Pada
lingkungan masyarakat kita, khususnya masyarakat Jawa. ada fenomena yang sangat
menarik, fenomena tersebut adalah suatu sebutan atau suatu gelar yang oleh
sebagian kalangan dianggap sakral dan serta merta dipertahankan kesakralannya,
yaitu gelar “ Kyai “.
Kyai
pada masyaratnya merupakan tokoh sentral yang keberadaanya sampai sekarang
masih sangat diperhitungkan oleh berbagai kalangan, sosok kyai begitu
menakjubkan, dianggap mampu memberikan jalan keluar dalam segala hal.
Memang
pada dasarnya kyai itu bukan suatu gelar yang serta merta ada, seperti gelar
kesarjanaan yang selama ini dikenal oleh masyarakat pada umumnya, namun gelar
kyai itu merupakan ungkapan, pengakuan atau penghormatan masyarakat pada
seseorang atau sesuatu yang dianggap mampu menjadi pengayom, penyejuk,
pelindung dan petunjuk. Seseorang yang oleh masyaratnya telah diberi gelar kyai
karena kemampuan beliau dalam menyerap dan mengamalkan ilmu-ilmu agama Islam
dan akhlaqnya memang meniru beliau Nabi, itulah yang menjadikan masyarakat kita
begitu tergantung padanya dalam segala urusan, keluhan, aduan sehari-hari. Kyai
yang sudah menjadi tokoh sentral dalam masyarakat itu bukan karena sang kyai
itu pandai dalam ilmu agama saja, namun yang lebih penting adalah bagaimana
sang kyai itu bisa dengan sangat gigih menjaga dan mempertahankan amanat dan
menjadi suri tauladan dalam lingkungan masyarakatnya, apabila sang kyai itu mau
dan mampu, maka masyarakatpun tanpa segan mengikuti sang kyai dengan sepenuh
hati, terkadang sampai cenderung mengkultuskannya.
Begitu
besar ketergantungan masyarakat pada figur panutannya, seakan-akan hanya kyai
lah yang akan mampu memberi jalan keluar pada masalah yang timbul pada
masyarakat, pada masyarakat kita meyakini bahwa kyai adalah tumpuan harapan.
Pada musim tanam para petani berbondong-bondong showan pada sang kyai meminta restu akan memulai
bercocok tanam, apalagi kalau ada yang mempunyai anak yang sudah beranjak
dewasa, maka sang kyai mempunyai peran yang sangat penting dalam urusan
perjodohan, setuju dan tidaknya kyai
akan menjadi tolok ukur para orang tua menolak atau menerima pinangan. Begitu
juga seandainya anggota keluarga ada yang sakit, sang kyailah orang pertama
yang akan dimintai bantuan untuk meringankan penderitaan, sebelum ke dokter
atau ke rumah sakit. Begitu indah dan agungnya seseorang yang di anugrahi
pangkat yang seperti itu. Itu semua adalah sedikit gambaran seorang kyai yang
menjadi pewaris ilmu dan akhlak para Nabi.
Ini
merupakan sosok kyai yang memang selayaknya kita hormati, kita ikuti segala
yang menjadi keputusan dan kebijaksanaannya.
Namun
zaman yang sudah semakin tua ini menjadikan figur kyai bergeser dari poros yang
semestinya, kalau kita mengamati pergeseran tingkah laku sang kyai, maka kita
hanya bisa berdo’a dan menangis. Memohon
ampun, semoga kiamat yang semakin dekat ini, hati kita, iman kita diselamatkan
oleh Alloh. Amien. Dan menurut pengamatan kami model kyai itu dapat digolongkan menjadi tiga golongan,
dan yang sudah kami singgung di atas merupkan sosok kyai yang sekaligus Ulama’
Tak
kalah menariknya, sekarang ini banyak sekali orang yang sangat-sangat
berkeinginan untuk sekedar diberi julukan
atau gelar Kyai. Mereka mengerahkan segala daya upaya mempengaruhi
masyarakat, mencitrakan dirinya sebagai seorang kyai. akan tetapi mereka
hampir-hampir tidak mempunyai sifat-sifat yang dipunyai oleh para pendahulunya,
yang mereka inginkan adalah kemasyhuran, kekayaan dan kekuasaan semata. Hal ini
sudah sangat mewabah dalam lingkungan masyarakat kita. Kita hanya bisa melihatnya
dan hanya bisa perihatin tanpa bisa berbuat apa-apa, semua itu akan menjadi
bahan renungan kita agar bisa lebih waspada dalam menyikapi segala sesuatu.
Dalam segi berpakaian, sang kyai
menampakkan kewibawaan yang di rekayasa, kemana mana memakai atribut yang
mengesankan seakan-akan dia adalah orang yang sangat takut terhadap dosa.
Tasbih dan sorban merupakan hiasan yang
selalu di kenakan. Dalam segi pembicaraan, kata-kata bijak mengalun merdu,
fatwa dan nasehat mengalir indah seperti
mata air yang sangat jernih dan tiada hentinya, seperti orang sucilah lagaknya.
Dalam perjuangan, yang dikedepankan adalah kepentingan ummat, semua hidupnya
diabdikan untuk perjuangan. Akan tetapi semua itu hanya jargon belaka, hanya
tampak luarnya saja, kalo kita mau menelaah lebih jauh dan dalam, kenyataannya
tentu jauh berbeda dari kelihatannya, semua yang diperlihatkan itu untuk
menutupi kebohongannya. itu adalah golongan kyai yang ke dua. Seseorang yang
sangat berkeinginan dipanggil kyai. Semoga Alloh selalu memilihkan jalan kita,
jalan yang selalu diridhoi-Nya. Amien
Masyarakat
Jawa memberikan julukan atau gelar pada simbol
yang mereka percaya kepada benda-benda, binatang atau apa sajalah dengan
sebutan Kyai juga. Ini merupkan akibat dipengaruhi oleh kepercayaan nenek
moyangnya, yaitu kepercayaan animisme dan dinamisme, sehingga pengaruh tersebut
masih terasa hingga sekarang.
Dan
yang ketiga adalah sesuatu yang oleh masyarakat di sebut kyai. Seperti keris,
itu juga ada yang dinamakan Kyai Nogo Sosro Sabuk Inten. Kerbau milik
Kasultanan Surokarto itu juga dinamakan Kebo Kyai Slamet, Gamelan yang ada di Keraton
Ngayogyokarto itupun juga diberi julukan kyai. Semua itu merupakan wujud
penghormatan masyarakat terhadap sesuatu yang disakralkan. Jadi, mari kita
bersama merenungkan apa yang kita lihat dan apa yang kita rasakan, semoga kita
menjadi lebih waspada terhadap perubahan lingkungan dan perubahan perilaku
penghuni Bumi yang semakin tua ini. Amien.
*ABAE*
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar