Kehidupan ini penuh dengan beban yang membuat hati menjadi pilu : kebutuhan akan makan sehari-hari, tanggungan listrik, biaya sekolah anak-anak, sulitnya mendapat minyak yang selalu menjadi BBM ( Bolak Balik Mundak ) mau tak mau kita juga memilih alternatif jalan lain yaitu SBY-JK ( Susah Bensin Yaaa Jalan Kaki ), bencana dimana-mana !, tak henti-hentinya mendera bumi Nusantara, saat ini Gunung Merapai belum selesai memuntahkan : lava pijar, lahar panas, abu panas ( wedhus gembel ), sudah
disusul dengan gempa di Jogya dan Jawa Tengah, masih ditambah lagi dengan isu lewat SMS yang katanya akan ada Gelombang Tsunami di Pantai Selatan Pulau Jawa, Banjir Bandang dan Tanah Longsor di Sulawesi, Banjir di Sumatra Barat, Lumpur Panas di Porong Sidoarjo Jawa Timur, itu semua masih merupakan bagian kecil dari beban kehidupan kita !. Semua itu sudah seringkali membuat “ masa depan ” kita menjadi masa depan yang suram, hingga kita tak berpengharapan !, oleh karena itu jiwa kita perlu mendapatkan penyegaran, yang dapat menimbulkan semangat baru, gairah hidup yang menyala. Lewat ajaran Islam yang agung ini Rasulullah SAW memberikan teladan yang sederhana tetapi sangat jitu yaitu ; melalui tuntunan perkawinan, sebab hidup berkeluarga itu adalah salah satu fitrah manusia.
Kehidupan keseharian berkeluarga Rasululloh SAW dipenuhi dengan kemesraan yang alami, sesuai dengan fitrah manusia, khususnya perempuan atau para istri, mereka inginnya selalu dimanja, dipuja dan disayang. Kemesraan yang ditunjukkan Rasululloh terhadap para istri beliau adalah kemesraan yang tulus, yakni demi untuk membahagiakan mereka. Itu tercermin dalam cara bicara Nabi SAW, memanggil para istri dengan panggilan yang manja.
Sikap mesra Rasululloh SAW itu adalah teladan yang sangat baik bagi keluarga-keluarga muslimin – muslimat, agar kehidupan berumah tangganya ditemukan banyak manfaat dan kenikmatan.
Agar pembicaraan kita menyenangkan yang diajak bicara, maka kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang baik dan ungkapan yang menarik.
Rasululloh SAW bersabda : “ Kata-kata yang baik itu adalah shodaqoh ”. ( H. Muttafaqun Alaih ).
Dari ‘Adi bin Hatim ra berkata, bersabda Rasululloh SAW : “ Jagalah diri kamu dari api neraka meskipun hanya dengan secabis kurma. Sesiapa tidak mendapatkannya maka dengan kata-kata yang baik ”. ( H. Muttafaqun Alaih ).
Perkataan yang baik akan menyenangkan kepada lawan bicara, menumbuhkan simpati dan penghargaan, sehingga terjalinlah hubungan yang harmonis.
Dari Ibnu Mas’ud ra berkata, bersabda Rasululloh SAW : “ Bukanlah seorang mukmin yang saling mencela, suka berbuat keji, dan suka berbuat jahat”. ( HR. Tirmidzi, Hasan ).
Agar pembicaraan menjadi enak maka harus disertai dengan sikap badan yang menunjukkan rasa simpatik yaitu ; menghadapkan badan kepada lawan bicara, memandang wajahnya dengan pandangan yang tulus, penuh perhatian dan dihiasilah dengan senyuman.
Dari Hind bin Abi Hallah ra, ia berkata mensifati percakapan Rasululloh SAW dengan sahabadnya: “ Ia memberikan bagiannya kepada seluruh pendengar. Ia tidak menimbulkan kesan bahwa seseorang lebih diutamakan dari yang lain.” ( Syamail Tirmidzi ).
Pembicaraan suami istri seyogyanya dengan jelas, tersusun, mudah diterima, dan suara yang lembut tapi mudah di dengar. Tidak berbicara dengan berteriak-teriak seperti tukang pedati, tetapi juga tidak terlalu perlahan-lahan kayah orang kelaparan sehingga sulit ditangkap maksudnya.
Dari Anas ra berkata: ” Sesungguhnya Rasululloh SAW apabila berbicara mengulangi kata-katanya hingga tiga kali agar mudah difahami. Apabila datang sekelompok orang, maka ia mengucapkan salam tiga kali.” ( Bukhari ).
Dari Aisyah ra berkata: ” Adalah pembicaraan Rasululloh SAW jelas dan tersusun hingga fahamlah semua orang yang mendengarkan ”. ( Abu Daud Hasan ).
