ وَمَلاَئكَتِهِ وَكُتبهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ وَتؤْمِنَ بالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ. فَأَخْبرْنيْ عَنِ الإِحْسَانِ، قَالَ : أَنْ تعْبُدَ اللهَ كَأَنكَ ترَاهُ فََإِنْ لَمْ تكُنْ ترَاهُ فَإِنهُ يَرَاكَ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Artinya : Wahai Muhammad !, ceritakan kepadaku tentang Islam. Rosul menjawab :        ” Hendaklah engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Alloh, dan bahwa Nabi Muhammmad adalah utusan Alloh, mendirikan Sholat, mengeluarkan Zakat, berpuasa di bulan Romadlon, dan menunaikan ibadah haji jika mampu. “ Ceritakan kepadaku tentang Iman ! ”. Rosul Menjawab : “ Hendaklah engkau beriman kepada Alloh, kepada Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rosul-Nya, hari akhir. dan hendaklah engkau beriman dengan ketentuan Alloh, baik ketentuan yang baik maupun ketentuan yang buruk .” Ceritakan kepadaku tentang Ihsan !. Rosul menjawab : “ Hendaklah engkau beribadah kepada Alloh seolah-olah engkau melihatnya. Apabila engkau tidak mampu melihatnya, maka sesungguhnya Alloh melihatmu.”
            Dimensi Islam mempunyai lima penyangga ( rukun ) : Shahadat, Sholat, Zakat, Puasa, dan Haji. Sedangkan dimensi Iman mempunyai enam penyangga ( rukun ) yang harus diyakini, yaitu ” Alloh, Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rosul-rosul-Nya, hari akhir dan Taqdir ”.
            Dimensi Islam dibahas secara mendalam dalam buku-buku tentang ( disiplin ) ilmu Fiqih, Dimensi keimanan dibahas secara mendalam dalam buku-buku ( disiplin ) ilmu Tauhid dan ilmu Kalam. Sedangkan dimensi Ihsan diulas secara lebih mendalam dalam buku-buku yang termasuk dalam disiplin ilmu Akhlaq dan Tasowuf.
            Syari’at Islam yang semula hanya sederhana sekali ( sebagaimana di                     “ disosiodramakan ” oleh Malaikat Jibril dengan Nabi Muhammad tersebut ), telah berkembang menjadi ilmu keislaman yang sangat luas. Dapat di bayangkan, misalnya asal mula ajaran Sholat, ( perintah Nabi ) : “ Sholatlah kalian sebagaimana kalian menyaksikan Sholat-ku ” pada perkembangan berikutnya telah muncul kitab-kitab yang menerangkan tentang Sholat yang sangat banyak.
Demikian juga halnya dengan pernyataan Nabi tentang Ihsan tersebut. Pada perkembangan berikutnya juga melahirkan banyak pendapat, tentang bagaimana metode  ( thariqah ) untuk dapat beribadah kepada Alloh seakan-akan melihat-Nya, atau setidaknya memiliki kesadaran, akan melihatnya, bahwa Alloh senantiasa mengawasi dan melihat kita. Dari sini lahir banyak ulama’ sufistic  yang kemudian mengajarkan ( thariqahnya ) kepada murid-muridnya, sehingga banyak thariqah dan banyak kitab-kitab tasawuf sebagaimana yang banyak kita saksikan sekarang ini.
Dalam pembahasan ini akan kita uraikan sekitar bentuk–bentuk ijthad dalam rangka pemahaman kesadaran kehadiran Alloh pada setiap kesempatan, sebagai penghayatan dalam beragama. Hal ini merupakan suatu kemestian sejarah pemikiran, karena bidang tashowuf juga terjadi perkembangan pemahaman dan upaya-upaya serius  ( ijtihad ) untuk dapat memasuki dimensi Ihsan yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam syari’at agama Islam. Di samping itu diuraikan upaya penyelarasan antara doktrin, tradisi dan pemahaman dengan pengaruh budaya global.
Pertentangan antara Ahlu al-Bawathin ( Ahli ilmu Ruhani - Ilmu Tasawuf ) dengan Ahlu adh-Dhowahir ( Ahli ilmu Jasmani - Ilmu Syari’at) pada masa-masa lalu memang dirasakan cukup gawat, sampai sekarang pun imbasnya masih terasakan. Usaha-usaha kompromi telah banyak dilakukan oleh para Ulama’ terdahulu, seperti Ulama’-ulama’ terdahulu sudah berusaha dengan keras untuk menyelaraskan antara ilmu bathin   ( Ilmu Tasawuf ) dengan ilmu lahir ( Ilmu Syari’at ) adalah : Dzunnunal-Misry, al-Ghozali, Syekh A. Faruqi al-Shirhindi, Syekh Waliyulloh al-Dahlawi
Dapat dikatakan thariqah yang ada sekarang ini merupakan hasil dari usaha- usaha penyelarasan itu, sehingga sesungguhnya tidak perlu terlampau dikhawatirkan. Seperti yang dinyatakan oleh Ibnu Taimiyah ( yang dikutip oleh Nurcholis Madjid ) bahwa kita harus secara kritis dan adil dalam melihat suatu masalah, tidak dengan serta merta  meng-generalisasi-kan ( memutlakkan ) penilaian yang tidak ditopang dengan fakta. Sebab tashawuf dengan segala manifestasinya dalam gerakan-gerakan thariqah itu pada prinsipnya adalah hasil ijtihad dalam mendekatkan diri pada Alloh, Sehingga dapat benar dan dapat pula salah. Dengan pahala ganda bagi yang benar, dan pahala tunggl bagi yang salah. Maka tidak dibenarkan sikap pro-kontra yang bernada kemutlakan.
Di antra bentuk-bentuk ijtihad dalam dunia tashawuf antara lain :
1. Tata cara dzikr yang di pakai oleh pengikut Thariqah Qadiriyyah yaitu : dzikr  dengan kalimah “ Laa Ilaaha Illalloh ” dengan gerakan dan penghayatan untuk mengalirkan kalimat “ Laa ” ditarik ke atas dari bawahnya pusar ke otak, lalu kalimah “ Ilaaha ” ditarik  ke bahu kanan, lantas kalimah    Illalloh ” di hantamkan pada hati sanubari kesadaran dan tempatnya ruh  yang tempatnya di dada kiri yang bawah. Cara ini diyakini memiliki dampak  yang sangat positif untuk membersihkan jiwa dari segala penyakit  sebangsa jiwa  ( hati ). Sehingga akan dapat memudahkan jalan mendekatkan diri pada Alloh. Dan karena ini dilakukan terus menerus dan dilakukan dengan penuh kekhusukan, maka sudah barang tentu akan memberikan dampak kesadaran makna kalimah tersebut sebagai pengaruh psikologisnya.
2. Tata cara dzikr dalam Thariqah Naqsabandiyyah. Yaitu : dengan dzikr kata Alloh-Alloh, yang dilakukan dengan tata cara sebagai berikut : pertama, mata dipejamkan, kemudian lidah ditekuk, disentuhkan pada langi-langit mulut, dan mulut dalam keadaan tertutup rapat. Selanjutnya bathin kita mengucapkan kata “ Alloh ” sebanyak 1000 kali misalnya, yang dipusatkan pada lathifah-lathifah ( pusat-pusat kesadaran manusia ). Hal ini dilakukan berulang-ulang kali sampai kita mendapatkan jumlah 5000 kali paling sedikit dalam sehari semalam. Cara ini diyakini akan membawa pengaruh kejiwaan yang luar biasa, terutama manakala setiap lathifah telah keluar cahayanya, atau telah terasa gerakan dzikir benar-benar terjadi padanya. Karena diyakini bahwa kalau lathifah-lathifah tersebut tidak diisi kalimah dzikir, maka akan ditempati oleh syetan, dan syetan itulah yang menjadi  penghalang manusis untuk mendekatkan diri pada Alloh. Dalam thariqah ini dikenal dengan ajaran “ Wukuf Qolbi, Wukuf Zamani dan Wukuf ‘Adadi ”. Wukuf  Qolbi adalah menjaga setiap gerakan hati ( detak nadi ) untuk selalu mengingat dan menyebut asma Alloh. Sedangkan Wukuf Zamani adalah menghitung dan memperhatikan perjalanan waktu untuk tidak melewatkan waktu dengan melupakan Alloh. Sedangkan Wukuf  ‘Adadi adalah jumlah selalu mengusahakan hitungan ganjil ( 1, 3, 5…. 41…) dalam berdzikir, sebagai penghormatan sunnah atas kesenangan Alloh pada jumlah yang ganjil. Ajaran-ajaran thariqah sebagai bagian dari ilmu tashawuf juga mengalami suatu perkembangan sebagai mana ilmu-ilmu yang lain. 
Share this article

0 Tinggalkan jejak:

Posting Komentar

 
Copyright © 2017 RAUDLATUL ULUM KENCONG • All Rights Reserved.
back to top