Berbicara yang yang kurang memperhatikan susunan kalimat yang baik dan benar, tekanan nada suara yang pas dengan isi pembicaraan bisa menjadikan penyebab salah tangkap, atau salah persepsi sehingga menimbulkan salah pengertian. Maka seni berbicara itu patut kita miliki sehingga pembicaraan suami kepada istri akan menjadi indah dan menyenangkan, ibarat sebuah lagu simponi kerinduan.
Memanggil dengan nama kesukaan
Agar hati para istri bergetar hatinya ketika dipanggil suaminya, maka gunakanlah panggilan yang paling disukainya. Hal ini akan dapat menguatkan jalinan cinta dan kasih sayang istri pada suami.
Berkata Umar bin Khattab ra : ” Tiga hal dapat menjernihkan cintamu dan cinta saudaramu. Hendaklah memberikan salam ketika berjumpa, melapangkan tempat duduk di majelis dan memanggilnya dengan panggilan kesukaannya ”.
Dalam Al Qur’an, Allah swt mencegah orang beriman memanggil sesama mereka dengan nama-nama yang buruk dan olok-olokan yang melukai perasaan. Alloh swt berfirman:
“…….Dan janganlah kamu panggil – memanggil dengan sebutan-sebutan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan sesudah iman dan barang siapa tidak bertaubat, maka itulah orang-orang yang zalim”. ( QS. Al Hujurat: 11 ).
Rasululloh saw menuntun kita agar memberi nama saudara seiman dengan nama yang baik serta memanggil dengan julukan yang paling ia sukai.
Dari Handzalah bin Huzaim ra berkata: ” Sesungguhnya Rasul saw merasa takjub terhadap seseorang yang memanggilnya dengan nama dan julukan yang paling ia suka ”. (Al Jami’us Shaghir, Hasan ).
Dari Aisyah ra berkata:
Dari Ibnu Umar ra, : ” Sesungguhnya Umar mempunyai anak wanita yang bernama ‘Ashiyah ( yang melakukanm maksiat ), maka Rasululloh saw memberinya nama Jamilah”. ( HR. Tirmidzi ).
Rasululloh saw. Memanggil Aisyah dengan nama saudaranya: Abdullah bin Zubair ra, sebagai penghormatan dan memenuhi keinginannya.
Dari Aisyah ra berkata, saya berkata: “ Wahai Rasululloh saw semua saudaraku memiliki panggilan.”Maka ia bersabda:”Saya beri engkau panggilan dengan anak ( Kemenakan ) mu Abdullah”. Maka Aisyah dipanggil dengan Ummu Abdillah”. ( HR. Abu Daud ).
Selayaknya dan seharusnya memanggil istrinya dengan nama dan panggilan yang paling menyenangkan pendengarannya, misalnya: istriku tercinta, sayangku, istriku tercantik, adinda sayang, dan lain-lain.
Tidak sepatutnya dan sepantasnya suami memanggil istrinya dengan panggilan yang yang tidak baik misalnya; si bawel, si ketus, si nyinyir dan sebagainya, sebab hal itu akan menyakitkan hati, melukai peransaannya dan membuatnya berbuat seperti yang ia dengar dari orang yang paling dekat dengannya. Hal itu akan mengubah rasa senang menjadi sakit hati dan kebahagian akan berubah menjadi penderitaan batin yang bisa berkepanjangan.
Memanggil dengan Panggilan Manja
Suami yang memanggil istrinya dengan panggilan manja akan menumbuhkan rasa cinta dan hormat, menimbulkan kesenangan dan kebahagiaan, menjadi senandung indah yang selalu dirindukan untuk didengarkannya. Panggilan manja itu akan menjadi rangsangan yang mesra sehingga menjadi hiburan para istri yang akan dibalas dengan berbagai kebajikan-kebajikan.
Rasululloh saw selalu memanggil Aisyah dengan suara lembut dan halus, yang tujuaannya untuk memanjakannya.
Dari Aisyah ra berkata, bersabda Rasululloh saw suatu hari: “ Wahai Aisy ( yang hidup ), Jibril menyampaikan salam untuk mu “. Saya jawab: “ Wa’alaikum salam Warohmatullohi Wabarokatuh, engkau melihat apa-apa yang tidak boleh aku lihat”. Maksudnya adalah Rasululloh saw. ( HR. Bukhori ).
Suami yang mempunyai perangai lemah-lembut dalam bertutur kata dengan istri akan dapat meruntuhkan tembok pembatas , akan terjalin hubungan yang saling terbuka dan hangat, mencairkan kebekuan gumpalan kabut es yang menyelimuti hubungan mereka berdua, hingga menjadi kelembutan kasih sayang yang mempesona . Seperti taburan putik-putik cinta dan bunga-bunga kebahagiaan dalam taman surga kehidupan.
0 Tinggalkan jejak:
Posting Komentar